Malam ini aku berinisiatif membuka laptop dengan harapan ada beberapa informasi terbaru yang kudapat dari teman-teman kantor. Sayup-sayup dari luar kamar masih kudengar tawa dan canda para mahasiswa/i yang tinggal satu atap denganku. Terkadang suara mereka terdengar sangat pongah dengan segala lelucon ala remaja yang mereka buat. Walaupun sudah lima tahun aku menetap di sini, namun dapat dipastikan bahwa akulah satu-satunya penghuni istimewa rumah kos ini. Sambil mengernyitkan dahi dan melangkah ke arah pintu, tiba-tiba kudengar tawa itu hilang begitu saja. Hmm… Urung kubuka pintu kamar dengan maksud akan mengingatkan mereka bahwa suaranya sangat menggangguku. Kembali aku menuju meja kerjaku yang dipenuhi laptop plus charger-nya, segelas teh hangat dan beberapa buku bacaan ringan maupun berat yang terkadang menjadi teman setia di kala sepi melanda. Sudah dua hari aku tidak masuk kerja dengan alasan tidak enak badan. Sejak Selasa lalu aku merasa sangat kelelahan dan butuh istirahat sejenak karena baru saja melaksanakan survey besar-besaran di pesisir selat Sunda. Pembangunan jembatan yang akan menghubungkan Jawa dan Sumatera memang memakan waktu dan tenaga yang lumayan besar dan membutuhkan etos kerja yang tinggi, khususnya bagi seorang engineer seperti aku. Walaupun aku seorang wanita, ternyata aku juga mampu memasuki profesi yang biasanya ditekuni oleh kaum adam tersebut. Setahun yang lalu aku diterima di perusahaan multi-nasional yang cukup ternama di mata dunia itu. Dengan IPK yang melebihi 3,5 dan segala kemampuan non-akademik yang aku miliki akhirnya perusahaan tersebut merentangkan tangannya dan menyambutku sebagai keluarga barunya dengan harapan dapat memperbaiki pembangunan di daerah yang akan menjadi targetnya. Aku pun ditempatkan sebagai konsultan dalam perusahaan ini, lebih tepatnya sebagai konsultan kontraktor.
Perjalanan karir yang tengah kutempuh tidak hanya berlandaskan kebulatan tekad dan prestasi yang kumiliki. Namun ada faktor lain yang presentase-nya sangat besar yang memengaruhi kesuksesan yang kini tengah kuraih di usiaku yang masih muda. Ya… Keberuntungan sepertinya senantiasa menyertaiku di setiap langkah yang kutempuh. Ada pepatah bijak yang mengatakan bahwa keberuntungan tidak ada tanpa dilengkapi persiapan dan kesempatan. Aku sendiri tak tahu mengapa, hanya saja inilah takdir hidup yang kujalani. Apapun yang terjadi dengan goresan tangan yang telah digariskan Tuhan akan senantiasa kuterima dengan lapang dada.
Aku mulai memasang muka serius dan mulai membaca satu per satu email yang ada di inbox-ku. Dari 17 email masuk ada 15 email yang kuanggap tidak penting karena email tersebut hanya berisi notifikasi dari beberapa situs jejaring sosial yang ku-ikuti. Ada dari Facebook, Twitter hingga Interpals. Adapun dua email yang kuanggap penting tersebut berasal dari Mr. Andrew yang merupakan seorang atasanku di kantor dan dari Lusiana, tante pemilik rumah kos ini.
Perlu kalian ketahui bahwa selama aku menempuh jenjang S1 di salah satu universitas favorit di Indonesia ini aku telah tinggal di rumah kos ini. Rumah ini adalah rumah salah seorang adik ibu yang kini telah pindah ke daerah Semarang. Tante Lusi, begitu panggilan akrabnya telah pindah setahun yang lalu ke Semarang dan menyerahkan rumah ini sepenuhnya kepadaku. Oleh karena itulah aku dapat memastikan bahwa akulah penghuni kamar yang paling spesial di rumah ini. Selain sebagai penghuni rumah tertua, aku juga sebagai tangan kanan dari si empunya rumah yang bertugas menjaga ketenangan dan ketertiban kawasan rumah kos ini. Dalam hal mengaplikasikan aturan di rumah kos aku juga tidak main-main dalam menjalaninya. Setiap penghuni kamar diwajibkan menjaga ketertiban, kebersihan, keamanan dan keindahan lingkungan rumah kos. Tidak terkecuali setiap penghuni juga harus menjaga nama baik dengan tidak melakukan tindakan-tindakan bodoh ala ababil (ABG-ABG labil) yang kini tengah marak-maraknya.
Ku-klik cursor ke arah email dengan subjek ‘pesan’ dari Tante Lusi
< from: lusiana01@yahoo.com >
Hi Alisa sayang
Apa kabar di sana? Apa kabar juga dengan rumah tante? Aman-aman aja kan?
Oya, ini kamu dapet salam dari dedek Opay yang lagi nakal-nakalnya. Trus besok pas liburan jangan lupa jalan-jalan ke Semarang ya
Kalo masalah rumah titipin aja entar sama engkong Dudun. Dijamin aman tuh…
Tantemu tercinta,
Lusiana :*
Tak terasa aku pun mulai tersenyum simpul membaca email yang sepertinya ditulis dengan penuh semangat itu. Terbayang wajah Tante Lusi yang begitu sumringah ketika tahu bahwa aku memutuskan untuk tinggal di rumah kos-nya selama aku menempuh studi-ku. Terbayang juga setiap tindakannya yang sangat mengistimewakan aku. Satu lagi hal yang sangat membekas dibenakku ketika ia baru saja dikaruniai anak laki-laki yang diberi nama Naufal yang sering kami panggil dengan sebutan ‘Opay’. Kebahagiaannya begitu membuncah dengan kehadiran anak semata wayangnya dan ia pun memutuskan untuk kembali ke Semarang dimana tempat eyang dan eyang kakung tinggal.
Kali ini aku dihadapkan dengan satu lagi email yang kuanggap lebih mengerikan dibanding adegan horor The Ring yang pernah kutonton. Apalagi kalau bukan email dari Mr. Andrew. Seorang pemuda yang mungkin usianya tidak jauh beda dariku namun wataknya sangat keras dan tergolong sangat berdisiplin tinggi. Tak hanya pekerjaan yang berhubungan dengan bidang ilmunya saja yang ia kritik habis-habisan. Namun, setiap pegawai yang ada di kantornya itu ia selidiki habis-habisan untuk mengetahui kinerja masing-masing orang. Sampai-sampai dulu ada suatu kejadian yang menurutku sangat lucu yang pernah terjadi di sebuah perusahaan multi-nasional itu. Ya… Apalagi kalau bukan hasil investigasi Mr. Andrew yang menangkap basah seorang pegawai yang tengah mengobrol dengan pacarnya dengan menggunakan telepon kantor. Tidak tanggung-tanggung, Mr. Andrew juga sempat terlibat dengan pembicaraan sepasang sejoli tersebut. Di sinilah hal lucunya. Selidik punya selidik ternyata Mr. Andrew menyadap semua telepon kantor sehingga jika ada suatu pembicaraan yang jauh hubungannya dengan urusan kantor Mr. Andrew dapat mengetahui bahkan ikut berbicara langsung seperti yang ia lakukan beberapa waktu yang lalu.
Aku pun meng-klik email terakhir yang belum kubaca tersebut. Email dengan subjek ‘segera’ yang menggetarkan hati segera menyambutku dengan sensasinya.
Selamat siang Alisa.
Saya harap kamu bisa hadir di rapat besok untuk memaparkan estimasi rencana pembangunan proyek jembatan Jawa-Sumatera.
Sebuah pesan yang dapat dikatakan sangat to the poin. Ya… Itulah Mr. Andrew yang sangat serius dan disiplin. Aku juga bingung dengan sikapnya yang terkadang begitu dingin dengan pegawai-pegawainya. Tak ada kata basa-basi di dalam kamus hidupnya. Yang ada hanya segera, harus, laksanakan, bla bla bla. Namun mungkin hal inilah yang menjadikan seorang Mr. Andrew berhasil menjadi pemimpin di perusahaan yang disegani banyak orang ini.
Bosan rasanya menghadap layar laptop yang semakin kusam dengan perintah untuk segera masuk kerja keesokan harinya, akupun mulai membuka serentetan situs jejaring sosial yang aku miliki. Di dalamnya ada banyak informasi yang terkadang tidaklah penting bagi seorang yang sudah bekerja seperti aku ini. Hanya saja jiwa muda yang masih kumiliki menuntun jari-jemariku untuk terus meng-klik status, membalas komentar teman dan menekan tuts-tuts laptop dengan harapan sebuah kesenangan akan indahnya tali pertemanan. Bosan dengan Facebook, akupun mulai merambah Twitter dan tidak sampai 15 menit aku mengutak-atik dan me-re-tweet teman-temanku aku beralih pada interpals. Diantara sejumlah jejaring sosial yang aku miliki, mungkin inilah salah satu situs jejaring sosial yang menambah kosa-kata bahasa asingku. Di Interpals aku dapat bertemu dengan orang-orang dari berbagai belahan dunia. Aku memiliki teman-teman dari Rusia, Kanada, Jepang hingga Alaska sekalipun. Salah satu teman baikku di situs ini adalah Siharouluska yang kerap aku sapa dengan panggilan Kristi. Kami sudah berteman sejak lama. Sejauh ini yang kutahu Kristi merupakan sosok yang sangat menyenangkan dan bertalenta luar biasa. Kristi memiliki kegemaran melukis yang mana sebagian lukisannya ia simpan di interpals dan aku dapat melihatnya.
Sambil menyeruput teh hijau yang mulai dingin, aku pun membuka folder-folder di laptop yang sudah lama tidak pernah aku usik keberadaannya. Salah satu folder dengan judul ‘kenangan’ pun kupilih kemudian tampillah sejumlah foto-foto masa remaja yang sangat aku rindukan. Di dalam foto-foto ini terlihat bagaimana mukaku yang dulunya sangat hitam karena sering terpapar panas. Di foto ini juga terlihat banyak kisah kasih diantara beberapa dari teman-temanku itu. Pada beberapa foto juga kulihat ada beberapa pose yang menurutku itu sangat jelek dan hanya aku yang boleh melihatnya karena aku difoto ketika sedang mengunyah donat yang dulunya sering dibagikan setiap hari Sabtu di sekolahku. Entah mengapa foto-foto ini terlihat begitu asing dan perlu diperbaharui tampilannya, khususnya wajahku yang kini telah kelihatan cukup bersinar dan terawat bersih.
Wajahku kini tidak lagi berminyak dan gelap seperti dahulu. Aku sendiri tak paham dengan perubahan kulitku. Hanya saja, aku merasa beruntung dengan adanya perubahan ini. Toh, dengan kulit wajah yang tidak lagi berminyak aku terlihat semakin segar dan fresh tanpa harus selalu mencuci muka. Tiba-tiba icon Yahoo Messenger milikku memberikan sinyal bahwa ada satu undangan chat dari temanku. Kubuka dan ku-klik. Tanpa disangka orang yang mengundangku untuk chat bersamanya adalah Wahid. Pemuda yang menyenangi fotografer itu adalah temanku di masa SMA dahulu. Dia adalah ketua OSIS di sekolah kami. Ya,,, Itu adalah sekolah kami.
Sekolah ini adalah sekolah terbaik di Indonesia. Sekolah yang banyak melahirkan generasi-generasi muda pembangun bangsa. Sekolah yang baru seumur jagung hingga ketika kami lulus namun telah menorehkan sejuta prestasi yang gemilang. Sekolah ini juga yang telah mengajarkanku arti sebuah pengorbanan dan persahabatan dalam jumlah besar. Setiap angkatan di sekolah ini memiliki satu komitmen dan satu perjuangan yang mungkin hanya dapat dilihat oleh angkatan mereka. Sekolah ini juga yang telah memperkenalkanku dengan dunia yang begitu berwarna. Alasan itulah yang membuatku hingga saat ini masih menyimpan dengan baik foto-foto di masa-masa itu. Jika dipikir-pikir, walaupun hardisk laptopku hampir penuh dan segala memory yang telah kugunakan juga penuh, aku akan tetap memilih untuk menyimpan segala kenangan ini di laptopku. Tak ada yang bisa menandingi visualisasi kenangan itu dan akan tetap kujaga selamanya. Begitulah kasihnya aku akan kenangan dari sekolah itu. Bukan karena sekolahnya yang bagus dan memiliki prestasi tinggi yang kuagung-agungkan. Hanya saja, teman-teman seperti mereka akan sulit kutemukan walaupun aku telah menyusuri setapak-setapak kehidupan di dunia ini.
Sepertinya Wahid sudah lama menunggu responku untuk membalas undangannya. Kutekan tombol accept, kemudian
Wahid says : guten abend (Selamat malam)
Alifa says : guten abend Wahid… Ich hab’schon lange nicht von dir gehort? (Bagaimana kabarmu selama ini?)
Wahid says : Gut… Und du? (Baik… Dan kamu?)
Alifa says : Es geht… :D (Biasa saja) Kamu masih di Jerman, hid?
Wahid says : Masih Fa. Bentar lagi aku pulang ke Indonesia. Tahun depan, akhir Desember mungkin. :D
Alifa says : Wah, hebat kamu hid. Jadi dokter Jerman nih ceritanya. Kamu rencananya mau ambil spesialisasi juga?
Wahid says : Iya. Tapi aku mau di Indonesia dulu setahun. Oya, katanya kamu sekarang kerja di perusahaan multi-nasional gitu ya?
Alifa says : Iya nih. Nggak tau juga kenapa ya. Hahaha… Asik juga sih. Tapi tau nggak, boss-ku orangnya disiplin banget hid. Pokoknya perfeksionis deh. Sampai-sampai nggak boleh ada debu yang nempel tuh di mejanya.
Wahid says : Wah, bagus donk. Kayak di sini jadinya
Alifa says : Tapi dia juga orangnya jarang senyum hid. Dikit-dikit cemberut dan pasang muka jutek gitu. Gimana nggak serem. Padahal mungkin kalo dipikir-pikir umurnya nggak jauh dari kita. Palingan Cuma beda setahun dua tahun doang.
Wahid says : Ya sudah Alifa. Sabar aja
Sesaat hening…
Aku juga telah mengalihkan perhatianku pada sebuah komentar di Wall Facebook milikku.
‘lagi suntuk dengan rutinitas yang itu-itu aja ’
Nisa : ‘tidur aja :p’
Reply : ‘tidur mulu sih lo :p . Pantes gendut..ahahaha..’
Nisa : ‘daripada lo… kerja di kantornya beruang :p’
Reply : ‘enak aja… ntar gw sampaiin nih sama si boss.hahaha :D’
Nisa : ‘emang bisa, fa? Kan si beruang ngga suka punya akun FB. Kuno tuh dia. Hmm…Kasian banget dia. Padahal masih muda. Kebahagiaannya terenggut pekerjaannya tuh.hahahaa…’
Reply : ‘ahahaa..bisa aja lo’
Begitulah sekelumit percakapanku dengan Nisa, teman sekantorku yang kebetulan juga satu ruangan denganku di perusahaan multi-nasional itu. Kerapkali kami saling bercanda dan menertawakan Mr. Andrew. Biar tau rasa, pikirku. Namun, ada-ada saja hal-hal unik yang kami temukan jika bersama. Baik aku dan Nisa sama-sama dapat menangkap kejelekan dan keanehan Mr. Andrew.
***
Sekali lagi Wahid menunggu Alifa yang tiba-tiba menghentikan percakapan mereka berdua. Padahal sebentar lagi ia harus berangkat ke Jungfernstieg yang merupakan kawasan perekonomian yang sangat elit di bagian utara Jerman itu. Di sana ia juga sudah ada janji dengan teman-temannya yang berasal dari Indonesia untuk sekedar berburu panorama kota Hamburg. Salah satu sasaran mereka adalah gedung Rathaus (pemerintahan) Hamburg. Di Jerman, khususnya Hamburg setiap gedung masih menunjukkan identitasnya sebagai kota tua Eropa. Lampu-lampu jalan di kota ini juga masih menggunakan lampu-lampu yang berwarna kuning sebagai penggambaran akan kentalnya budaya Eropa disini. Selain itu, bangunan-bangunan megah yang ada di Hamburg juga di desaign sedemikian menariknya. Kebanyakan bangunan-bangunan di Hamburg tampilan luarnya masih menunjukkan design arsitektur Eropa kuno, akan tetapi jika kita masuk ke dalam dapat dipastikan kita semua tercengang-cengang dengan isi bangunannya yang sangat modern. Sudah 6 tahun lebih Wahid tinggal di Negara yang dikenal dengan pemimpinnya yang kejam (Hitler) ini. Saat ini ia sedang melaksanakan praktikum studi-nya di rumah sakit universitasnya. Wahid yang tengah menempuh pendidikan di Medizinische Fakultät , Uni Hamburg diperkirakan tahun depan akan menyelesaikan studinya dan resmi di sumpah untuk menjadi seorang dokter yang memegang kuat kode etik profesi tersebut.
Jam tangannya menunjukkan pukul 03.00 sore, sementara pukul 05.00 ia harus menemui Fahri, Dimas dan Agus. Setelah menunggu sekian menit balasan chat dari Alifa, ia pun memutuskan untuk segera mengecek jadwal keberangkatan kereta api ke Jungfernstieg di HVV. HVV merupakan salah satu situs yang ada di Jerman untuk mengecek jadwal keberangkatan alat-alat transportasi, khususnya kereta api yang ada di wilayah Jerman. Kereta api adalah salah satu alat transportasi yang fundamental bagi Negara Jerman selain bus. Di HVV tertera bahwa kereta api yang akan berangkat dari Harburg pukul 03.50. Hmm… Saatnya bersiap-siap karena untuk menempuh perjalanan ke Hamburg dari Harburg akan memakan waktu yang cukup lama. Wahid segera bergegas mengenakan pakaian musim semi nya, mengisi tas hitamnya dengan kamera Canon SLR kesayangannya. Hanya beberapa menit kini Wahid sudah berada di persimpangan Seevetal yang merupakan bangunan flatnya. Ia pun berjalan sedikit dan sampai ke terminal bus terdekat di kota kecil Schulzentrum itu. Perjalanan di bis pun terkadang merupakan hal-hal yang sayang dilewati di daerah Jerman ini. Dari dalam bus Wahid dapat melihat bunga-bunga tulip yang bermekaran di musim semi ini. Alam pun seakan menyongsong bus yang ditumpangi Wahid hingga sampai di stasiun S-Bahn terdekat di Harburg. Di kanan dan kiri jalan yang dilaluinya juga menampakkan kemegahan kota kecil ini. Sesungguhnya kemegahan yang tercipta bukan karena gedung-gedung pencakar langit yang ada di Harburg ini. Akan tetapi kemegahan ini tercipta karena alamnya yang begitu harmonis dan sejuk dipandang, apalagi jika bertepatan dengan musim semi seperti ini. Hanya beberapa menit kini Wahid telah menginjakkan kakinya di stasiun S-Bahn yang ada di kota kecil dan bersahaja itu. Segera ia mengecek kembali jadwal keberangkatan.
Tak lama kemudian Wahid telah masuk ke dalam gerbong kereta api menuju Hamburg. Bedanya kereta api di Jerman dan Indonesia sangat terasa. Kereta api yang ada di Negara-negara maju kebanyakan adalah kereta api dengan kecepatan tinggi yang mana antara roda dan rel kereta apinya dipengaruhi medan magnet. Hal ini dirancang sedemikian rupa dengan tujuan agar kereta api yang memiliki kecepatan tinggi tersebut tetap berada di jalurnya. Selain itu kereta api di Negara-negara maju bagian depannya selalu dirancang dengan design yang agak lancip dengan tujuan agar kereta tersebut tidak terbang karena kecepatannya yang demikian tingginya. Design lancip yang ada di bagian depan kereta api akan membuat tekanan udara yang ada di atas kereta api akan lebih besar daripada tekanan udara di bagian bawah sehingga kereta api tetap berada di relnya.
Wahid menikmati perjalanannya dengan sangat nyaman karena kereta api di Negara maju seperti Jerman tidak memberi guncangan yang cukup kuat seperti kereta api yang ada di Negara asalnya. Menurut ilmu yang ia pelajari, guncangan disebabkan oleh rel kereta api yang biasanya bersambungan. Akan tetapi, untuk kereta api dengan kecepatan tinggi rel yang memiliki sambungan yang cukup banyak itu dapat membahayakan. Oleh karena itu baik dari segi rel dan kereta api yang ada di Negara maju sudah dirancang sedemikian rupa dengan mengatasnamakan kenyamanan dan keamanan transportasi sehingga penduduk di Negara maju tidak pernah was-was untuk menggunakan sarana transportasi umum baik itu kereta maupun bus. Perjalanan di dalam kereta ini juga memberikan banyak inspirasi bagi Wahid tentang negaranya. Akan lebih baik jika Indonesia tetap mempertahankan identitasnya, begitu pikirnya. Indonesia di mata dunia tidak begitu dikenal karena ia belum mampu menunjukkan identitas dirinya yang sesungguhnya. Namun, ketika Wahid pertama kali sampai di Jerman pada awal tahun 2000 silam, ada satu pernyataan orang Jerman yang menurutnya terdengar sangat miris mengenai Negara yang sangat ia cintai ini. Ketika itu ia sedang berbincang-bincang dengan salah seorang bule di Jerman.
Bule : Hai Mister. Kamu dari Asia? Dari Singapore atau Jepang?
Wahid : Ya, saya dari Asia. Tetapi saya dari Indonesia, bukan Singapore atau Jepang.
Bule : Hmm… Dimana itu?
Wahid : Dari tempat B.J. Habibie berasal.
Bule : Oya, saya tahu tempat itu. Bali ya? B.J. Habibie dari Bali. Negara yang sangat indah alamnya.
Wahid saat itu hanya bisa tersenyum dan menjawab, “Bukan. Bali itu bagian dari Indonesia”. Itulah percakapan pertamanya dengan seorang Bule asal Jerman yang pernah ia temui di daerah Frankfut, tempat ia pertama kali menginjakkan kakinya di Jerman. Dari pembicaraan itu saja Wahid merasa ada yang janggal dengan tanah airnya. Negara yang terkenal namun tidak terkenal. Kebanyakan para backpacker mengenal Bali. Namun hanya beberapa orang saja yang mengetahui Indonesia dan menjadikan Negara itu sebagai daerah tujuan perjalanan di waktunya yang akan datang.
Kini jam menunjukkan pukul 04.50 p.m. Fila yang dikenakan Wahid kini bertumpu pada jalanan berbatu kota yang eksotis ini. Baru saja ia keluar dari U-Bahn. Jalanan berbatu yang tertata rapi pun menemani langkahnya mengelilingi Rathaus. Puas menjelajah dan memandangi setiap sudut gedung tua yang dijadikan gedung pemerintahan ini, Wahid mulai merasa enggan untuk terus mencari teman-temannya.
‘Daripada aku mencari-cari mereka, alangkah lebih baiknya aku berburu panorama indah disini’, batinnya bergidik.
Jepret… Jeprett…!!!
Jepret sana, Jepret sini.
Tak jauh dari bidikan kameranya yang canggih, Wahid pun mendapatkan satu angle yang bagus. Kawasan elit di daerah Jurnfeinsteig ini menampakkan dirinya disaat senja akan tiba. Lampu-lampu temaram berwarna kuning keemasan menghiasi daerah sekitar took-toko megah dan gedung perkantoran di sekitarnya. Kawanan burung-burung juga enggan menyombongkan diri dan hanya segera lalu di kawasan ini. Diawali dengan satu ekor, dua, hingga puluhan ekor merpati terbang dan hinggap di kawasan taman kota ini. Kepakan sayapnya pun membelah udara ketika Wahid membidiknya dan mengabadikan momen-momen ketika ia harus menunggu ketiga temannya yang juga berencana memburu panorama di kawasan tersebut.
Sudah hampir 30 menit menunggu ponsel Wahid bordering.
“Hid, sorry bro. 10 menit lagi kami sampai. Tadi si Agus salah liat jadwal kereta. Maaf ya”, sahut Fahri ketika Wahid telah mengangkat ponselnya.
“Oeit… See you masbro”, sambung Wahid.
Klik.
Kembali dirinya menapaki kawasan elit dengan pusat perekonomian yang cukup besar itu. Ya… Jurfeinsteig merupakan kota kecil di Hamburg yang paling dikenal sebagai pusat perekonomian yang tergolong maju. Selain dihiasi dengan berbagai bangunan kuno yang terawat apik, Hamburg adalah kota tua yang begitu memperlihatkan wajah Jerman di masa dulunya. Hamburg sama halnya dengan Kota Tua yang ada di Jakarta. Hanya saja, pelaksanaan perawatan yang ada di Jakarta dapat dikatakan tergolong buruk jika dibandingkan dengan Hamburg. Pemerintah Jerman begitu menghargai masa lalu dan jati dirinya. Salah satu kebijakan yang sangat mengagumkan yang ada di Negara ini adalah penetapan kota Hamburg sebagai kota sejarah. Pemerintah kota membebaskan setiap orang membangun kembali suatu bangunan yang ada di kota ini. Kreatifitas seorang arsitek juga tidak dibatasi dalam membangun kota Hamburg ini. Hanya saja, setiap bangunan yang dipugar kembali hendaknya memiliki bentuk luar yang masih mencerminkan bangunan kota tua Eropa di abad yang lalu. Maka jangan heran jika di Hamburg ini ada bangunan yang dari luar terlihat kuno, akan tetapi di bagian dalamnya teramat sangat modern.
(bersambung...)
No comments:
Post a Comment