Kaku bersama dikau
Di dipan reyot bersama kaki dan tubuh kaku
Aku terseok sambil nangis dengan dikau
Menatap kehampaan dan seisi rumah kembali kelabu
Kakiku kaku
Diriku kikuk
Mataku beku
Dingin tertumbuk percikan es dari antartika dan salju
Aku kaku bersama sembilu
Kau beku dengan salju
Sembilu jadi kaku
Salju buat beku
Kaku beku di malam minggu
Menapak jalanan kota-kota kelu yang bergemuruh
Kembali kaku, bisu dan beku
Kaku aku bisu aku aku beku
Kaku
Bisu
Beku
Oleh : Yelna Yuristiary
Mahasiswi jurusan Teknik Sipil UI
Friday, December 31, 2010
KAKU BISU BEKU
Labels:
SASTRA
Wednesday, December 22, 2010
NOKTAH-NOKTAH KECIL PELARUT SAJAK
Noktah-noktah kecil membisu
Mengambil sajak dari kalbu
Noktah-noktah kecil terserak
Menghampiri segala penjuru raga yang meretak
Noktah-noktah kecil menangis
Bersama nelangsa di buki-bukit belibis
Aku tenggelam bersama rumput padang yang berkijaban
Melangkah tertatih di tengah hamparan ombak gelisah
Melayang bersama lingkaran setan
Tertumbuk pecah terkurung terpaan badai kebisingan kota-kota
Aku di sini kembali bersama angin dan ranting-ranting yang runtuh
Menapak langit dengan sejuta helaan nafas yang ambigu
Seakan tertekan dan tergilas pahitnya pasca zaman batu
Amboi kawanku...
Baiknya saja aku tinggal di rumah dan gubuk itu
Tak kurasa kejamnya kota dewa-dewa pembunuh
Andai saja aku kini bersama ibu
Akan kuikat raganya dan ragaku agar kami tetap menyatu
Walaupun noktah itu beku
Walaupun sajak-sajakku runtuh
Aku ingin tetap bersama ibu...
Oleh : Yelna Yuristiary
Mahasiswi jurusan Teknik Sipil UI
Mengambil sajak dari kalbu
Noktah-noktah kecil terserak
Menghampiri segala penjuru raga yang meretak
Noktah-noktah kecil menangis
Bersama nelangsa di buki-bukit belibis
Aku tenggelam bersama rumput padang yang berkijaban
Melangkah tertatih di tengah hamparan ombak gelisah
Melayang bersama lingkaran setan
Tertumbuk pecah terkurung terpaan badai kebisingan kota-kota
Aku di sini kembali bersama angin dan ranting-ranting yang runtuh
Menapak langit dengan sejuta helaan nafas yang ambigu
Seakan tertekan dan tergilas pahitnya pasca zaman batu
Amboi kawanku...
Baiknya saja aku tinggal di rumah dan gubuk itu
Tak kurasa kejamnya kota dewa-dewa pembunuh
Andai saja aku kini bersama ibu
Akan kuikat raganya dan ragaku agar kami tetap menyatu
Walaupun noktah itu beku
Walaupun sajak-sajakku runtuh
Aku ingin tetap bersama ibu...
Oleh : Yelna Yuristiary
Mahasiswi jurusan Teknik Sipil UI
Labels:
SASTRA
Sunday, December 12, 2010
Aku Hanyalah Aku
Batu hamparan yang pertama kali kulihat
Kutulis sajak untuk memanggil jiwamu
Jiwa yang pernah terluka oleh sebuah pengkhianatan
Jiwa yang pernah teriris oleh pisau kemunafikan
Kau sosok yang kini kujaga
Kulindungi dari segala cerca
Kupandangi dan kuagungkan bersama segala rencana
Wahai kau sosok yang terkadang diam membisu
Aku tak tahu dimana ku harus letakkan pesonaku
Pada alamkah, pada tubuhkan, pada perilakukah
Pada batinkah, pada eksistensikah atau pada segalanya yang buat aku sempurna?
Kau sosok yang kini kudamba
Aku tak mampu wujudkan masa lalumu yang hilang
Aku tak dapat menjadi dia yang telah injak harga dirimu
Aku tak mampu rangkul kau dengan hati yang masih tertinggal
Aku hanya dapat menjadi aku
Bukan dia ataupun mereka
Aku hanya mampu seperti ini
Seorang wanita penulis sajak hati
Oleh : Yelna Yuristiary
Mahasiswi jurusan Teknik Sipil UI
Kutulis sajak untuk memanggil jiwamu
Jiwa yang pernah terluka oleh sebuah pengkhianatan
Jiwa yang pernah teriris oleh pisau kemunafikan
Kau sosok yang kini kujaga
Kulindungi dari segala cerca
Kupandangi dan kuagungkan bersama segala rencana
Wahai kau sosok yang terkadang diam membisu
Aku tak tahu dimana ku harus letakkan pesonaku
Pada alamkah, pada tubuhkan, pada perilakukah
Pada batinkah, pada eksistensikah atau pada segalanya yang buat aku sempurna?
Kau sosok yang kini kudamba
Aku tak mampu wujudkan masa lalumu yang hilang
Aku tak dapat menjadi dia yang telah injak harga dirimu
Aku tak mampu rangkul kau dengan hati yang masih tertinggal
Aku hanya dapat menjadi aku
Bukan dia ataupun mereka
Aku hanya mampu seperti ini
Seorang wanita penulis sajak hati
Oleh : Yelna Yuristiary
Mahasiswi jurusan Teknik Sipil UI
Labels:
SASTRA
Malam dan Senja Lalu
Kutanya malam-malam yang terbang
Pernahkah kau datang tuk sekedar patrikan rasa nyaman?
Kupanggil senja-senja yang tlah berlalu
Sekadar menghilangkan keraguan dan rasa rindu
Ketika malam itu berlalu
Senja juga enggan untuk menunggu
Firasat hati juga tak menentu
Apakah kau pemuda itu?
Walau tak seperti dia,
walaupun dirimu bukan dewa
Malam-malamku sunyi tanpa suaramu peri biru
Kau datang dengan sejuta embel-embel yang buat hati ngilu
Wahai pemuja rasa yang tlah kutanam
Tampakkan wujudmu tanpa adanya kekangan dari mereka
Kutanya kembali malam-malam yang pernah datang
Mampukah kutulis sajak untukmu lagi?
Kupanggil senja-senja yang penuh kisah
Dan kujahit namamu di hatiku
Agar tidak pudar
Agar aku tak jenuh
Hingga rasa itu menghilang
Oleh : Yelna Yuristiary
Mahasiswi jurusan Teknik Sipil UI
Pernahkah kau datang tuk sekedar patrikan rasa nyaman?
Kupanggil senja-senja yang tlah berlalu
Sekadar menghilangkan keraguan dan rasa rindu
Ketika malam itu berlalu
Senja juga enggan untuk menunggu
Firasat hati juga tak menentu
Apakah kau pemuda itu?
Walau tak seperti dia,
walaupun dirimu bukan dewa
Malam-malamku sunyi tanpa suaramu peri biru
Kau datang dengan sejuta embel-embel yang buat hati ngilu
Wahai pemuja rasa yang tlah kutanam
Tampakkan wujudmu tanpa adanya kekangan dari mereka
Kutanya kembali malam-malam yang pernah datang
Mampukah kutulis sajak untukmu lagi?
Kupanggil senja-senja yang penuh kisah
Dan kujahit namamu di hatiku
Agar tidak pudar
Agar aku tak jenuh
Hingga rasa itu menghilang
Oleh : Yelna Yuristiary
Mahasiswi jurusan Teknik Sipil UI
Labels:
SASTRA
Monday, December 06, 2010
SI SANJANI 77
Malam ketika aku lihat dunia
Aku saksikan segalanya dengan sentuhan senja
Siluet maroon juga tak kalah membentur lara
Menandakan bahwa aku mungkin tengah murka
Di malam ketika aku buka cakrawala
Kulihat apa-apa yang buatku sedih
Kuselusuri segala hal yang memberatkan hati
Aku tak tahu apakah puisi ini akan tetap berlanjut
Mengingat dan mengenang yang ke-100 sudah lenyap
Aku tak yakin apakah ini dapat menjadi pelipur lara
Ataukah ini penyempurna duka
Semua masih terkunci rapat-rapat bersama kebisuan si Sanjani
Kawan...
Apakah puisi ini akan berakhir rapuh?
Seiring tertorehnya luka di sini
Luka yang terbalut oleh malam
Luka yang terpaut oleh senja
Luka yang ada bersama dia di negeri antah berantah
Aku saksikan segalanya dengan sentuhan senja
Siluet maroon juga tak kalah membentur lara
Menandakan bahwa aku mungkin tengah murka
Di malam ketika aku buka cakrawala
Kulihat apa-apa yang buatku sedih
Kuselusuri segala hal yang memberatkan hati
Aku tak tahu apakah puisi ini akan tetap berlanjut
Mengingat dan mengenang yang ke-100 sudah lenyap
Aku tak yakin apakah ini dapat menjadi pelipur lara
Ataukah ini penyempurna duka
Semua masih terkunci rapat-rapat bersama kebisuan si Sanjani
Kawan...
Apakah puisi ini akan berakhir rapuh?
Seiring tertorehnya luka di sini
Luka yang terbalut oleh malam
Luka yang terpaut oleh senja
Luka yang ada bersama dia di negeri antah berantah
Labels:
SASTRA
Lamunan di Atas Atap
Aku tengah terjaga di tengah sunyi senyapnya malam
Merayap sambil tengah kedinginan dan mencekam
Mengamati burung hantu yang keluar dari sarang dan siap menerkam
Aku sembunyi di balik pohon-pohon rukam
Sembunyikan diri dari taktik musuh-musuh yang kejam
Kubawa bedil, parang dan senjata tajam
Kukalungkan laras panjang penembus raga dan nyawa musuh bebunyutan
Kini mereka makin dekat
Sedekat mentari di waktu ini
Kini mereka semakin tak terlihat
Dengan beribu cindai yang menghijab antek-antek berbahaya
Kuamati kembali mereka dari jauh
Di antara tali-tali sauh yang kian dekat dan merapuh
Kupandangi lekat-lekat seakan mereka pergi jauh
Dan akupun tak mau bersedih di kala itu
Lamunanku terbang rupanya, Kawan...
Terbang dan nyangkut di atas atap dan dijepit bunga flamboyan
Lamunanku terbawa topan dan badai yang kencang
Menutup hari-hariku dengan bertambahnya kedukaan
Merayap sambil tengah kedinginan dan mencekam
Mengamati burung hantu yang keluar dari sarang dan siap menerkam
Aku sembunyi di balik pohon-pohon rukam
Sembunyikan diri dari taktik musuh-musuh yang kejam
Kubawa bedil, parang dan senjata tajam
Kukalungkan laras panjang penembus raga dan nyawa musuh bebunyutan
Kini mereka makin dekat
Sedekat mentari di waktu ini
Kini mereka semakin tak terlihat
Dengan beribu cindai yang menghijab antek-antek berbahaya
Kuamati kembali mereka dari jauh
Di antara tali-tali sauh yang kian dekat dan merapuh
Kupandangi lekat-lekat seakan mereka pergi jauh
Dan akupun tak mau bersedih di kala itu
Lamunanku terbang rupanya, Kawan...
Terbang dan nyangkut di atas atap dan dijepit bunga flamboyan
Lamunanku terbawa topan dan badai yang kencang
Menutup hari-hariku dengan bertambahnya kedukaan
Labels:
SASTRA
Monday, October 18, 2010
MALAM BERKABUNG
Malam berkabung bersama nuansa sunyi yang menyelinap
Terhambur di bias-bias air mata yang terurai
Tergelung dihimpit ikatan ombak kegetiran
Amboi rasanya malam yang sangat berkabung
Di tengah hamparan duka yang berpita nestapa
Angin kembali sapa jalak-jalak nelangsa di tepian hati yang duka
Malam ini malam yang berkabung
Aku utarakan sajak-sajak pengenang diri
Pembalut sukma dan raga yang terkoyak
Bersama malam yang kian berkabung
Aku tiupkan roh-roh hitam yang kian garang
Biar saja semuanya kacau
Karena kumau itu
Bersama malam yang berkabung dengan nuansa sunyi yang menyelinap
Kuhimpit sesak nada-nada yang gelisah
Kubiarkan tangis-tangis pecah
Biar nestapa
Biar berduka
Biar kegelapan menyeruak diantara ribuan mata yang gelisah
Terhambur di bias-bias air mata yang terurai
Tergelung dihimpit ikatan ombak kegetiran
Amboi rasanya malam yang sangat berkabung
Di tengah hamparan duka yang berpita nestapa
Angin kembali sapa jalak-jalak nelangsa di tepian hati yang duka
Malam ini malam yang berkabung
Aku utarakan sajak-sajak pengenang diri
Pembalut sukma dan raga yang terkoyak
Bersama malam yang kian berkabung
Aku tiupkan roh-roh hitam yang kian garang
Biar saja semuanya kacau
Karena kumau itu
Bersama malam yang berkabung dengan nuansa sunyi yang menyelinap
Kuhimpit sesak nada-nada yang gelisah
Kubiarkan tangis-tangis pecah
Biar nestapa
Biar berduka
Biar kegelapan menyeruak diantara ribuan mata yang gelisah
Labels:
SASTRA
BERMAIN BERSAMA BANGAU
Bertempat di tepian danau tenang
Bangau-bangau tersenyum sambil datang
Menepis lara seraya terbang
Tinggalkan sebuah kenangan yang tak lekang
Aku bermain bersama kanak-kanak kota
Yang bias tawanya menyembul diantara suka cita
Aku berujar sambil menata
Hati-hati kecil yang pernah terselubung duka
Kawan...
Jika alam dapat angkat tangan
Ingin ia buktikan bahwa relung tak tenang
Dapatlah juga ia patrikan semangat yang kian terkuatkan
Seandainya alam memang paham
Cindai-cindai sutera yang tutup segala kegundahan
Bangau-bangau tersenyum sambil datang
Menepis lara seraya terbang
Tinggalkan sebuah kenangan yang tak lekang
Aku bermain bersama kanak-kanak kota
Yang bias tawanya menyembul diantara suka cita
Aku berujar sambil menata
Hati-hati kecil yang pernah terselubung duka
Kawan...
Jika alam dapat angkat tangan
Ingin ia buktikan bahwa relung tak tenang
Dapatlah juga ia patrikan semangat yang kian terkuatkan
Seandainya alam memang paham
Cindai-cindai sutera yang tutup segala kegundahan
Labels:
SASTRA
DEBU NEGERIKU
Debu negeriku tercium selalu
Bersama malam yang semakin kelabu
Bernaungkan sebatang pohon waru
Di tengah angkasa dan semangat yang menggebu
Debu negeri terasa getir mengalir di dalam nadi
Membanjiri hati dengan beribu kerinduan sunyi
Menguatkan tekad untuk bangkit berdiri
Berharap dapat tampak lagi pucuk-pucuk nipah dari tanah ini
Riau...
Kurindukan dikau sepanjang malam di pelataran kecil cita-cita
Kuinginkan kehangatan kotamu di tajuk wacana setiap suara
Kulambaikan tangan seolah kau lihat aku dari sana
Riau...
Janjiku untuk kembali dan dekap eratmu tanpa batas
Takkan kulepas sampai berbekas
Kan slalu kupeluk kau Riau-ku...
Karena kini kurasa aku tlah jatuh cinta padamu
Bersama malam yang semakin kelabu
Bernaungkan sebatang pohon waru
Di tengah angkasa dan semangat yang menggebu
Debu negeri terasa getir mengalir di dalam nadi
Membanjiri hati dengan beribu kerinduan sunyi
Menguatkan tekad untuk bangkit berdiri
Berharap dapat tampak lagi pucuk-pucuk nipah dari tanah ini
Riau...
Kurindukan dikau sepanjang malam di pelataran kecil cita-cita
Kuinginkan kehangatan kotamu di tajuk wacana setiap suara
Kulambaikan tangan seolah kau lihat aku dari sana
Riau...
Janjiku untuk kembali dan dekap eratmu tanpa batas
Takkan kulepas sampai berbekas
Kan slalu kupeluk kau Riau-ku...
Karena kini kurasa aku tlah jatuh cinta padamu
Labels:
SASTRA
Saturday, October 16, 2010
PERGERAKAN MATAHARI
Kutatapi wajahnya sejenak penuh tanya
Apakah ia akan mengutarakan kegalauan yang terus ada?
Atau, ia masih saja menimbun dedaunan layu?
Membuatku menanti dengan dungu
Pergantian matahari kini tengah kunanti
Tapi tak kunjung tibanya ia ke muka bumi
Apa yang terjadi?
Di rimba kabut pagi yang kelam
Di hamparan padang yang telah gersang
Gersang dengan kelamnya malam yang senantiasa datang dan abadi
Kapan pergantian matahari?
Desiran angin pun menanti
Kicauan burung pun mogok karena ini
Apakah aku akan selalu di tengah rimba kelam dua sisi?
Antara harapan dan kekecewaan
Antara kemenangan dan kekalahan
Antara kejujuran dan kemunafikan
Kapan matahariku berganti?
Aku tengah menanti dan menanti
Di kota kelam yang pernah cerah dengan sinarmu
Apakah ia akan mengutarakan kegalauan yang terus ada?
Atau, ia masih saja menimbun dedaunan layu?
Membuatku menanti dengan dungu
Pergantian matahari kini tengah kunanti
Tapi tak kunjung tibanya ia ke muka bumi
Apa yang terjadi?
Di rimba kabut pagi yang kelam
Di hamparan padang yang telah gersang
Gersang dengan kelamnya malam yang senantiasa datang dan abadi
Kapan pergantian matahari?
Desiran angin pun menanti
Kicauan burung pun mogok karena ini
Apakah aku akan selalu di tengah rimba kelam dua sisi?
Antara harapan dan kekecewaan
Antara kemenangan dan kekalahan
Antara kejujuran dan kemunafikan
Kapan matahariku berganti?
Aku tengah menanti dan menanti
Di kota kelam yang pernah cerah dengan sinarmu
Labels:
SASTRA
Subscribe to:
Comments (Atom)