Papan catur retak
Bersama nama-nama bangsawan
Terlibat konspirasi terkemuka
Mengalirkan darah nestapa
Merembes darinya luka-luka kesedihan
Papan catur rusak
Tergilas roda kencana para cendekia
Bersama ringkikan kuda yang membahana
Menutup nadir-nadir kehidupan yang terbuang
Melantunkan bias huru-hara
Alam kembali mengerang
Bersama papan catur yang menyeruak
Melantunkan angin diam dan menghidupkannya
Kini kuputar lagi waktu bersama papan catur yang hilang
Lari dari arena
Terbang jauh dari kehidupan
Papan caturku rusak
Karena dia orang-orang jahannam
Sunday, March 21, 2010
Papan Catur
Labels:
SASTRA
Biarkan Saja
Bersama dari simpulan aurora di sela senja
Terajut bersama bulir-bulir kerinduan
Mereguk mimpi bersama
Mengalunkan malam yang tlah lalu
Aku berdiri terpaku
Nyalang mata menerobos sela kehidupan
Panas tanpa hujan tak lagi dipedulikan
Biarkan saja malam diam
Biarkan saja angin runtuh
Biarkan saja amarah retak
Kulampiaskan jauh-jauh mereka jauh
Biar saja jauh biar tak kulihat
Semua berawal dari siluet dibungkus malam
Bersama dedaunan yang terbuang
Meniti paku-paku hidup yang dalam
Biar saja
Karena ku tak tahu
Karena ku menyerah
Karena ku tak acuh
Terajut bersama bulir-bulir kerinduan
Mereguk mimpi bersama
Mengalunkan malam yang tlah lalu
Aku berdiri terpaku
Nyalang mata menerobos sela kehidupan
Panas tanpa hujan tak lagi dipedulikan
Biarkan saja malam diam
Biarkan saja angin runtuh
Biarkan saja amarah retak
Kulampiaskan jauh-jauh mereka jauh
Biar saja jauh biar tak kulihat
Semua berawal dari siluet dibungkus malam
Bersama dedaunan yang terbuang
Meniti paku-paku hidup yang dalam
Biar saja
Karena ku tak tahu
Karena ku menyerah
Karena ku tak acuh
Labels:
SASTRA
Saturday, January 02, 2010
Keikhlasan Ayah
Cerita ini sebuah realita
Seorang ayah yang begitu setia
Tangannya kasar dan bersisik
Karna t'lah coba lepas jerat kemiskinan keluarganya
Aku ini hanya sang petualang
Dari negeri seribu mimpi
Malam itu aku lihat si ayah menanti
Upah kerja di pagi hari
Ia duduk di depan sebuah rumah yang berpagar tinggi
Kedua tangannya bertaut
Sepertinya tengah berharap
Ketika kutanya,
Sedang apa gerangan ia,
Terdengar...
Jawaban lugu si ayah
"Aku hendak belikan baju lebaran untuk anakku. Semoga saja malam ini kudapat upah kerjaku selama seminggu".
Oleh:
Yelna Yuristiary
Seorang ayah yang begitu setia
Tangannya kasar dan bersisik
Karna t'lah coba lepas jerat kemiskinan keluarganya
Aku ini hanya sang petualang
Dari negeri seribu mimpi
Malam itu aku lihat si ayah menanti
Upah kerja di pagi hari
Ia duduk di depan sebuah rumah yang berpagar tinggi
Kedua tangannya bertaut
Sepertinya tengah berharap
Ketika kutanya,
Sedang apa gerangan ia,
Terdengar...
Jawaban lugu si ayah
"Aku hendak belikan baju lebaran untuk anakku. Semoga saja malam ini kudapat upah kerjaku selama seminggu".
Oleh:
Yelna Yuristiary
Kisah Di Peraduan Putri Yeye
Malam sunyi di peraduan Putri Yeye
Disana banyak anggrek
Bertabur dan berpautkan arang
Seia sekata tuk saling mendukung
Di peraduan Putri Yeye
Terhimpun sejuta pelajaran
Terserak sejuta kenangan
Angan silam yang tertutup lembaran kenangan
Di peraduan Putri Yeye
Pelbagai nuansa kelap kelip kunang-kunang
Menghambur berpendar-pendar
Bersama dirikan kursi reyot yang tua
Di peraduan Putri Yeye
Ilmu dari jalan yang panjang tertuang
Di selembar sutera suci
Dengan setangkai pena sebagai pengukir
Di peraduan dia
Kini dapat kulihat
Bergeloranya alam di sendu matanya
Kampar, 30 Desember 2009
Oleh : Yelna Yuristiary
Disana banyak anggrek
Bertabur dan berpautkan arang
Seia sekata tuk saling mendukung
Di peraduan Putri Yeye
Terhimpun sejuta pelajaran
Terserak sejuta kenangan
Angan silam yang tertutup lembaran kenangan
Di peraduan Putri Yeye
Pelbagai nuansa kelap kelip kunang-kunang
Menghambur berpendar-pendar
Bersama dirikan kursi reyot yang tua
Di peraduan Putri Yeye
Ilmu dari jalan yang panjang tertuang
Di selembar sutera suci
Dengan setangkai pena sebagai pengukir
Di peraduan dia
Kini dapat kulihat
Bergeloranya alam di sendu matanya
Kampar, 30 Desember 2009
Oleh : Yelna Yuristiary
Labels:
SASTRA
Angin Masih Diam
Ketika waktu berlalu
Hati jelmakan rasa, lalu-lalang
Melanglang buana seantero cakrawala
Amboi angin yang lalu
Gemerisik daun dibuatnya, agak patah pula ranting kayu
Seketika...
Angin diam, senyap, sepi
Galau aku melihat nelangsa
Menanti kabar si angin diam
Kapan lagi angin kemari ?
Jika ia masih diam
Kubang, 4 Oktober 2009
Oleh : Yelna Yuristiary
Hati jelmakan rasa, lalu-lalang
Melanglang buana seantero cakrawala
Amboi angin yang lalu
Gemerisik daun dibuatnya, agak patah pula ranting kayu
Seketika...
Angin diam, senyap, sepi
Galau aku melihat nelangsa
Menanti kabar si angin diam
Kapan lagi angin kemari ?
Jika ia masih diam
Kubang, 4 Oktober 2009
Oleh : Yelna Yuristiary
Labels:
SASTRA
SI SANJANI 71
Kini sudah banyak camar yang datang
Mengendus bau semerbak warna-warni
Menggenggam setiap asa dan karsa
Ketika camar masih tegak di sini
Kepingan jiwa tengah terpecah
Terburai bersama dendam dan logika
Mengambang terbang melayang
Melanglang buana senatero negeri
Ketika itu Sanjani hanya diam
Terkunci rapat di balik bilik bambu
Sepertinya ingin ia suarakan satu kata
Lemah lembut angin
Membisikkan kerinduan yang terkubur
Bersama angin sore yang mendesing
Kukayuh lagi sepeda tua yang kumiliki
Masih bersama camar yang membatu
Menjejakkan kaki di tanah yang usang
Hingga aku lelah,
akan kukayuh sepeda tua sampai Sanjani bicara
Kubang, 16 November 2009
Oleh : Yelna Yuristiary
Mengendus bau semerbak warna-warni
Menggenggam setiap asa dan karsa
Ketika camar masih tegak di sini
Kepingan jiwa tengah terpecah
Terburai bersama dendam dan logika
Mengambang terbang melayang
Melanglang buana senatero negeri
Ketika itu Sanjani hanya diam
Terkunci rapat di balik bilik bambu
Sepertinya ingin ia suarakan satu kata
Lemah lembut angin
Membisikkan kerinduan yang terkubur
Bersama angin sore yang mendesing
Kukayuh lagi sepeda tua yang kumiliki
Masih bersama camar yang membatu
Menjejakkan kaki di tanah yang usang
Hingga aku lelah,
akan kukayuh sepeda tua sampai Sanjani bicara
Kubang, 16 November 2009
Oleh : Yelna Yuristiary
Labels:
SASTRA
SI SANJANI 72
Semakin jauh aku berlayar
Menyebrangi anak sungai bercabang
Mengarung arus di samudera luas
Makin banyak yang aku lihat
Di tengah hiruk pikuknya kejadian
Mulai dari masalah yang kecil hingga yang kompleks
Ketika aku masih berjalan
Kudapati seribu mimpi yang terbang
Melayang dan hilang
Di bawahnya ada banyak kanak-kanak yang menangis
Terurai air matanya dengan kesedihan
Pilu dalam tragedi yang mencuat
Di tanah ini, di waktu ini
Banyak kupandangi mereka yang sendu
Menangisi nasib tragis di tangannya
Namun kutahu teman
Waktu terus berjalan
Pesanku padamu,
"Tentanglah angin seberapa kuat dirimu. Tentang sekuat-kuatnya. Hingga nanti dirimu terbang bersama layang kehidupan".
Kubang, 16 November 2009
Oleh : Yelna Yuristiary
Menyebrangi anak sungai bercabang
Mengarung arus di samudera luas
Makin banyak yang aku lihat
Di tengah hiruk pikuknya kejadian
Mulai dari masalah yang kecil hingga yang kompleks
Ketika aku masih berjalan
Kudapati seribu mimpi yang terbang
Melayang dan hilang
Di bawahnya ada banyak kanak-kanak yang menangis
Terurai air matanya dengan kesedihan
Pilu dalam tragedi yang mencuat
Di tanah ini, di waktu ini
Banyak kupandangi mereka yang sendu
Menangisi nasib tragis di tangannya
Namun kutahu teman
Waktu terus berjalan
Pesanku padamu,
"Tentanglah angin seberapa kuat dirimu. Tentang sekuat-kuatnya. Hingga nanti dirimu terbang bersama layang kehidupan".
Kubang, 16 November 2009
Oleh : Yelna Yuristiary
Labels:
SASTRA
SI SANJANI 73
Kini aku berada di tengah kebingungan
Alam yang kupijak kini seperti baru
Hampa dan lengang
Jauh dari keramaian dunia
Sanjani...
Tahukah kau di dalam pikirku
Tertaut sejuta bayang
Melebar hingga datang sang penguasa hati
Bersama angin tertiup rendah
Aku disini masih bertanya
Apakah kebingungan yang hampa akan reda
Sanjani...
Sejak kau berangkat ke Sukajadi
Aku jadi bingung sendiri
Apa yang hendak kulakukan lagi?
Bukit Batu, 22 Desember 2009
Oleh Yelna Yuristiary
Alam yang kupijak kini seperti baru
Hampa dan lengang
Jauh dari keramaian dunia
Sanjani...
Tahukah kau di dalam pikirku
Tertaut sejuta bayang
Melebar hingga datang sang penguasa hati
Bersama angin tertiup rendah
Aku disini masih bertanya
Apakah kebingungan yang hampa akan reda
Sanjani...
Sejak kau berangkat ke Sukajadi
Aku jadi bingung sendiri
Apa yang hendak kulakukan lagi?
Bukit Batu, 22 Desember 2009
Oleh Yelna Yuristiary
Labels:
SASTRA
Tirta Itu Keruh
Tirta itu keruh
Penuh nila yang tertuang dari sebuah perkumpulan
Tirta yang ada jadi tak suci
Tergores rasa angkuh yang kian tinggi
Tirta itu kucoba tuk menciduk
Namun ia semakin liar
Tak tahu aliran dan buyar
Tirta yang aku kagumi memudar
Menghilangkan sgala simpati
Karena adanya lalat-lalat busuk yang menyebar di atasnya
Hari ini...
Tirta yang tlah lama kuselami tiba-tiba beriak
Bergelombang hebat
Merobek hatiku untuk mengenalnya
Tirta itu keruh
Tirta itu pudar
Pesonanya t'lah hilang
di mataku
Kampar, 30 Desember 2009
Oleh : Yelna Yuristiary
Penuh nila yang tertuang dari sebuah perkumpulan
Tirta yang ada jadi tak suci
Tergores rasa angkuh yang kian tinggi
Tirta itu kucoba tuk menciduk
Namun ia semakin liar
Tak tahu aliran dan buyar
Tirta yang aku kagumi memudar
Menghilangkan sgala simpati
Karena adanya lalat-lalat busuk yang menyebar di atasnya
Hari ini...
Tirta yang tlah lama kuselami tiba-tiba beriak
Bergelombang hebat
Merobek hatiku untuk mengenalnya
Tirta itu keruh
Tirta itu pudar
Pesonanya t'lah hilang
di mataku
Kampar, 30 Desember 2009
Oleh : Yelna Yuristiary
Labels:
SASTRA
Anggrek Buat Ibu
Kala itu, bu…
Langit pamerkan pesonanya
Di ufuk barat tampak lembayung senja
Indah bermega-mega
Kemudian, bu…
Aku lari ke arah batuan laut-laut
Di sana banyak lumut
Bu…
Orang-orang laut tertawakan aku
Kata mereka
Aku anak ayam kecil dari seberang
Bu…
Hari ini
Aku pukul orang-orang laut
Mereka jatuh berserakan di tanah
Darah segar mengucur segar
Bu…
Tak jauh dari itu,
Ada anggrek kuning, bu
Terpercik darah orang-orang laut
Anggrek ini buat ibu
Karya :
Yelna Yuristiary
Langit pamerkan pesonanya
Di ufuk barat tampak lembayung senja
Indah bermega-mega
Kemudian, bu…
Aku lari ke arah batuan laut-laut
Di sana banyak lumut
Bu…
Orang-orang laut tertawakan aku
Kata mereka
Aku anak ayam kecil dari seberang
Bu…
Hari ini
Aku pukul orang-orang laut
Mereka jatuh berserakan di tanah
Darah segar mengucur segar
Bu…
Tak jauh dari itu,
Ada anggrek kuning, bu
Terpercik darah orang-orang laut
Anggrek ini buat ibu
Karya :
Yelna Yuristiary
Subscribe to:
Comments (Atom)