Tangan ini tak selincah dulu
Ada yang hilang padanya
Aku memandang sosok itu dari kejauhan
Memang jauh hakikatnya
Tapi begitu nyata
Rasa kelu itu sejatinya ada
Ada karena ketaksetiaan mega
Ada karena kehilangan citra
Walaupun cerita itu tak lagi menghinggapi sosok Karubaki dan Pawannya
Namun cerita itu masih ada dan bersarang di sana
Dengan kekecewaan sempurna
Dengan harapan yang membuncah
Berharap sosok Pawan untuk Karubaki ada dan kembali
Berderap bersama kuda perkasa sebagai janjinya
Jujur saja rasa ini begitu kelu dengan harapan
Juga nestapa dalam kegundahan
Tangan yang tak selincah bagai sosok guratan
Tak lagi sempurna melukiskan kekuatan
Malam-malam dan fajarnya juga semakin terang dan tak lagi bersiluet
Menjadikan aku yang nyata hanya bayang-bayang di tengah kabut pagi
Membentang rasa kelu dan getir sekali rasa pahit
Bersama mimpi yang terikat
Depok, 4 April 2011
Monday, April 04, 2011
KELU
Labels:
SASTRA
Cerita dari Pohon Linden
Cerita dari pohon linden sempurna adanya
Dengan raut muka polos dan kebanggaan yang nyata
Cerita dari pohon linden menyempurnakan mimpi kita
Dengan daun linden dan bunga kekuningannya
Kasih...
Cerita dari pohon linden itu begitu indah
Ketika dikenalkan tere-liye di mataku
Aku dan kau pun sama-sama polos ketika itu
Hari ini bersama fajar dan pagi yang mutlak
Kekecewaan pun tak mampu kutolak
Apalagi kubandingkan dengannya dan aku kalah telak
Bayangan itu begitu kuat dan menjeplak
Bagai duri dalam daging
Seperti musuh dalam selimut
Dia menggunting dalam tumpukan daun linden yang indah dengan hatinya
Aku seumpamanya juga bingung
Tak ada sedikitpun rasa pada dia layaknya canggung
Begitu berani dengan kepolosan busuk yang pasti
Begitu nyaman tanpa adanya hati
Hei...
Tahukah kau di sana puteri jelita tengah menanti
Penaikan rasa dan hati yang kian bertambah
Puteri jelita tengah bahagia
Dengan pundak jelata sebagai injakannya
Dia tengah tersenyum
Dengan delima dari tangan si Karubaki
Depok, 4 April 2011
Dengan raut muka polos dan kebanggaan yang nyata
Cerita dari pohon linden menyempurnakan mimpi kita
Dengan daun linden dan bunga kekuningannya
Kasih...
Cerita dari pohon linden itu begitu indah
Ketika dikenalkan tere-liye di mataku
Aku dan kau pun sama-sama polos ketika itu
Hari ini bersama fajar dan pagi yang mutlak
Kekecewaan pun tak mampu kutolak
Apalagi kubandingkan dengannya dan aku kalah telak
Bayangan itu begitu kuat dan menjeplak
Bagai duri dalam daging
Seperti musuh dalam selimut
Dia menggunting dalam tumpukan daun linden yang indah dengan hatinya
Aku seumpamanya juga bingung
Tak ada sedikitpun rasa pada dia layaknya canggung
Begitu berani dengan kepolosan busuk yang pasti
Begitu nyaman tanpa adanya hati
Hei...
Tahukah kau di sana puteri jelita tengah menanti
Penaikan rasa dan hati yang kian bertambah
Puteri jelita tengah bahagia
Dengan pundak jelata sebagai injakannya
Dia tengah tersenyum
Dengan delima dari tangan si Karubaki
Depok, 4 April 2011
Labels:
SASTRA
Saturday, February 26, 2011
ALMANAK KARUBAKI YANG RUNTUH
Oleh : Yelna Yuristiary
Kepakan elang tak lagi terdengar di kejauhan rimba yang kupandang
Gelang kaki Karubaki juga tak kau bisikkan kembali bersama desauan angin senja yang enggan datang
Alam pun tengah murka menanti kata syukur dari kita yang terpandang
Aku masih berdiri dan menanti
Sajak-sajak patah yang semula akan kurangkai kembali
Bersama tiupan sepoi angin Kipas Salorangeng
Dari negeri bertuah teruntuk jiwa yang berang
Kali ini almanak yang dibangun Karubaki runtuh
Pesona dan kesempurnaanya juga merapuh
Tertembus kecurangan dunia yang semakin memburu
Hmm…
Apa gunanya kita murka jika Sang Kuasa terlebih murka?
Apa gunanya kita mengeluh jika seandainya masih banyak yang berhak untuk itu?
Apa gunanya kita berduka jika setitik tegurannya tak sebanding dengan luka untuk Dia?
Sungguh manusia negeriku masih begini
Masih menanti dan terus merugi
Bersama kepakan sayap elang yang seakan koyak
Bersama reinkarnasi cakrawala yang tak pernah bersorak
Bersama malam-malam yang terbuang dan retak
Negeriku masih seperti ini dan begini
Ini juga negeri si Kipas Salorangeng, Pawan si Asoka dan Karubaki
Ini negeri kami, Ibu Pertiwi
Pagi di saat angin hanya berasal dari Salorangeng yang rongsok
Siang ketika hanya gemerincing gelang kaki Karubaki yang terseok
Melantunkan senandung patah yang retak bersama ujian dan teguran
Menyampaikan pesan-pesan dengan sejuta peringatan
Aku kembali sambut negeriku dengan bangsa
Ini Indonesiaku teman
Ada garuda dan banyak rakyat tercipta untuknya
Aku kembali dengan senyum bangga
Ini tanah airku kawan
Di dalamnya masih terdapat pengorbanan dan kesetiaan
Akhir pertemuan mereka kembali bertanya dan kembali kujelaskan
Ini Indonesiaku sobat, aku bangga bersamanya dimanapun dan sampai kapanpun
Kepakan elang tak lagi terdengar di kejauhan rimba yang kupandang
Gelang kaki Karubaki juga tak kau bisikkan kembali bersama desauan angin senja yang enggan datang
Alam pun tengah murka menanti kata syukur dari kita yang terpandang
Aku masih berdiri dan menanti
Sajak-sajak patah yang semula akan kurangkai kembali
Bersama tiupan sepoi angin Kipas Salorangeng
Dari negeri bertuah teruntuk jiwa yang berang
Kali ini almanak yang dibangun Karubaki runtuh
Pesona dan kesempurnaanya juga merapuh
Tertembus kecurangan dunia yang semakin memburu
Hmm…
Apa gunanya kita murka jika Sang Kuasa terlebih murka?
Apa gunanya kita mengeluh jika seandainya masih banyak yang berhak untuk itu?
Apa gunanya kita berduka jika setitik tegurannya tak sebanding dengan luka untuk Dia?
Sungguh manusia negeriku masih begini
Masih menanti dan terus merugi
Bersama kepakan sayap elang yang seakan koyak
Bersama reinkarnasi cakrawala yang tak pernah bersorak
Bersama malam-malam yang terbuang dan retak
Negeriku masih seperti ini dan begini
Ini juga negeri si Kipas Salorangeng, Pawan si Asoka dan Karubaki
Ini negeri kami, Ibu Pertiwi
Pagi di saat angin hanya berasal dari Salorangeng yang rongsok
Siang ketika hanya gemerincing gelang kaki Karubaki yang terseok
Melantunkan senandung patah yang retak bersama ujian dan teguran
Menyampaikan pesan-pesan dengan sejuta peringatan
Aku kembali sambut negeriku dengan bangsa
Ini Indonesiaku teman
Ada garuda dan banyak rakyat tercipta untuknya
Aku kembali dengan senyum bangga
Ini tanah airku kawan
Di dalamnya masih terdapat pengorbanan dan kesetiaan
Akhir pertemuan mereka kembali bertanya dan kembali kujelaskan
Ini Indonesiaku sobat, aku bangga bersamanya dimanapun dan sampai kapanpun
Labels:
SASTRA
Tuesday, February 22, 2011
Bintang-Bintang Kecil
by Yelna Yuristiary on Sunday, February 6, 2011 at 9:05am
Bintang-bintang kecil tersenyum bersama angin, bersama bulan, bersama apa-apa saja yang ada di atas sana
Bintang-bintang itu juga tersenyum padamu Yeyen adik kecilku
Bila saatnya tiba, kelak kau akan tahu mengapa bintang selalu begitu
Yeyen adik kecilku yang lucu
Mungkin bajumu ini terbuat dari beludru
sepatumu dari kayu
Minyak rambutmu dari aroma pohon rindang yang sedang tumbuh
Tapi tahukah kau bahwa bintang-bintang itu tak perlu mereka
Bintang-bintang hanya perlu nasehat dari ibu
Bintang-bintang hanya perlu wejangan dari ayah
Bintang-bintang hanya perlu kepercayaan dari kakek dan nenek
Bintang-bintang perlu itu semua untuk bersinar
Bintang-bintang perlu itu semua untuk membangun mahligai
Bintang-bintang hanya butuh itu
Adikku Yeyen yang teramat sangat kusayang
Bintang itu juga sama dengan kamu
Sama dengan aku,
Sama dengan mereka yang kau anggap sempurna
Bintang-bintang juga terkadang redup
Tak selamanya bercahaya dan menebarkan aroma cahaya
Bintang juga punya letih
Punya rasa sedih dan sendiri
Bintang juga punya mata hati dan harga diri
Bintang juga punya jati diri
Seperti kita dan teman-temanmu lainnya
Adikku Yeyen pengobat rindu
Mana tangan kecilmu itu?
Biar kuletakkan bintang biru di atasnya..
Tapi biar kulapisi dulu dengan tanganku
Karena mama bilang bintang biru itu panas
Adikku Yeyen,,,
Bintang biru ini kujaga untukmu
Dengan rasa tanganku yang melepuh
Semakin kujaga semakin panas rasanya
Semakin kutahan semakin pedih namun aku yakin dia menarik dan pasti kau suka
Adikku Yeyen malaikat kecilku
Mari kita berdoa agar bintang ini menjadi dingin dan cahayanya tidak kembali redup..
Depok, 7 Februari 2011
Bintang-bintang kecil tersenyum bersama angin, bersama bulan, bersama apa-apa saja yang ada di atas sana
Bintang-bintang itu juga tersenyum padamu Yeyen adik kecilku
Bila saatnya tiba, kelak kau akan tahu mengapa bintang selalu begitu
Yeyen adik kecilku yang lucu
Mungkin bajumu ini terbuat dari beludru
sepatumu dari kayu
Minyak rambutmu dari aroma pohon rindang yang sedang tumbuh
Tapi tahukah kau bahwa bintang-bintang itu tak perlu mereka
Bintang-bintang hanya perlu nasehat dari ibu
Bintang-bintang hanya perlu wejangan dari ayah
Bintang-bintang hanya perlu kepercayaan dari kakek dan nenek
Bintang-bintang perlu itu semua untuk bersinar
Bintang-bintang perlu itu semua untuk membangun mahligai
Bintang-bintang hanya butuh itu
Adikku Yeyen yang teramat sangat kusayang
Bintang itu juga sama dengan kamu
Sama dengan aku,
Sama dengan mereka yang kau anggap sempurna
Bintang-bintang juga terkadang redup
Tak selamanya bercahaya dan menebarkan aroma cahaya
Bintang juga punya letih
Punya rasa sedih dan sendiri
Bintang juga punya mata hati dan harga diri
Bintang juga punya jati diri
Seperti kita dan teman-temanmu lainnya
Adikku Yeyen pengobat rindu
Mana tangan kecilmu itu?
Biar kuletakkan bintang biru di atasnya..
Tapi biar kulapisi dulu dengan tanganku
Karena mama bilang bintang biru itu panas
Adikku Yeyen,,,
Bintang biru ini kujaga untukmu
Dengan rasa tanganku yang melepuh
Semakin kujaga semakin panas rasanya
Semakin kutahan semakin pedih namun aku yakin dia menarik dan pasti kau suka
Adikku Yeyen malaikat kecilku
Mari kita berdoa agar bintang ini menjadi dingin dan cahayanya tidak kembali redup..
Depok, 7 Februari 2011
Labels:
SASTRA
Monday, February 21, 2011
Sebuket Kembang untuk Perawan
by Yelna Yuristiary on Sunday, February 6, 2011 at 8:43am
Sebuket kembang untuk perawan
Menawan hati dengan jelmaan rupa-rupa
Menaruh seisi rasa dan setiap naluri yang tercipta
Buket bunga ini buat perawan
Yang menanti kabar angin sore yang masih belum matang
Menjemput kesedihan dengan uap-uap cinta yang timbul tenggelam
Membiaskan harapan diantara sejuta wara-wiri kehidupan
Warsa kian berlalu dan perawan masih terima sebuket kembang
Dengan harapan-harapan terkasih yang kian datang
Membuat perawan berdecak kagum, bersorai anggun dan tersenyum tenang
Kembang ini masih untuk perawan
Perawan yang memetik sajak-sajak kegelisahan
Perawan yang menangkap sinyal-sinyal kedukaan
Perawan yang menunggu ajalnya datang
Buket bungan yang kembang hanya buat perawan
Terjuntai di sampulnya tali kehidupan
Terangkai di atasnya sajak-sajak indah temaram
Membuatkan hati perawan semakin tenang
Buket kembang ini masih untuk perawan
Yang hilang di telan terjangan badai dan topan
Yang tenggelam bersama reruntuhan sayap-sayap kemegahan
Buket bunga ini kupastikan untukmu perawan
Bermutiarakan air mata yang mengalir dari sudut mataku
Bernafaskan kerinduan yang masih tumbuh
Bernaungkan pengabdian yang masih utuh
Buket kembangku hanya untuk perawan
Yang kini tenang bersama-Nya
Depok, 6 Februari 2011
Sebuket kembang untuk perawan
Menawan hati dengan jelmaan rupa-rupa
Menaruh seisi rasa dan setiap naluri yang tercipta
Buket bunga ini buat perawan
Yang menanti kabar angin sore yang masih belum matang
Menjemput kesedihan dengan uap-uap cinta yang timbul tenggelam
Membiaskan harapan diantara sejuta wara-wiri kehidupan
Warsa kian berlalu dan perawan masih terima sebuket kembang
Dengan harapan-harapan terkasih yang kian datang
Membuat perawan berdecak kagum, bersorai anggun dan tersenyum tenang
Kembang ini masih untuk perawan
Perawan yang memetik sajak-sajak kegelisahan
Perawan yang menangkap sinyal-sinyal kedukaan
Perawan yang menunggu ajalnya datang
Buket bungan yang kembang hanya buat perawan
Terjuntai di sampulnya tali kehidupan
Terangkai di atasnya sajak-sajak indah temaram
Membuatkan hati perawan semakin tenang
Buket kembang ini masih untuk perawan
Yang hilang di telan terjangan badai dan topan
Yang tenggelam bersama reruntuhan sayap-sayap kemegahan
Buket bunga ini kupastikan untukmu perawan
Bermutiarakan air mata yang mengalir dari sudut mataku
Bernafaskan kerinduan yang masih tumbuh
Bernaungkan pengabdian yang masih utuh
Buket kembangku hanya untuk perawan
Yang kini tenang bersama-Nya
Depok, 6 Februari 2011
Labels:
SASTRA
Thursday, February 03, 2011
Berita Terbaru
Terima kasih atas segalanya yang mendorngku untuk terus menulis.
Akhirnya penantian dan kerja keras yang selama ini saya laksanakan membuahkan hasil yang sangat memuaskan..
Dua puisi yang saya kirimkan terpilih menjadi 100 terbaik puisi-puisi karya anak bangsa yang kelak akan diterbitkan di dalam antologi puisi GIVE SPIRIT FOR INDONESIA 2011...
Sungguh menyenangkan dan penuh rasa syukur rasanya..
:)
Akhirnya penantian dan kerja keras yang selama ini saya laksanakan membuahkan hasil yang sangat memuaskan..
Dua puisi yang saya kirimkan terpilih menjadi 100 terbaik puisi-puisi karya anak bangsa yang kelak akan diterbitkan di dalam antologi puisi GIVE SPIRIT FOR INDONESIA 2011...
Sungguh menyenangkan dan penuh rasa syukur rasanya..
:)
Labels:
MY LOVE
Friday, December 31, 2010
KAKU BISU BEKU
Kaku bersama dikau
Di dipan reyot bersama kaki dan tubuh kaku
Aku terseok sambil nangis dengan dikau
Menatap kehampaan dan seisi rumah kembali kelabu
Kakiku kaku
Diriku kikuk
Mataku beku
Dingin tertumbuk percikan es dari antartika dan salju
Aku kaku bersama sembilu
Kau beku dengan salju
Sembilu jadi kaku
Salju buat beku
Kaku beku di malam minggu
Menapak jalanan kota-kota kelu yang bergemuruh
Kembali kaku, bisu dan beku
Kaku aku bisu aku aku beku
Kaku
Bisu
Beku
Oleh : Yelna Yuristiary
Mahasiswi jurusan Teknik Sipil UI
Di dipan reyot bersama kaki dan tubuh kaku
Aku terseok sambil nangis dengan dikau
Menatap kehampaan dan seisi rumah kembali kelabu
Kakiku kaku
Diriku kikuk
Mataku beku
Dingin tertumbuk percikan es dari antartika dan salju
Aku kaku bersama sembilu
Kau beku dengan salju
Sembilu jadi kaku
Salju buat beku
Kaku beku di malam minggu
Menapak jalanan kota-kota kelu yang bergemuruh
Kembali kaku, bisu dan beku
Kaku aku bisu aku aku beku
Kaku
Bisu
Beku
Oleh : Yelna Yuristiary
Mahasiswi jurusan Teknik Sipil UI
Labels:
SASTRA
Wednesday, December 22, 2010
NOKTAH-NOKTAH KECIL PELARUT SAJAK
Noktah-noktah kecil membisu
Mengambil sajak dari kalbu
Noktah-noktah kecil terserak
Menghampiri segala penjuru raga yang meretak
Noktah-noktah kecil menangis
Bersama nelangsa di buki-bukit belibis
Aku tenggelam bersama rumput padang yang berkijaban
Melangkah tertatih di tengah hamparan ombak gelisah
Melayang bersama lingkaran setan
Tertumbuk pecah terkurung terpaan badai kebisingan kota-kota
Aku di sini kembali bersama angin dan ranting-ranting yang runtuh
Menapak langit dengan sejuta helaan nafas yang ambigu
Seakan tertekan dan tergilas pahitnya pasca zaman batu
Amboi kawanku...
Baiknya saja aku tinggal di rumah dan gubuk itu
Tak kurasa kejamnya kota dewa-dewa pembunuh
Andai saja aku kini bersama ibu
Akan kuikat raganya dan ragaku agar kami tetap menyatu
Walaupun noktah itu beku
Walaupun sajak-sajakku runtuh
Aku ingin tetap bersama ibu...
Oleh : Yelna Yuristiary
Mahasiswi jurusan Teknik Sipil UI
Mengambil sajak dari kalbu
Noktah-noktah kecil terserak
Menghampiri segala penjuru raga yang meretak
Noktah-noktah kecil menangis
Bersama nelangsa di buki-bukit belibis
Aku tenggelam bersama rumput padang yang berkijaban
Melangkah tertatih di tengah hamparan ombak gelisah
Melayang bersama lingkaran setan
Tertumbuk pecah terkurung terpaan badai kebisingan kota-kota
Aku di sini kembali bersama angin dan ranting-ranting yang runtuh
Menapak langit dengan sejuta helaan nafas yang ambigu
Seakan tertekan dan tergilas pahitnya pasca zaman batu
Amboi kawanku...
Baiknya saja aku tinggal di rumah dan gubuk itu
Tak kurasa kejamnya kota dewa-dewa pembunuh
Andai saja aku kini bersama ibu
Akan kuikat raganya dan ragaku agar kami tetap menyatu
Walaupun noktah itu beku
Walaupun sajak-sajakku runtuh
Aku ingin tetap bersama ibu...
Oleh : Yelna Yuristiary
Mahasiswi jurusan Teknik Sipil UI
Labels:
SASTRA
Sunday, December 12, 2010
Aku Hanyalah Aku
Batu hamparan yang pertama kali kulihat
Kutulis sajak untuk memanggil jiwamu
Jiwa yang pernah terluka oleh sebuah pengkhianatan
Jiwa yang pernah teriris oleh pisau kemunafikan
Kau sosok yang kini kujaga
Kulindungi dari segala cerca
Kupandangi dan kuagungkan bersama segala rencana
Wahai kau sosok yang terkadang diam membisu
Aku tak tahu dimana ku harus letakkan pesonaku
Pada alamkah, pada tubuhkan, pada perilakukah
Pada batinkah, pada eksistensikah atau pada segalanya yang buat aku sempurna?
Kau sosok yang kini kudamba
Aku tak mampu wujudkan masa lalumu yang hilang
Aku tak dapat menjadi dia yang telah injak harga dirimu
Aku tak mampu rangkul kau dengan hati yang masih tertinggal
Aku hanya dapat menjadi aku
Bukan dia ataupun mereka
Aku hanya mampu seperti ini
Seorang wanita penulis sajak hati
Oleh : Yelna Yuristiary
Mahasiswi jurusan Teknik Sipil UI
Kutulis sajak untuk memanggil jiwamu
Jiwa yang pernah terluka oleh sebuah pengkhianatan
Jiwa yang pernah teriris oleh pisau kemunafikan
Kau sosok yang kini kujaga
Kulindungi dari segala cerca
Kupandangi dan kuagungkan bersama segala rencana
Wahai kau sosok yang terkadang diam membisu
Aku tak tahu dimana ku harus letakkan pesonaku
Pada alamkah, pada tubuhkan, pada perilakukah
Pada batinkah, pada eksistensikah atau pada segalanya yang buat aku sempurna?
Kau sosok yang kini kudamba
Aku tak mampu wujudkan masa lalumu yang hilang
Aku tak dapat menjadi dia yang telah injak harga dirimu
Aku tak mampu rangkul kau dengan hati yang masih tertinggal
Aku hanya dapat menjadi aku
Bukan dia ataupun mereka
Aku hanya mampu seperti ini
Seorang wanita penulis sajak hati
Oleh : Yelna Yuristiary
Mahasiswi jurusan Teknik Sipil UI
Labels:
SASTRA
Malam dan Senja Lalu
Kutanya malam-malam yang terbang
Pernahkah kau datang tuk sekedar patrikan rasa nyaman?
Kupanggil senja-senja yang tlah berlalu
Sekadar menghilangkan keraguan dan rasa rindu
Ketika malam itu berlalu
Senja juga enggan untuk menunggu
Firasat hati juga tak menentu
Apakah kau pemuda itu?
Walau tak seperti dia,
walaupun dirimu bukan dewa
Malam-malamku sunyi tanpa suaramu peri biru
Kau datang dengan sejuta embel-embel yang buat hati ngilu
Wahai pemuja rasa yang tlah kutanam
Tampakkan wujudmu tanpa adanya kekangan dari mereka
Kutanya kembali malam-malam yang pernah datang
Mampukah kutulis sajak untukmu lagi?
Kupanggil senja-senja yang penuh kisah
Dan kujahit namamu di hatiku
Agar tidak pudar
Agar aku tak jenuh
Hingga rasa itu menghilang
Oleh : Yelna Yuristiary
Mahasiswi jurusan Teknik Sipil UI
Pernahkah kau datang tuk sekedar patrikan rasa nyaman?
Kupanggil senja-senja yang tlah berlalu
Sekadar menghilangkan keraguan dan rasa rindu
Ketika malam itu berlalu
Senja juga enggan untuk menunggu
Firasat hati juga tak menentu
Apakah kau pemuda itu?
Walau tak seperti dia,
walaupun dirimu bukan dewa
Malam-malamku sunyi tanpa suaramu peri biru
Kau datang dengan sejuta embel-embel yang buat hati ngilu
Wahai pemuja rasa yang tlah kutanam
Tampakkan wujudmu tanpa adanya kekangan dari mereka
Kutanya kembali malam-malam yang pernah datang
Mampukah kutulis sajak untukmu lagi?
Kupanggil senja-senja yang penuh kisah
Dan kujahit namamu di hatiku
Agar tidak pudar
Agar aku tak jenuh
Hingga rasa itu menghilang
Oleh : Yelna Yuristiary
Mahasiswi jurusan Teknik Sipil UI
Labels:
SASTRA
Subscribe to:
Comments (Atom)