Jika kau baca tulisan ini mungkin rasa itu tak lagi sama
Jika kau baca tulisan ini mungkin cinta itu tak lagi ada
Jika kau baca tulisan ini mungkin kulitku telah keriput dan termakan usia
Jika kau baca tulisan ini mungkin tulangku rapuh digerogoti bakteri-bakteri di dalam tanah
Jika kau baca tulisan ini mungkin aku tak lagi berdiri dan menunggumu seperti dulu
Jika kau baca tulisan ini mungkin aku tak lagi sedang menulis sajak untukmu
Jika kau baca tulisan ini mungkin mataku telah terpejam dan tak mampu melihat dunia
Jika kau baca tulisan ini mungkin aku telah menderita amnesia
Jika kau baca tulisan ini mungkin aku telah lupa pada dunia
Jika kau baca tulisan ini mungkin aku sudah pergi dalam rasa yang hampa
Jika kau baca tulisan ini mungkin tak lagi mampu aku berkata-kata
Jika kau baca tulisan ini pasti aku sudah marah
Kampar, 4 Agustus 2012 di kursi santai rumahku
Saturday, August 04, 2012
JIKA KAU BACA TULISAN INI
Labels:
SASTRA
PAPER PERTAMA
Sabtu, 4 Agustus 2012
@ruang santai rumahku
Duduk di sofa reyot sambil searching beberapa informasi Call for Paper, kali ini aku tengah bersemangat untuk kembali menulis. Paper pertama yang saat ini tengah kurancang adalah sebuah tulisan yang bernuansa budaya dan modern. Semoga saja paper ini nantinya dapat menjadi paper pertamaku yang tembus di jurnal.
@ruang santai rumahku
Duduk di sofa reyot sambil searching beberapa informasi Call for Paper, kali ini aku tengah bersemangat untuk kembali menulis. Paper pertama yang saat ini tengah kurancang adalah sebuah tulisan yang bernuansa budaya dan modern. Semoga saja paper ini nantinya dapat menjadi paper pertamaku yang tembus di jurnal.
Labels:
PENGALAMAN
Friday, August 03, 2012
PEMBENARAN SEBUAH TINTA SUCI
Kutimbang batas sepi di tengah perjalanan hati
Kubuka cakrawala merah sambil kulukiskan pelipur lara
Di tanah yang kini subur,
Anggrek-anggrek tak pernah mati dan terkubur
Alunan musik Zapin pun senantiasa bersenandung
Melantunkan sejuta harmoni-harmoni keceriaan
Alam yang kukenal tengah riang
Tak ada gelak menakutkan di dalam dirinya
Tak ada sesal, tak ada resah
Alunan Zapin kembali mengiring di tengah kata ceria
Di sini, di kamar ini
Lampion warna warni tengah semarak
Menyuarakan jeritan-jeritan suka
Penuh hura-hura
Penuh sukacita
Berdengung dentaman riangnya hingga malam jauh ke tengah
Mungkin kertas ini dapat jadi saksi
Pembenaran sebuah rahasia
Mungkin tinta ini jadi bukti
Akan adanya sebuah kedalaman hati
Kubuka cakrawala merah sambil kulukiskan pelipur lara
Di tanah yang kini subur,
Anggrek-anggrek tak pernah mati dan terkubur
Alunan musik Zapin pun senantiasa bersenandung
Melantunkan sejuta harmoni-harmoni keceriaan
Alam yang kukenal tengah riang
Tak ada gelak menakutkan di dalam dirinya
Tak ada sesal, tak ada resah
Alunan Zapin kembali mengiring di tengah kata ceria
Di sini, di kamar ini
Lampion warna warni tengah semarak
Menyuarakan jeritan-jeritan suka
Penuh hura-hura
Penuh sukacita
Berdengung dentaman riangnya hingga malam jauh ke tengah
Mungkin kertas ini dapat jadi saksi
Pembenaran sebuah rahasia
Mungkin tinta ini jadi bukti
Akan adanya sebuah kedalaman hati
Labels:
SASTRA
Monday, June 25, 2012
Memoar Indah di Jogja
Perjalanan paling hemat yang pernah
kujalani selanjutnya adalah berkunjung ke Jogja dengan tiket KA Ekonomi dengan
harga 37 ribu rupiah. Perjalanan ke Jogja kami dimulai tanggal 13 Juni 2012 jam
7 malam. Kami berangkat dari stasiun Tanah Abang ke Lempuyangan (Jogjakarta).
Perjalanan dengan KA Ekonomi ini lumayan nyaman walaupun setiap detik selalu
ada pedagang-pedagang yang lalu lalang menawarkan barang dagangannya. Tapi, ya
namanya juga usaha nggak apa-apa sih. Yang penting dia senang kita tenang. Kami
sampai di stasiun Lempuyangan pukul 05.30 pagi. Sesampainya di stasiun
Lempuyangan kami mulai mencari tiket untuk pulang karena sebelumnya di stasiun
Tanah Abang kami kehabisan tiket pulang (kehabisan tiket Ekonomi). Hehehe…
Berhubung karena saat itu hari masih pagi dan loket penjualan tiket belum buka,
kami menyempatkan diri dulu untuk sholat di musholla sekitar stasiun
Lempuyangan. Sarapan pagi kami juga dilakukan di warung depan stasiun. Pukul
07.30, kami pun mulai mengantri membeli tiket hingga akhirnya kami hanya
menemukan tiket AC Ekonomi Gajahwong untuk pulang di tanggal 17 Juni.
Lepas dari urusan tiket, kami mulai
berjalan menuju shelter bus Trans-Jogja yang berada di dekat stasiun ini. Hal
pertama yang sangat aku ingat tentang kota ini adalah kecepatan dari sepeda
motor dan mobil di jalanan kota ini sepertinya lumayan kencang. Kami pun mulai
perjalanan dari shelter Trans Jogja ini ke halte Prambanan karena destinasi kami
selanjutnya adalah Candi Prambanan ini. Nah, satu hal lagi yang sepertinya
lumayan aneh menurutku adalah kami sangat narsis ketika pertama kali sampai di
Jogja. Hal ini terlihat dari banyaknya foto-foto kami di shelter bus Trans
Jogja. Padahal kalau dipikir-pikir shelter bus ini biasa saja. Bedanya ia
terletak di Jogja. Itu saja. Sesampainya di Candi Prambanan, kami memasuki
wilayah Candi dan mulai memesan karcis masuk lengkap dengan wisata Ratu Yelna.
Upps.. Maaf salah, Ratu Boko maksudnya. Hahahaa.. :D
Kami pun diajak oleh bapak guide-nya
ke lokasi Ratu Boko dan mulai berfoto-foto di sana. Berbagai pose dikeluarkan
dari berdiri, jongkok, duduk, berdiri setengah jongkok setengah hingga sampai
berpura-pura jadi wall climbers juga ada. Bagi yang cowok-cowok juga mulai uji
nyali di lokasi ini dengan turun ke tempat pembakaran jenazah di lokasi Ratu
Boko ini. Beralih dari lokasi Ratu Boko, kami menuju Candi Prambanan yang
letaknya lebih dari 3 km dan ditempuh dengan mobil paket wisata Candi ini. Di
Prambanan inilah tenaga kami sudah terkuras habis hingga ada satu awak dari tim
kami yang kerjanya hanya mencari tempat teduh untuk ‘bobok’ siang. Di Prambanan
juga kami masih foto-foto dengan berbagai pose. Rasanya ke Candi ini hanya
untuk mencari view terbaik dan menyelipkan muka di view yang baik itu. Pukul
03.30 sore kami mulai bertolak menuju pantai Parang Tritis, tepatnya Losmen Prasetyo
yang ada di sana. Sebelumnya kami sudah memesan kamar di losmen ini dan
herannya kami bahwa losmen di daerah ini sangat murah. Ya, Rp 40000/malam untuk
3 orang merupakan harga yang ditawarkan oleh pemilik losmen ini untuk kami.
Perjalanan ke Parang Tritis dimulai dari terminal Giwangan yang letaknya
sendiri kami tidak tahu karena tidak ada di dalam peta Jogja yang kami cetak.
Perjalanan ke Parang Tritis ternyata
cukup lama dan membuat ngantuk. Di bus yang kami tumpangi juga sedikit aneh
karena tidak ada kenek bus-nya dan si sopir selalu mengisi bus-nya walaupun
kami sudah empot-empotan di dalam bus yang berukuran lumayan mini itu. Hal ini
juga sangat berkesan bagi salah satu awak tim kami yang sempat kehilangan topi
milik bapaknya di bus ini. Namun, sepanjang perjalanan sebenarnya kami juga
menikmati indahnya Gunung Kidul dan sunset yang timbul tenggelam di balik
rumah-rumah dan pepohonan sepanjang jalan yang kami lalui. Pukul 05.40 kami pun
tiba di losmen Prasetyo. Pertama kali menginjakkan kaki di halaman rumah yang
disulap jadi losmen ini kami awalnya gembira. Si abang-abang penunggu losmen
pun mengantarkan kami ke kamar yang telah kami sewa. Namun, suasana mistis
mulai terasa ketika dua dari awak tim kami pulang dari laut untuk melihat
sunset. Salah seorang dari mereka menceritakan kengerian di losmen ini. Hal ini
didukung juga dengan sepinya losmen yang menjadikan rumah ini bukan seperti
penginapan. Akan tetapi lebih seperti tempat persembunyian di dekat Pantai
Parang Tritis. Malamnya kami mulai berjalan ke arah pantai dan menyusuri laut
disana. Disini juga terasa suasana mistis karena pada malam itu merupakan malam
Jumat Kliwon dimana banyak penduduk yang melakukan ritual-ritual di pantai
tersebut. Tidak jauh dari lokasi ritual juga terdapat semacam pasar kaget yang
menjual berbagai macam jenis dagangan. Mulai dari pakaian, permainan, alat perkakas,
hingga jimat-jimat yang diyakini oleh beberapa orang. Namun, malam itu kami
tidak berlama-lama di pantai karena suasana yang seram dan minimnya penerangan
di pantai itu menjadikan pantai ini sangat tidak menyenangkan untuk dikunjungi
di malam hari.
***
Paginya, kami terlambat bangun. Hal
ini menyebabkan kami tidak sempat menyaksikan sunrise di balik Gunung Kidul
yang letaknya persis di depan losmen kami. Namun, pagi itu juga kami mulai
berbenah dan menuju pantai kembali untuk menikmati suasana di sana. Sesampainya
di pantai, barulah kami melihat indahnya pantai yang tadi malam kami kunjungi.
Ombaknya yang besar menjadi sensasi tersendiri ketika berada di
tengah-tengahnya. Di pantai ini kami mulai bercanda dan berlari-larian
seenaknya. Ketika air surut kami ke tengah, dan ketika ada ombak yang besar
kami mulai berlari-larian. Ada juga beberapa teman kami yang sengaja berfoto di
tengah ombak dan membiarkan pakaiannya basah. Di pantai ini juga ada dokar dan
bapak penjual kacamata. Salah satu trik bapak ini untuk menggaet pelanggan
wanitanya adalah memanggil ‘puteri’ kepada pelanggannya ini. Yah, bagi saya dan
beberapa teman saya yang notabene orang Sumatera pasti akan terbang mendengar
sebutan ini.
Usai bermain-main di pantai kami pun
melanjutkan perjalanan pulang ke Malioboro. Sesampainya di Malioboro kami mulai
mencari hotel dan berencana pergi ke Borobudur. Namun, waktu dan kesempatan
sepertinya tidak berpihak dan hal ini merubah rute kami yakni hanya berbelanja
di Malioboro. Awalnya kami merasa sedikit sedih karena tidak jadi ke Borobudur
di hari itu. Planning yang gagal menjadikan kami bermuram durja hingga akhirnya…Terereeeng…
Malioboro mengubah kesedihan itu menjadi sifat belanja gila yang menjadi-jadi.
Di Malioboro ini kami seolah-olah mendapatkan semangat baru untuk lebih kuat
berjalan, menawar dan mencari oleh-oleh yang pas untuk dibawa pulang. Harga
yang ditawarkan pun lumayan murah dan menjadikan kami sedikit ahli dalam hal
tawar-menawar. Di Malioboro kami menghabiskan waktu sampai malam dan baru
pulang ketika kaki-kaki kami rasanya sudah mau copot. Perjalanan pulang ke
hotel Indonesia merupakan suatu hal terberat yang kami rasakan karena setiap
langkah yang kami lakukan berpeluang bagi kami untuk singgah di kaki lima yang
menawarkan berbagai produk dan oleh-oleh yang membuat silau mata dan hasrat
yang besar untuk menghabiskan uang disana.
Sesampainya di hotel Indonesia, kami
istirahat sejenak dan memulihkan tenaga untuk kembali pergi ke alun-alun
selatan Jogja. Perjalanan ke alun-alun selatan kami tempuh dengan berbecak ria
dan menikmati malam di Jogja. Jogja memang kota yang indah dan temaram di malam
hari. Jauh dari hiruk pikuk dan hingar bingar dunia metropolitan yang terkadang
masih semrawut ketika malam tlah tiba. Di alun-alun selatan, kami mulai mengisi
perut terlebih dahulu dengan mencicipi makanan khas dan minuman khas Jogja.
Tidak lupa juga kami menikmati suara-suara pengamen di Jogja yang mana
mengamennya tergolong bagus dan berkualitas. Setelah makan-makan, kami mulai
mencoba mitos pohon beringin yang ada di alun-alun selatan ini. Ketika mencoba
beringin inilah aku merasa benar, namun ternyata salah. Langkah yang melenceng
dan halusinasi semu yang menjadikan aku tak sampai-sampai ke tengah beringin
ini. Bosan mencoba, aku pun mengurungkan niatku untuk kembali melangkah dan
menjadikan mitos ini hanya mitos. Hahaha… Emang gue pikirin.
Selepas mencoba mitos beringin yang
aneh itu, kami pun naik sepeda hias yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa
sehingga menjadikan sepeda ini sangat digandrungi oleh wisatawan yang
berkunjung ke daerah ini. Kami bersepeda sebentar saja (hanya 2 keliling)
alun-alun dan setelah itu kami pun kembali ke hotel.
***
Pagi ini kami bangun tepat waktu.
Pukul 06.00 aku dan salah satu awak tim kami mulai berbecak ria menuju pusat
oleh-oleh Bakpia Pathuk 25. Kami pun mulai blenja-blenji Bakpia untuk dibawa
pulang. Setelah itu pukul 07.00 kami mulai perjalanan ke Candi Borobudur dengan
terlebih dahulu ke terminal Jombor. Di terminal Jombor inilah kami menyempatkan
diri untuk sarapan di angkringan dan membeli bekal makan siang untuk di Candi
nantinya. Perjalanan ke Borobudur merupakan perjalanan yang cukup lama, sekitar
3 jam. Setelah sampai di terminal Borobudur kami pun mulai berjalan kaki ke
arah Candi di tengah cuaca terik hari itu. Sesampainya di Candi, kami pun mulai
membeli karcis dan masuk ke Candi dengan terlebih dahulu menggunakan batik yang
diikatkan ke pinggang. Pembatikan ini dilakukan untuk menjaga kelestarian batik
di mata dunia (ini opiniku, opinimu). Nah, di Borobudur ini satu-satunya
kegiatan yang kami lakukan adalah FOTO-FOTO dan BERNARSIS RIA. Namun, salah
satu dari awak tim kami yang dulunya pernah mencari lokasi ‘bobok’ siang di
Candi Prambanan lagi-lagi hanya menjadi fotografer di acara foto-foto ini.
Sepertinya ia kurang tertarik untuk menjadi objek foto. Di Borobudur kami
menghabiskan waktu yang cukup lama hingga siang dan kami pun makan siang di
pelataran candi dengan bekal yang telah kami bawa sebelumnya.
Setelah itu kamipun pulang dan juga
sempat ‘nyangkut’ di pasar tradisional yang kembali menawarkan oleh-oleh khas
Jogja dan Borobudur di sini. Perjalanan pulang dari Borobudur kami rasa sangat
melelahkan. Hal ini terlihat dari kondisi seluruh tim yang tertidur pulas di
bis angkutan menuju Jombor. Dari Jombor kami pun kembali menuju hotel Indonesia
untuk mengambil barang-barang yang kami titipkan sebelumnya. Pukul 05.00 sore,
kami pun menuju mesjid sekitar Malioboro untuk sholat magrib kemudian setelah
itu kami menuju shelter Trans Jogja untuk menuju stasiun Lempuyangan karena
pukul 07.20 KA Gajah Wong akan berangkat kembali ke Jakarta. Perjalanan di bus
kami habiskan dengan bersenda gurau dan perpisahan kecil-kecilan dengan kota
ini. Di dalam bus kami tertawa cekikikan dan mulai ngalor ngidul nggak jelas.
Hingga akhirnya kami merasa perjalanan ini terlalu lama. Padahal jika dilihat di
peta, jarak antara Malioboro dan stasiun tidak begitu jauh. Dan ternyata… Kami
salah dalam memilih moda transportasi menuju stasiun. Salah seorang bapak
mengatakan, ‘Ada baiknya kalau tadi kalian naik becak saja. Kalau naik ini sama
saja kalian mengelilingi Jogja dengan bus’. Serasa mendengar langit akan runtuh
karena sebentar lagi Kereta kami akan berangkat. Disitu kami mulai panik dan
berkeluh kesah. Ada juga yang frustasi sampai ada yang sakit perut mendadak.
Hingga akhirnya kami tiba di shelter bus dekat stasiun pukul 07.10 malam.
Padahal untuk menuju stasiun kami harus berjalan kaki beberapa ratus meter yang
mana hal itu sangat tidak mungkin ditempuh dengan waktu 10 menit. Namun, ternyata
Tuhan memiliki jalan lain dimana untungnya ada 1 tukang ojek dan 1 becak yang
ada di shelter itu sehingga kami menggunakan 1 ojek dan 1 becak ini untuk
mengangkut kami dan barang-barang kami ke stasiun. Tapi ironisnya, bagi para
lelaki yang ikut dalam ekspedisi ini, mereka diharuskan berlari
sekencang-kencangnya karena tidak muat di ojek dan becak ini. Hingga berkat
kerja keras, keyakinan dan semangat juang yang tinggi, kami pun tiba di stasiun
Lempuyangan tepat waktu. Dan ternyata lagi, keretanya telat 10 menit dan inilah
hal yang menyebabkan kami tidak terlambat pulang ke Jakarta.
Sayonara Jogjakarta… :*
Labels:
TRAVELLING
Sunday, June 24, 2012
PULAU PARI, PULAU NATURAL
Pulau Pari merupakan salah satu
destinasi wisata bawah laut yang terletak di Kepulauan Seribu Jakarta. Pulau
ini memang belum se-populer dengan Pulau Pramuka, Pulau Bidadari dan Pulau
Tidung yang ada di Kepulauan Seribu. Namun, keindahan biota bawah laut di pulau
ini lebih mengesankan dibandingkan beberapa pulau yang telah disebutkan
sebelumnya. Perjalananku kali ini dimulai tanggal 9 Juni 2012 lalu. Aku dan
teman-teman sengaja berkunjung ke Pulau Pari dalam rangkaian kegiatan Green
Tourism Act dimana program ini bekerja sama dengan GCUI (Green Community
Universitas Indonesia) dan Green Peace. Perjalanan dari Pulau Pari ini dimulai
sejak pukul 06.00 pagi dari kampus Universitas Indonesia hingga akhirnya kami
tiba di Muara Angke pada pukul 08.10. Satu hal yang harus diketahui oleh para
petualang yang hendak berkunjung ke lokasi wisata kepulauan seribu adalah kita
harus mengetahui budget yang kita miliki dan waktu yang dimiliki ketika
berwisata. Jika anda ingin pelayanan dan service yang mewah, anda bisa
menyeberang dari Pelabuhan Marina Ancol dengan menggunakan feri mewah. Namun,
jika anda ingin berlama-lama menikmati terombang-ambing di laut dengan kapal
kayu bermesin, anda cukup menyeberang lewat Pelabuhan Muara Angke. Tentu saja
dari harga yang ditawarkan kedua fasilitas ini memiliki perbedaan pada harga,
ketepatan waktu dan tingkat kenyamanannya.
Di hari pertama kedatanganku di Pulau
ini kami disambut oleh beberapa warga yang sangat ramah. Perjalananku dimulai
dari pelabuhan pulau ini ke villa yang akan kami tempati. Untuk masalah tempat
tinggal, pulau ini menyediakan banyak rumah warga yang bersedia ditempati.
Selain itu juga ada lokasi LIPI yang biasanya digunakan sebagai tempat
penelitian di pulau ini dan para wisatawan juga dapat menginap di gedung LIPI
tersebut. Pastinya dengan seizin pihak daerah Pari ini sendiri. Hehehe… Nah,
siang itu kami makan di lokasi LIPI kemudian setelah itu segera menuju ke
lokasi penanaman bakau. Satu hal yang harus dibawa ke pulau ini adalah sandal jepit.
Kenapa? Ya, dengan sandal jepit kita bisa masuk laut tanpa harus terpijak sepihan
karang yang tajam. Dengan sandal jepit kita juga bisa makan di warung atau
restoran. Maka tak heran jika alas kaki yang paling populer bagi para
backpacker adalah sandal jepit. So pasti kita juga harus milih-milih dong sandal
jepitnya. Jangan sampai terlalu jelek juga.
Setelah puas menanam bakau di pesisir
pantai pulau ini kami menuju pelabuhan pari untuk menemui bapak-bapak yang
sampannya sudah kami sewa untuk mengantarkan kami ke tempat snorkeling. Di
Pulau ini kita sangat mudah dalam hal menemukan tempat penyewaan alat-alat
snorkeling karena sebagian besar masyarakatnya menjadikan jasa penyewaan
alat-alat snorkeling sebagai profesi mereka. Snorkeling di pulau pari ini
sangat menyenangkan. Saat itu aku kebagian snorkeling di daerah antara pulau
Pari dan pulau Tikus dimana lokasi snorkeling ini sangat dijaga kebersihan dan
tingkat pencemarannya. Nah, dalam ber-snorkeling inilah aku kewalahan
melaksanakannya karena kegiatan ini adalah hal yang baru bagiku. Untuk
snorkeling digunakan beberapa peralatan seperti snorkel (pipa untuk bernapas),
kacamata air, pelampung dan fin (kaki katak). Pertama kali si bapak membagikan
peralatan snorkeling awalnya aku hanya diam saja dan urung mengikuti beberapa
temanku yang sudah kegirangan akan snorkeling. Phobia-ku terhadap laut (takut
tenggelam karena tak bisa berenang) menjadikan kami (aku dan temanku vivi) semakin
menjauhi alat-alat snorkeling ini. Namun, melihat kegirangan orang-orang di
dalam laut itu aku pun tergerak untuk mengambil alat-alat snorkeling dan mulai
menggunakannya. Pertama kali menggunakan snorkel, aku rasanya mau muntah karena
di dalam snorkel itu masih ada sisa-sisa air laut yang asin dan aku
membayangkan alat snorkel itu adalah bekas mulut orang lain sebelumnya. Setelah
menggunakan alat snorkel, aku pun berlatih bernafas sebentar dan mulai
menggunakan kacamata air. Dasarnya orang udik, aku tidak sengaja bernafas di
dalam kacamata tersebut sehingga muncullah embun di kacamataku ini.
Namun, aku seolah-olah sudah sangat
mahir dan mulai menceburkan diri ke dalam laut dengan terlebih dahulu
menggunakan pelampung. Nah, ketika menceburkan diri mulai timbul rasa takut di
dalam diriku. Entah kenapa rasanya ombak di tempat itu menjadi arus yang sangat
mengerikan bagiku dan akhirnya aku cuma nempel di tangga sampan kami. Penasaran
dengan terumbu karang, sesekali aku mencelupkan wajahku untuk melihat karang-karang
yang indah di lokasi ini. Namun, hingga akhirnya kegiatan snorkeling selesai
aku hanya bisa nempel di tangga dan sesekali mencelupkan muka. Kalau
diingat-ingat, rasanya aku pengen belajar berenang deh supaya nggak rugi lagi.
Setelah snorkeling usai, kami pun
pulang karena perjalanan sudah magrib. Perjalanan pulau dari lokasi ini sungguh
menyenangkan. Hal ini disebabkan karena sunset di tengah laut yang dapat kalian
nikmati secara jelas seakan memberi tahu kalian batas cakrawala dari pantai
pulau ini. Hingga akhirnya, malam pun tiba dan kami melanjutkan beberapa acara
seperti talkshow dan hiburan malam bersama di pulau ini.
Keesokan harinya, aku dan vivi mulai
mencari sampel air yang akan kami teliti nantinya sepulang dari acara ini. Maklum,
kami dikirim kesini dalam misi riset yang mana hal ini juga membuka peluang
jalan-jalan gratis bagi kami. Kami pun mulai mencari sampel air di sekitar
dermaga LIPI yang lumayan banyak sampahnya. Ya, itung-itung melihat sisi lain
dari pulau ini. Hehehe… Setelah itu kami pun menuju Pantai Pasir Perawan yang
sangat populer di pulau ini.
Berbicara tentang Pasir Perawan,
sepertinya nama ini sangat cocok buat pantai yang satu ini. Disini kalian dapat
melihat pantai pasir putih dengan beberapa tumbuhan laut seperti bakau dan
pandan laut yang sangat mempesona. Tidak jarang juga terdapat karang-karang di
pantai ini karena ketika kami kesana sepertinya pantai sedang dalam posisi
surut. Satu hal yang sangat mengesankan tentang pantai ini adalah pasir
putihnya yang sangat halus dan terlihat masih perawan (maksudnya belum banyak
diinjek orang). Pantai ini terbilang cukup sepi dan sangat cocok untuk
dijadikan lokasi ‘Me Time’. Di Pulau Pari juga terdapat Pohon Abadi yang
merupakan pohon tua yang sudah ada sejak zaman dulu kala. Pohon ini sangat
rindang dan dapat dijadikan lokasi nongkrong yang sangat bagus di siang bolong
yang panas. Tentunya dengan ditemani es kelapa muda yang dapat ditemukan di
warung-warung pulau ini.
Labels:
TRAVELLING
LAUT PULAU PARI BERKEMBANG NAMUN TERANCAM
Oleh : Tim Riset Pulau Pari dalam rangkaian acara Green Tourist Act 2012
Perkembangan wisata Pulau Pari saat
ini merupakan salah satu dampak dari apresiasi global masyarakat terhadap
lingkungan dan kehidupan bawah laut. Wisata bawah laut Pulau ini dapat dikatakan
sedang berkembang, namun bisa jadi perkembangan ini mengancam kehidupan biota
laut di daerah ini.
Pemandangan
wisata bawah laut Pulau Pari memang terbilang lebih memukau dibandingkan Pulau
Tidung yang saat ini sudah banyak dikunjungi oleh banyak turis baik domestik
maupun mancanegara. Pulau Pari yang memiliki luas sebesar 40,32 ha dengan
jumlah penduduk sekitar 697 jiwa merupakan salah satu pulau di Kepulauan Seribu
yang masih tergolong cukup alami. Keadaan inilah yang memancing beberapa
wisatawan untuk berkunjung ke pulau ini dan menikmati pemandangan bawah lautnya
yang mengesankan.
Pulau
Pari pernah dikenal sebagai salah satu daerah penghasil rumput laut. Namun saat
ini hanya beberapa masyarakat saja yang mengelola dan membudidayakan rumput
laut ini sebagai mata pencahariannya. Sebagian besar masyarakat di Pulau Pari
terlihat lebih tertarik dengan pengembangan wisata pulau ini sehingga saat ini
banyak terlihat berbagai jenis villa, sepeda, dan peralatan snorkeling
yang disewakan di pulau ini.
Pada
tanggal 9-11 Juni 2012 lalu, tim riset sampel air dari Green Community UI
berhasil melakukan riset kecil mengenai sampel air laut di Pulau Pari ini.
Adapun tujuan dari riset ini untuk mengetahui tingkat kekeruhan, DO (oksigen
terlarut), TDS (Total Dissolve Solid),
pH, dan warna dari air laut pulau ini yang diambil di dua titik sebagai sampel.
Pengujian air dilakukan di Laboratorium Teknik Penyehatan dan Lingkungan
Universitas Indonesia.
Sampel
air yang diambil dalam riset ini terdiri dari 2 jenis sampel yakni sampel A
(air laut yang diambil dengan jarak ± 0,2 km dari garis pantai) dan sampel B
(air laut yang diambil dengan jarak ± 5 km dari garis pantai). Berikut adalah
hasil dari pengujian dua sampel air tersebut.
Parameter yang diuji
|
Sampel A
|
Sampel B
|
Alat yang digunakan
|
pH
|
7,75
|
7,79
|
pH-meter
|
TDS (mg/L)
|
31400
|
32700
|
TDS-meter
|
Warna (PtCo)
|
37
|
2
|
Spektrofotometri DR 2000
|
Kekeruhan (NTU)
|
8,43
|
0,68
|
Turbidimeter
|
DO (mg/L)
|
2,83
|
5,90
|
DO-meter
|
Dari
hasil pengujian yang dilakukan, diketahui bahwa sampel air A memiliki perbedaan
karakteristik dengan sampel B. Pengujian air dengan lima parameter ini
sesungguhnya belum mencukupi untuk pengujian air baku air minum layak konsumsi
atau tidak. Dalam riset ini, tim GC UI merujuk kepada Permenkes Nomor
492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum dan PP RI No 82
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pencemaran Air. Dari kelima
parameter yang diuji, terdapat beberapa perbedaan nilai yang cukup signifikan
antara kedua sampel khususnya di parameter warna, oksigen terlarut, dan
kekeruhan sampel ini.
Sampel A memiliki nilai yang cukup
tinggi untuk warna dan kekeruhan sehingga berpengaruh pada nilai DO (oksigen
terlarut dalam air) yang semakin rendah. Hal ini disebabkan karena semakin
keruh suatu air maka kemampuan fotosintesis tumbuhan air akan semakin rendah akibat
kurangnya atau terhalangnya cahaya matahari yang masuk sehingga hal ini
menyebabkan produksi oksigen dalam air semakin sedikit. Minimnya oksigen di
dalam air laut akan menyebabkan sulitnya biota laut untuk hidup. Warna pada
sampel air dengan jarak 0.2 km tidak memenuhi Permenkes tersebut di atas dengan
kadar maksimum 15 PtCo (TCU).
Selain
itu dari segi kekeruhan pun sampel A tidak memenuhi standar pada Permenkes
Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 dengan kadar maksimum 5 NTU. Nilai DO (oksigen
terlarut) yang hanya sebesar 2.83 mg/L juga hanya memenuhi air kelas IV (batas
minimum 0) untuk mengairi pertanaman dan menunjukkan pencemaran tingkat sedang
(rentang 2.0-4.4 pada tabel status kualitas air sumber Lee et. al., 1978).
Dengan kondisi parameter air di atas maka perkembangbiakan ikan berkemungkinan
kecil atau tidak ada karena kandungan oksigennya yang rendah. Selain warna dan
keruhnya air yang menghambat proses aerasi (masuknya oksigen dari udara ke
dalam air), nilai DO yang kecil juga disebabkan adanya polutan baik organik dan
anorganik seperti plastik, kayu, sterofoam, yang ditemukan di pinggir pantai
dan kemungkinan sisa dari pembangunan yang tampak di seberang lokasi
pengambilan sampel. Tidak adanya tumbuhan air yang berfotosintesis menghasilkan
oksigen, juga dapat menjadi faktor pendukungnya.
Pada
sampel B, parameter warna memenuhi Permenkes Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010
tentang Persyaratan Kualitas Air Minum dan PP RI No 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pencemaran Air. Meskipun begitu, air pada titik ini
tidak bisa diputuskan aman dikonsumsi karena banyak parameter lainnya yang
harus dipenuhi. Nilai kekeruhan yang hanya di bawah 5 NTU yaitu 0.68 sangat
baik sehingga hal ini memungkinkan untuk fitoplankton berfotosintesis dengan
baik. Hal ini terlihat dari nilai DO sebesar 5.90 yang dapat dikatakan baik dan
masuk kelas II dalam PP RI No 82 Tahun 2001. Menurut peraturan tersebut,
peruntukan air jenis ini (kelas II) cocok untuk tempat rekreasi. Dari riset
lapangan secara kasat mata juga dapat dilihat pada lokasi pengambilan sampel
ini telah dijadikan salah satu titik snorkeling (melihat terumbu di
dasar laut dari permukaan) oleh para wisatawan yang berkunjung ke pulau ini karena
terumbu karang yang hidup di dalam air laut ini dapat berkembang dengan baik.
Dengan kandungan DO seperti itu, organisme air lain juga dapat berkembang
dengan cukup baik.
Sedangkan,
untuk nilai pH sampel A dan B sebesar 7.75 dan 7.79 menunjukkan tingkat air
yang cukup netral (rentang 6.5-8.5), tidak terlalu asam maupun basa. Untuk
nilai TDS, kedua sampel ini memiliki nilai yang besar yaitu berturut-turut
31400 dan 32700 mg/L yang mana sesuai Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 bernilai maksimum
500 dan PP RI No 82 Tahun 2001 kelas IV (kelas paling rendah) bernilai maksimum
2000 mg/L. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya kandungan garam yang
cukup besar sehingga TDS (kandungan residu solid/ padatan terlarut dalam air)
yang menyebabkan rasa pada air, cukup besar pula.
Labels:
LINGKUNGAN
Friday, June 01, 2012
Masih Seperti Bintang
Aku terjaga dari huru hara dunia,
Karena alam semakin mendesak resah,
Terkenang masa-masa ketika melankolis dilakoni,
Membayang raga bersama kelip malam angkasa,
Kau tak cuma taburkan rasa dimana aku diam,
Kau juga integrasikan pikiranku tuk sepertimu,
Walau namamu ini haram kutulis,
Tapi seyogyanya tak akan ada yang boleh melarang,
Kau tak pernah wujudkan mimpiku,
Hanya menjadi bayang-bayang dan diam menghilang,
Adakalanya aku benar-benar merasa terlambat,
Mengakhiri dan relakan perjalananku perjalananmu,
Sinarmu masih terangi malam dan aku lihat itu,
Tapi, tetap saja masih haram kutulis namamu dalam kertas ini,
Depok, 24 Februari 2012
Yelna Yuristiary
Karena alam semakin mendesak resah,
Terkenang masa-masa ketika melankolis dilakoni,
Membayang raga bersama kelip malam angkasa,
Kau tak cuma taburkan rasa dimana aku diam,
Kau juga integrasikan pikiranku tuk sepertimu,
Walau namamu ini haram kutulis,
Tapi seyogyanya tak akan ada yang boleh melarang,
Kau tak pernah wujudkan mimpiku,
Hanya menjadi bayang-bayang dan diam menghilang,
Adakalanya aku benar-benar merasa terlambat,
Mengakhiri dan relakan perjalananku perjalananmu,
Sinarmu masih terangi malam dan aku lihat itu,
Tapi, tetap saja masih haram kutulis namamu dalam kertas ini,
Depok, 24 Februari 2012
Yelna Yuristiary
Labels:
SASTRA
Subscribe to:
Comments (Atom)