Yelna's Hope

This website is a valuable resource that presents a wealth of professional experience and the unique point of view of Yelna Yuristiary. Yelna generously shares her insights, knowledge, and expertise, with the hope that readers can use the information to enhance their own understanding, make informed decisions, and achieve their goals.

Monday, May 19, 2014

MELANCONG KE BUKIT BATU, KEMBALI KE TEMPO DULU

Bertolak dari Pulau Bengkalis (Kepulauan Riau), sejauh mata memandang, satu hal yang dapat kita lihat adalah kumpulan daratan yang membentuk pulau-pulau kecil dan jika kita terus menyapukan pandangan hingga ke sebelah barat, pasti akan kita temukan daerah yang dinamakan Bukit Batu. Penamaan daerah ini bukan berasal dari kondisi tanahnya yang berbatu atau asal usul sejarah yang ada di dalamnya. Nama Bukit Batu sudah ada sejak dulu, sebelum kedatangan bangsa Portugis ke Malaka. Bukit Batu sendiri merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Sungai Pakning, Bengkalis (Riau). Jika dianalisis dengan menggunakan parameter modern, Bukit Batu termasuk daerah yang sangat tertinggal karena hingga saat ini sarana listrik belum memasuki desa kecil yang terletak tepat di muara Sungai Siak ini.
Namun, bukan Melayu namanya jika penduduknya hanya akan berduka. Desa Bukit Batu ini dihuni oleh sejumlah penduduk yang sangat bersahaja dan bersyukur dengan segala yang ada. Jika dicermati lebih dalam, tentunya desa ini dapat menjadi salah satu tujuan wisata tempo dulu bagi ‘orang-orang modern’ yang mayoritas mendapatkan segalanya, di kota.
Alam Bukit Batu begitu beragam dan penuh kejutan di setiap sisi desanya. Desa Bukit Batu terbagi menjadi dua, yakni Bukit Batu darat dan Bukit Batu laut. Tepat di tengah-tengah desa ini terbentang jalan lintas Dumai-Pekanbaru yang biasanya dilintasi truk-truk pengangkut hasil bumi. Wilayah Bukit Batu darat terletak di sebelah barat jalan raya tersebut, sebaliknya wilayah Bukit Batu laut terletak di sebelah timurnya. Bukit Batu saat ini belum terlalu di kenal sebagai tempat pariwisata resmi daerah Riau, namun alam dan kondisi wilayahnya menunjang daerah ini menjadi tempat wisata tempo dulu karena bangunan, tradisi hingga kebiasaan masyarakatnya masih menganut pola-pola tradisional Melayu Riau. Di desa ini sebenarnya ditemukan cukup banyak peninggalan sejarah Melayu Riau, mulai dari rumah panggung Datuk Laksmana, yaitu seorang pelaut dan pemimpin yang sangat ahli dalam bidang pelayaran di masa lalu, kelenteng Cina sebagai bukti bahwa di daerah ini banyak dihuni masyarakat Tionghoa hingga kerajinan tenun khas Melayu Riau. Jika kita sempat berkunjung ke Riau, tentunya kita harus mengunjungi daerah Bukit Batu dan sebaiknya menetap selama tiga hari hingga satu minggu lamanya agar dapat menikmati segala panorama alam dan tradisi masyarakat lokal di sana.
Di desa Bukit Batu terdapat tiga pantai besar yang terkenal karena masih alami. Salah satu pantai yang sangat memesona kalangan wisatawan adalah pantai Tenggayun yang berjarak sekitar 15 menit perjalanan dari pusat desa. Di pantai Tenggayun kita akan menemukan pemandangan yang sangat memukau, khususnya jika kita berkunjung di kala senja tiba. Dari pantai ini kita dapat menikmati matahari tenggelam di cakrawala. Tepat di bibir pantai kita akan menemukan hutan bakau yang masih alami, terdapat satu dua batang pohon bakau yang sudah tidak berdaun dan sangat cocok dijadikan objek fotografi. Tidak jauh dari pantai Tenggayun, kita dapat mengunjungi pusat pembuatan kerupuk ikan yang merupakan salah satu oleh-oleh khas Bukit Batu. Kerupuk ikan ini dibuat dari ikan tenggiri yang sangat melimpah ruah di daerah Bukit Batu. Rata-rata wanita di Bukit Batu adalah seorang pembuat kerupuk ikan yang handal. Kerupuk ini terbuat dari campuran sagu, air dan gilingan ikan tenggiri yang merupakan kekayaan laut wilayah Bengkalis. Harganya pun tidak mahal, dengan uang Rp 10.000,- kita sudah dapat membawa pulang setengah kilo kerupuk ikan kering asli Bengkalis Riau. Di Bukit Batu, jangan heran jika kita menemukan produk kerupuk ikan yang dijemur di depan rumah-rumah warga. Hampir 90% penduduk desa Bukit Batu mampu membuat kerupuk ikan. Kerupuk ini juga menjadi menu wajib di desa Bukit Batu.
Secara geografis, wilayah Bukit Batu terletak di muara Sungai Siak sehingga mitos terkait buaya muara masih sangat kental di daerah ini. Jika kita berkunjung ke Bukit Batu, di sana masih terdapat pantangan-pantangan yang tidak boleh kita lakukan seperti duduk melonjorkan kaki ke arah air atau sungai dan mengucapkan kata ‘buaya’ di dekat sumber air, seperti sungai maupun muara sungai. Penduduk setempat masih memercayai bahwa di sungai maupun muara sungai wilayah Bukit Batu masih terdapat buaya-buaya liar yang akan mengganggu jika pantangan ini dikerjakan. Selain itu, bagi para pelancong biasanya dilakukan acara penyambutan oleh masyarakat desa dan mereka akan diberikan wejangan untuk tidak bersikap seenaknya di kawasan Bukit Batu. Pantangan lain selain duduk melonjor dan mengeluarkan kata ‘buaya’ di dekat sungai adalah mengeluarkan kata-kata kotor atau berucap kalimat yang tidak sepantasnya. Setiap pelancong juga biasanya dilarang untuk terlalu berpendapat terhadap hal-hal aneh yang dilihatnya.
Seperti kisah sampan karam yang menghilangkan satu anak SMA beberapa tahun yang lalu. Menurut penuturan salah seorang penduduk desa, ketika itu terdapat satu rombongan siswa/i SMA yang hendak pelesir ke Pulau Bengkalis dan mereka menyeberang selat dari Bukit Batu. Adapun satu dari siswa/i ini melihat adanya perbedaan antara air muara sungai dan air laut, siswa itu pun mulai berteriak kepada teman-temannya tentang fenomena alam ini. Tanpa disadari ia pun mengeluarkan statement bahwa air itu seperti kue lapis yang memiliki warna yang berbeda. Orang-orang di sampan pun mulai takut hingga tak lama setelah itu sampan kayu yang membawa mereka menyeberangi selat terhenti di tengah laut dan karam. Tak lama setelah itu bala bantuan datang, namun naas bagi siswi yang mengatakan bahwa air seperti kue lapis tersebut, jenazahnya tidak pernah ditemukan hingga sekarang. Sedangkan penumpang lain termasuk teman-temannya selamat dalam musibah itu.
Meskipun menyimpan misteri yang cukup besar, namun daerah Bukit Batu memiliki dua daya tarik yang luar biasa. Pertama, wilayah ini menjadi pusat peninggalan kerajaan Melayu Riau, tidak jauh dari muara sungai terdapat makam Laksmana Raja Dilaut dan rumah panggungnya. Makam ini sering dikunjungi oleh orang-orang yang penasaran dengan kehebatan Datuk Laksmana dalam mengarungi bahtera di tengah laut. Tepat di atas makamnya terdapat satu kayu yang konon berasal dari serpihan tiang perahu lancang kuning (perahu asli khas Riau). Tidak jauh dari makam, terdapat rumah Datuk Laksmana yang di dalamnya tertinggal berbagai kenangan Datuk Laksmana seperti baju dan beberapa peralatan khas seorang pelaut.
Sekitar lima menit berjalan kaki dari makam dan rumah Datuk Laksmana, kita juga akan menemukan beberapa perempuan yang sedang menenun. Pada umumnya rumah mereka berbentuk rumah panggung yang lantainya cukup tinggi sehingga bagian bawah rumah dapat digunakan sebagai tempat menenun. Pemandangan wanita penenun di Bukit Batu dapat kita jumpai dengan mudah. Umumnya mereka menenun sambil bercerita bersama handai taulan yang ada. Mengobrol atau berbual sambil menghabiskan waktunya di rumah merupakan sebuah adat bagi masyarakat Melayu Riau. Wanita-wanita ini cenderung melakukan hal yang sama, mereka akan berkumpul setelah mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci dan membersihkan rumah. Biasanya mereka akan menghabiskan waktunya untuk menenun sambil bercerita dengan tetangga dan handai taulan yang ada hingga sore tiba. Tetak alat tenun juga tak kalah menimpali suara bualan mereka. Biasanya satu kain tenun selebar 3 x 2 meter dapat mereka hasilkan selama 3 hari. Harga kain tenun buatan tangan ini pun cukup terjangkau, yakni Rp 250.000,- per helainya. Sekali dalam setahun biasanya wanita-wanita penenun dari Bukit Batu diundang oleh pemerintah daerah untuk mengikuti pelatihan menenun dan memasarkan produk tenunannya. Seringkali mereka mendapatkan omset dari pameran yang juga dilaksanakan sekali dalam setahun di ibukota Provinsi itu.
Jika kita berkunjung ke Bukit Batu, ada beberapa tips yang dapat dilakukan untuk menikmati liburan yang kita lakukan.
1.      Tinggallah di rumah warga.
Tinggal di rumah warga merupakan suatu hal yang sangat wajar kita lakukan karena di wilayah ini belum terdapat hotel atau penginapan. Biasanya di Bukit Batu, ada warga yang memiliki dua rumah atau lebih yang biasanya disewakan kepada pendatang yang ingin menginap. Akan lebih baik jika kita tinggal bersama tuan rumah karena pada umumnya warga Bukit Batu sangat ramah terhadap pendatang. Kemukakan maksud kita mengunjungi Bukit Batu dan tentu saja kita harus memberikan uang belanja kepada keluarga ini untuk biaya makan selama berada di sana. Dengan tinggal di rumah warga, kebutuhan makan kita akan tercukupi dan kita akan lebih mengenal budaya masyarakat Melayu secara lebih baik. Jika beruntung, di Bukit Batu kita akan menemukan warga yang akan menjadikan kita seperti keluarganya sendiri. Tentu saja ini bergantung pada sikap kita membawa diri.
2.      Usahakan turut aktif dalam setiap kegiatan warga.
Jika kita datang ke Bukit Batu hanya untuk bersenang-senang dan menghindari sosialisasi, sebaiknya urungkan saja niat itu. Turut aktif dalam setiap kegiatan warga merupakan salah satu kunci menemukan harta karun kebudayaan Melayu Riau. Jika kita turut aktif dalam setiap kegiatan warga, kita akan diajak mengikuti latihan marawis (musik tradisional Melayu Riau) di malam Selasa. Tidak hanya itu, kita akan mendapatkan undangan-undangan acara adat di kampung ini jika kita pandai bergaul dengan warga yang ada di sana. Tentu saja hal ini sangat menyenangkan. Bagi yang perempuan, kita biasanya akan diajarkan bagaimana cara menenun dan membuat kerupuk ikan khas Melayu. Ahh... Sungguh pengalaman yang teramat langka.
3.      Bertemanlah dengan masyarakat.
Tak kenal maka tak sayang. Agaknya pepatah itulah yang melingkupi kehidupan masyarakat Melayu di Bukit Batu. Jika kita berteman baik dengan masyarakat, kita akan meendapatkan banyak keuntungan seperti teman baru dalam mengeksplor kekayaan alam dan tempat-tempat wisata yang belum terjamah oleh turis-turis yang datang. Penduduk asli Bukit Batu juga tidak akan segan memberikan kita kelapa muda gratis, pinjaman motor gratis atau tumpangan sampan gratis ketika kita sudah berteman dengannya.
4.      Sewa motor.
Jika kita tidak mendapatkan pinjaman motor, kita dapat menyewa motor penduduk untuk berkeliling desa Bukit Batu. Tarif yang dikenakan juga tidak mahal, sekitar Rp 50.000/6 jam. Tentu saja kita dapat mengunjungi banyak kawasan budaya yang ada di desa ini dengan bebas.
5.      Sediakan power bank.
Bukit Batu merupakan daerah yang saat ini masih belum terjangkau oleh aliran listrik. Pada umumnya listrik dari genset masyarakat akan dihidupkan pukul 6 sore hingga 10 malam. Di atas jam 10 malam biasanya lampu listrik dan genset akan dimatikan. Pada saat itu penduduk mulai menggunakan lampu minyak atau petromaks untuk penerangan. Sensasi tempo dulu dan jauh dari peradaban modern akan sangat terasa di waktu-waktu seperti ini. Kita hanya akan mendengarkan bunyi jangkrik di malam yang sunyi. Tentu saja bagi kita yang tidak pernah mengalaminya, kondisi ini cukup mencekam. Namun tenang saja, hal ini adalah salah satu paket wisata tempo dulu yang ditawarkan desa Bukit Batu kepada para pengunjungnya. Oleh karena itu, bagi kita yang sangat bergantung dengan smartphone, power bank dapat menjadi satu-satunya penyelamat kebosanan ketika mata belum hendak akan tertidur.
6.      Siap sedia dengan kamera.
Perjalanan wisata tempo dulu dan budaya Melayu Riau tidak akan terekam jelas bagi kita tanpa adanya gambar abadi yang kita ciptakan. Oleh sebab itu, ketika berkunjung ke Bukit Batu, persiapkan kamera dan space yang cukup untuk menyimpan segala kenangan kita tentang daerah, budaya, alam dan kebiasaan masyarakat Melayu Riau ini.
Dengan beberapa tips dan gambaran tentang desa Bukit Batu di pedalaman Riau ini semoga para turis dan pelancong yang akan berkunjung dapat mempersiapkan bekal yang cukup ketika akan mengunjungi desa bertuah peninggalan Datuk Laksmana Raja Dilaut ini. Meskipun terpencil, desa ini sarat akan suasana alam serta budaya yang damai dan tenang di tengah hiruk pikuk perkotaan yang semakin hari semakin tidak terkendali ini.


--- ooo OOO ooo ---

No comments:

Post a Comment

Entri Populer