Thursday, April 28, 2011

BAHASA MATAHARI

Bahasa matahari memang sulit dimengerti

Tapi bukan berarti dia tidak manusiawi

Di sajak ini aku ingin cerita tentang sebuah parodi

Tentang cita, dan cinta

Untuk bunga matahari



Ketika pagi menghujamkan panasnya yang lembut

Bunga matahari yang awalnya lugu terkesiap

Menantang hangatnya kehidupan dari matahari

Sejatinya, saat itulah si bunga mulai menjadi bunga matahari

Tiada perkiraan apapun, tiada badai

Bahasa matahari begitu maya dan mengelabuhi

Hari itu ku ingat, bunga matahari tengah gembira akan takdirnya

berharap matahari pun kelak akan mengerti bahasanya

berharap matahari akan memahami rasa yang ada

bahasa matahari begitu sulit dimengerti

hanya berucap lewat cuaca,

hanya tertawa lewat cicitan burung, kepakan sayap si rama-rama

bunga matahari pun masih belum mengerti akan bahasa si penjaga hidupnya

kabut datang dengan segera

bunga matahari masih terkesima dengan sinar matahari

guntur bergemuruh, dan badai topan menghadang

bunga matahari terluka, mencoba bertahan

mencoba berpijak, dan mengakar kuat

tapi apa daya, bunga matahari tercabut dari akarnya

ketika dia tanya padaku, aku hanya berkata

itulah bahasa mataharimu

Wednesday, April 20, 2011

NEGERI DESING-DESING

Aku kini berada di negeri desing-desing
Huru hara penuh di dalamnya dan penuh suara-suara
Aku kembali terdampar di negeri desing-desing
Penuh desing tawa, penuh desing nyanyi, penuh desing hura-hura
Aku kembali di negeri desing-desing
Mendekati arah suara dan rangkaian keluarga
Aku kini ada di negeri desing-desing
Melahap malam dan setiap hari yang membuat pusing

Kehadiranku ada di negeri desing-desing
Menyambut keluarga baru dengan alur hidup yang lucu
Aku kini berada di negeri desing-desing
Tertiup dinginnya angin malam yang menjemput ramah
Bersama keluarga baru di negeri desing-desing

Aku terdiam, menanti hadir-hadir yang nyata bersama suara angin
Aku bersama di negeri desing-desing
Tertawa dan terbahak lucu dengan hembusan angin
Aku menangkap mereka di negeri desing-desing
Bersama malam dengan hura-hura


Depok, 19 April 2011

Monday, April 18, 2011

SATU KATA

Satu kata dari bibir tipismu
Rekahkan senyumku asal kau tahu
Tak perlu lima menit, setengah jam atau sehari penuh
Cukup satu kata tak akan kucurkan peluh

Satu kata dari mata elangmu akan merengkuhku
Melindungi layaknya induk ayam dari serangan pemburu
Begitu terkesima bagiku olehmu
Begitu melemah denyut-denyut nadi itu

Satu kata dari gerak lincahmu
Buatku tertawa terbahak seminggu penuh
Menghapus segenap rasa haru di relung kalbu
Menghilangkan penat karena tlah jenuh

Satu kata bagi mata-mataku yang sayu
Begitu kuat menangkap hadirmu
Menembus bagai noktah kuat penembus subuh
Melayang dan terpaut bersama kilauan kalbu

Satu kata yang kini masih kusimpan
Terbagi-bagi rata di setiap jaringan badan
Tertabur indah layaknya benih dandelion di sanubari

Satu kata lagi bagiku darimu
Walau tanpa kau sadari begitu perlu
Aku yakin itu hanya pikiranmu yang ambigu
Karena aku si Gemini yang mampu menipu
Segala apa-apa yang terperangkap di dalam kalbu
Satu kata itu
"Waalaikumussalam" darimu


Depok, 18 April 2011

Sunday, April 17, 2011

NARASOMA DI ABAD KINI

Narasoma di abad kini kembali dengan talentanya

Membius apa-apa dan siapa-siapa yang ia lewati

Narasoma yang konon ada di dalam sosok pewayangan

Menjemput segala yang ia cari dengan teliti


Narasoma itu kembali dengan wujud yang beda

Tak ada lagi aji-ajian penguat diri

Melainkan segala hal talenta yang membumbung tinggi

Narasoma kembali dengan cerdas dan tak lagi kaku

Ia begitu kuat dengan semua kemampuan diri

Begitu juga dengan insting yang pasti


Narasoma yang gagah bukanlah berubah

Bukan juga menghilang dari peradaban sang dewa

Ia hanya menyamar dan tak lagi dikelilingi kesaktian dewa-dewa

Hanya tertutup kekuatan modernisasi

Dengan kecakapan tutur kata, prestasi tinggi dan segala kata puitisasi

Narasoma bukan hanya kuat akan jiwa dan raga

Ia juga terkuatkan oleh rasa

Narasoma kembali dengan harga diri

Menjadikan kekuatan sebagai jalan dan pilihan

Juga menjadikan rahasia hati sebagai umpan

Narasoma begitu teguh dan menentramkan

Bagi setiap hati yang pernah merasakan

Kedekatan akan tali pertemanan


Depok, 17 April 2011

Monday, April 04, 2011

KELU

Tangan ini tak selincah dulu
Ada yang hilang padanya
Aku memandang sosok itu dari kejauhan
Memang jauh hakikatnya
Tapi begitu nyata
Rasa kelu itu sejatinya ada
Ada karena ketaksetiaan mega
Ada karena kehilangan citra

Walaupun cerita itu tak lagi menghinggapi sosok Karubaki dan Pawannya
Namun cerita itu masih ada dan bersarang di sana
Dengan kekecewaan sempurna
Dengan harapan yang membuncah
Berharap sosok Pawan untuk Karubaki ada dan kembali
Berderap bersama kuda perkasa sebagai janjinya

Jujur saja rasa ini begitu kelu dengan harapan
Juga nestapa dalam kegundahan
Tangan yang tak selincah bagai sosok guratan
Tak lagi sempurna melukiskan kekuatan

Malam-malam dan fajarnya juga semakin terang dan tak lagi bersiluet
Menjadikan aku yang nyata hanya bayang-bayang di tengah kabut pagi
Membentang rasa kelu dan getir sekali rasa pahit
Bersama mimpi yang terikat

Depok, 4 April 2011

Cerita dari Pohon Linden

Cerita dari pohon linden sempurna adanya
Dengan raut muka polos dan kebanggaan yang nyata
Cerita dari pohon linden menyempurnakan mimpi kita
Dengan daun linden dan bunga kekuningannya
Kasih...
Cerita dari pohon linden itu begitu indah
Ketika dikenalkan tere-liye di mataku
Aku dan kau pun sama-sama polos ketika itu

Hari ini bersama fajar dan pagi yang mutlak
Kekecewaan pun tak mampu kutolak
Apalagi kubandingkan dengannya dan aku kalah telak
Bayangan itu begitu kuat dan menjeplak
Bagai duri dalam daging
Seperti musuh dalam selimut
Dia menggunting dalam tumpukan daun linden yang indah dengan hatinya

Aku seumpamanya juga bingung
Tak ada sedikitpun rasa pada dia layaknya canggung
Begitu berani dengan kepolosan busuk yang pasti
Begitu nyaman tanpa adanya hati

Hei...
Tahukah kau di sana puteri jelita tengah menanti
Penaikan rasa dan hati yang kian bertambah
Puteri jelita tengah bahagia
Dengan pundak jelata sebagai injakannya
Dia tengah tersenyum
Dengan delima dari tangan si Karubaki

Depok, 4 April 2011

Saturday, February 26, 2011

ALMANAK KARUBAKI YANG RUNTUH

Oleh : Yelna Yuristiary

Kepakan elang tak lagi terdengar di kejauhan rimba yang kupandang
Gelang kaki Karubaki juga tak kau bisikkan kembali bersama desauan angin senja yang enggan datang
Alam pun tengah murka menanti kata syukur dari kita yang terpandang
Aku masih berdiri dan menanti
Sajak-sajak patah yang semula akan kurangkai kembali
Bersama tiupan sepoi angin Kipas Salorangeng
Dari negeri bertuah teruntuk jiwa yang berang
Kali ini almanak yang dibangun Karubaki runtuh
Pesona dan kesempurnaanya juga merapuh
Tertembus kecurangan dunia yang semakin memburu
Hmm…
Apa gunanya kita murka jika Sang Kuasa terlebih murka?
Apa gunanya kita mengeluh jika seandainya masih banyak yang berhak untuk itu?
Apa gunanya kita berduka jika setitik tegurannya tak sebanding dengan luka untuk Dia?
Sungguh manusia negeriku masih begini
Masih menanti dan terus merugi
Bersama kepakan sayap elang yang seakan koyak
Bersama reinkarnasi cakrawala yang tak pernah bersorak
Bersama malam-malam yang terbuang dan retak
Negeriku masih seperti ini dan begini
Ini juga negeri si Kipas Salorangeng, Pawan si Asoka dan Karubaki
Ini negeri kami, Ibu Pertiwi
Pagi di saat angin hanya berasal dari Salorangeng yang rongsok
Siang ketika hanya gemerincing gelang kaki Karubaki yang terseok
Melantunkan senandung patah yang retak bersama ujian dan teguran
Menyampaikan pesan-pesan dengan sejuta peringatan
Aku kembali sambut negeriku dengan bangsa
Ini Indonesiaku teman
Ada garuda dan banyak rakyat tercipta untuknya
Aku kembali dengan senyum bangga
Ini tanah airku kawan
Di dalamnya masih terdapat pengorbanan dan kesetiaan
Akhir pertemuan mereka kembali bertanya dan kembali kujelaskan
Ini Indonesiaku sobat, aku bangga bersamanya dimanapun dan sampai kapanpun

Tuesday, February 22, 2011

Bintang-Bintang Kecil

by Yelna Yuristiary on Sunday, February 6, 2011 at 9:05am

Bintang-bintang kecil tersenyum bersama angin, bersama bulan, bersama apa-apa saja yang ada di atas sana
Bintang-bintang itu juga tersenyum padamu Yeyen adik kecilku
Bila saatnya tiba, kelak kau akan tahu mengapa bintang selalu begitu
Yeyen adik kecilku yang lucu
Mungkin bajumu ini terbuat dari beludru
sepatumu dari kayu
Minyak rambutmu dari aroma pohon rindang yang sedang tumbuh
Tapi tahukah kau bahwa bintang-bintang itu tak perlu mereka
Bintang-bintang hanya perlu nasehat dari ibu
Bintang-bintang hanya perlu wejangan dari ayah
Bintang-bintang hanya perlu kepercayaan dari kakek dan nenek
Bintang-bintang perlu itu semua untuk bersinar
Bintang-bintang perlu itu semua untuk membangun mahligai
Bintang-bintang hanya butuh itu
Adikku Yeyen yang teramat sangat kusayang
Bintang itu juga sama dengan kamu
Sama dengan aku,
Sama dengan mereka yang kau anggap sempurna
Bintang-bintang juga terkadang redup
Tak selamanya bercahaya dan menebarkan aroma cahaya
Bintang juga punya letih
Punya rasa sedih dan sendiri
Bintang juga punya mata hati dan harga diri
Bintang juga punya jati diri
Seperti kita dan teman-temanmu lainnya
Adikku Yeyen pengobat rindu
Mana tangan kecilmu itu?
Biar kuletakkan bintang biru di atasnya..
Tapi biar kulapisi dulu dengan tanganku
Karena mama bilang bintang biru itu panas
Adikku Yeyen,,,
Bintang biru ini kujaga untukmu
Dengan rasa tanganku yang melepuh
Semakin kujaga semakin panas rasanya
Semakin kutahan semakin pedih namun aku yakin dia menarik dan pasti kau suka
Adikku Yeyen malaikat kecilku
Mari kita berdoa agar bintang ini menjadi dingin dan cahayanya tidak kembali redup..

Depok, 7 Februari 2011

Monday, February 21, 2011

Sebuket Kembang untuk Perawan

by Yelna Yuristiary on Sunday, February 6, 2011 at 8:43am

Sebuket kembang untuk perawan
Menawan hati dengan jelmaan rupa-rupa
Menaruh seisi rasa dan setiap naluri yang tercipta
Buket bunga ini buat perawan
Yang menanti kabar angin sore yang masih belum matang
Menjemput kesedihan dengan uap-uap cinta yang timbul tenggelam
Membiaskan harapan diantara sejuta wara-wiri kehidupan
Warsa kian berlalu dan perawan masih terima sebuket kembang
Dengan harapan-harapan terkasih yang kian datang
Membuat perawan berdecak kagum, bersorai anggun dan tersenyum tenang
Kembang ini masih untuk perawan
Perawan yang memetik sajak-sajak kegelisahan
Perawan yang menangkap sinyal-sinyal kedukaan
Perawan yang menunggu ajalnya datang
Buket bungan yang kembang hanya buat perawan
Terjuntai di sampulnya tali kehidupan
Terangkai di atasnya sajak-sajak indah temaram
Membuatkan hati perawan semakin tenang
Buket kembang ini masih untuk perawan
Yang hilang di telan terjangan badai dan topan
Yang tenggelam bersama reruntuhan sayap-sayap kemegahan
Buket bunga ini kupastikan untukmu perawan
Bermutiarakan air mata yang mengalir dari sudut mataku
Bernafaskan kerinduan yang masih tumbuh
Bernaungkan pengabdian yang masih utuh
Buket kembangku hanya untuk perawan
Yang kini tenang bersama-Nya


Depok, 6 Februari 2011

Thursday, February 03, 2011

Berita Terbaru

Terima kasih atas segalanya yang mendorngku untuk terus menulis.
Akhirnya penantian dan kerja keras yang selama ini saya laksanakan membuahkan hasil yang sangat memuaskan..
Dua puisi yang saya kirimkan terpilih menjadi 100 terbaik puisi-puisi karya anak bangsa yang kelak akan diterbitkan di dalam antologi puisi GIVE SPIRIT FOR INDONESIA 2011...
Sungguh menyenangkan dan penuh rasa syukur rasanya..
:)