ABSTRAK
Percepatan pembangunan didukung oleh infrastruktur
yang memadai. Salah satu infrastruktur fisik yang memengaruhi percepatan
permbangunan di sebuah negara adalah jalan. Proses pembangunan jalan sebagai
sarana pelengkap kebutuhan manusia akan transportasi dimulai sejak akhir abad
18 tepatnya ketika Indonesia masih dijajah Belanda. Pembangunan jalan dengan
perkerasan yang pertama kali ini ternyata menjadikan negara kita terus
memperbaharui sistem pembangunan jalannya. Saat ini, di wilayah Indonesia yang
luasnya mencapai 5.193.252 km2 telah dibangun sejumlah
jalan yang sangat memudahkan masyarakat untuk berpindah atau memindahkan barang
dari suatu tempat ke tempat lainnya. Dengan adanya proses pembangunan jalan
yang dimulai dengan sejarah jalan, pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat
karena kebutuhan transportasi terpenuhi. Sejarah pembangunan jalan secara
simultan mengalami perkembangan. Berbagai metode seperti Telford dan Makadam
pun dikenalkan di Indonesia dan mulai menjadi acuan dalam proses perkerasan
jalan. Kombinasi dari dua metode ini juga sering digunakan dalam tahap
perkerasan jalan. Secara umum, pemilihan metode perkerasan disesuaikan dengan
kondisi tanah sebagai pondasi jalan serta beberapa parameter lainnya.
Keywords
Kebutuhan, Transportasi, Metode Telford-Makadam, Infrastruktur
1. PENDAHULUAN
Infrastruktur
merupakan modal yang sangat memengaruhi perkembangan suatu negara di era
globalisasi ini. Listrik, telekomunikasi, dan jalan merupakan beberapa
infrastruktur fisik penting yang harus dibangun dan dikembangkan oleh suatu
Negara untuk dapat bersaing dengan Negara lainnya. Wilayah Indonesia sangat
luas, hingga mencapai 5.193.252 km2 terdiri dari
beribu pulau dan lima pulau besar yang dipisahkan perairan [1]. Wilayah yang
luas ini juga membutuhkan jalan sebagai infrastruktur terpenting dalam proses
pembangunan dan sarana transportasinya. Pada tahun 2002, besarnya mobilitas
perekonomian melalui jaringan jalan baik nasional maupun provinsi rata-rata
mencapai sekitar 210 juta kendaraan per kilometer [2]. Perkembangan jalan di
Indonesia sebenarnya dimulai sejak beratus tahun yang lalu ketika masa
penjajahan Belanda. Saat itu sejumlah pribumi dipaksa untuk bekerja membangun
jalan dari Anyer sampai Panarukan. Proyek jalan yang pertama dibangun di
Indonesia ini menghabiskan sumber daya dan waktu yang begitu besar dari pihak
pribumi sendiri. Berbagai kebijakan politik di masa penjajahan menjadikan
proyek jalan pertama di Indonesia itu terlaksana dengan baik. Sejak saat itu,
mulailah berbagai jenis jalan di Indonesia diciptakan demi memenuhi kebutuhan penduduk
Indonesia untuk berpindah.
2. PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA
Pembangunan jalan
di sebuah daerah awalnya dipengaruhi keinginan manusia sebagai mahluk sosial
untuk berkomunikasi. Namun, akibat jauhnya jarak yang terjadi antar manusia
mulailah muncul ide untuk menciptakan suatu alat pemenuh kebutuhan untuk
berpindah dari suatu tempat ke tempat lainnya, yaitu jalan. Awalnya jalan
berupa jejak-jejak manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Seiring
perkembangan waktu akhirnya jalan dibuat menjadi jalan setapak. Dengan
munculnya berbagai alat transportasi seperti kuda, hewan, gerobak, dan lainnya
maka mulailah jalan dibuat dengan perkerasan atau diratakan.
Perkembangan jalan di Indonesia dimulai sejak
zaman kerajaan Tarumanegara mulai tahun 400-1519 M. Pada masa itu jalan dibuat
untuk menunjang kegiatan perdagangan yaitu untuk mengangkut bahan-bahan untuk
pembuatan candi sebagai sarana ibadah. Perkembangan jalan yang lebih maju di Indonesia
diawali dengan kedatangan VOC yang dipimpin William Daendles pada tahun
1808-1811. Kedatangan Belanda itu ternyata membawa perubahan besar dalam hal
pembangunan jalan di Indonesia. Jalan Daendles (1000 km) merupakan proyek jalan
terbesar yang dibangun oleh Belanda di masa penjajahannya. Pembangunan jalan
ini dilaksanakan dari Anyer di Banten sampai Panarukan di Banyuwangi Jawa
Timur. Panjang jalan yang dibangun ini sekitar 1000 km dan dibangun dengan
istilah kerja paksa (romusha). Adapun tujuan dari pembangunan jalan ini yakni
memudahkan Belanda dalam mengangkut hasil bumi yang terdapat di daerah Jawa
dimana pada masa ini program tanam paksa juga diwajibkan bagi rakyat Indonesia.
Pembangunan Jalan Daendles belum direncanakan secara teknis baik geometrik
maupun perkerasannya. Perencanaan geometrik
jalan seperti sekarang ini baru dikenal sekitar pertengahan tahun 1960 kemudian
mengalami perkembangan yang cukup pesat sejak tahun 1980.
Perencanaan
geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan
yang dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik jalan sehingga dapat memenuhi,
fungsi dasar dari jalan yaitu memberikan pelayanan optimum (keamanan dan
kenyamanan) pada arus lalu-lintas dan sebagai akses kerumah-rumah. Perencanaan geometrik jalan tidak termasuk perencanaan tebal perkerasan jalan
walaupun dimensi dari perkerasan merupakan bagian dari perencanaan jalan
seutuhnya, demikian pula dengan drainase jalan.
Adapun tujuan dari perencanaan geometrik jalan adalah menghasilkan
infrastruktur yang aman, efisien dalam pelayanan arus lalu
lintas dan memaksimalkan modal awal pembangunan suatu jalan.
Ruang, bentuk, dan ukuran jalan dikatakan baik jika jalan tersebut
memberikan rasa aman dan nyaman kepada penggunanya. Pada umumnya jalan yang
tidak baik menyebabkan beberapa musibah yang berakibat fatal terhadap pengguna
jalan.
Penemuan terkait
konstruksi perkerasan jalan di Indonesia dipengaruhi oleh penemuan Thomas Telford dari Skotlandia
(1757-1834) ahli jembatan lengkung dari batu pada akhir abad 18. Thomas menciptakan
konstruksi perkerasan jalan yang prinsipnya hampir sama dengan jembatan
lengkung seperti ilustrasi di bawah ini :
Di
dalam gambar terlihat prinsip
desak-desakan dengan menggunakan batu-batu belah yang dipasang berdiri dengan
tangan
Konstruksi perkerasan ini dapat dikatakan
berhasil karena mulai dianut oleh orang-orang dari mancanegara. Konstruksi
perkerasan yang ditemukan oleh Thomas Telford pun dikenal dengan Sistem
Telford.
Tidak hanya sistem
Telford, John Mc Adam (1756 – 1836) juga memperkenalkan kontruksi perkerasan dengan prinsip “tumpang-tindih”. Adapun maksud
dari tumpang-tindih itu sendiri adalah dengan menggunakan
batu-batu pecah dengan ukuran terbesar (± 3 inch). Perkerasan sistem
ini sangat berhasil. Sistem ini juga merupakan prinsip
pembuatan jalan secara masinal/mekanis (dengan mesin). Sistem perkerasan yang dibawa oleh Mac Adam ini dikenal dengan sistem
Makadam.
SUMBER : INTERNET
Gambar 2. Sistem
Perkerasan Mc. Adam
Di Indonesia hingga
saat ini sistem perkerasan Telford dan Mac Adam masih sering digunakan di
beberapa daerah di Indonesia. Kombinasi dari dua sistem ini dikenal dengan
sistem Telford-Makadam. Dalam proyek perkerasan jalan dengan kombinasi sistem
ini, biasanya sistem Telford untuk bagian bawahnya dan sistem Mac Adam untuk
bagian atasnya.
SUMBER : INTERNET
Gambar 3. Rute jalan Daendles
yang dibangun dari Anyer hingga Panarukan
Perkerasan
jalan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat ditemukan pertama kali di
Babylon pada tahun 625 SM. Perkembangan perkerasan aspal di Indonesia mulai dikenal di abad ke 19. Proses perkerasan aspal dimulai dengan tahap awal berupa konstruksi Telford dan Makadam yang kemudian diberi lapisan aus yang menggunakan aspal sebagai
bahan pengikat dan ditaburi pasir kasar yang kemudian berkembang menjadi
lapisan penetrasi (Lapisan Burtu, Burda Buras). Tahun 1980, Indonesia diperkenalkan dengan perkerasan jalan dengan aspal yakni berupa emulsi dan Butas. Hanya saja dalam pelaksanaan
atau pemakaian aspal butas terdapat permasalahan dalam hal variasi kadar
aspalnya yang kemudian disempurnakan pada tahun 1990 dengan teknologi beton mastic [3]. Perkembangan konstruksi perkerasan jalan menggunakan aspal panas (hot
mix) mulai berkembang di Indonesia pada tahun 1975, kemudian disusul dengan
jenis yang lain seperti aspal beton (AC) dan lain-lain.
Sistem perkerasan
jalan dengan semen sebagai bahan pengikatnya awalnya ditemukan pada tahun 1928
di London. Hanya saja konstruksi perkerasan ini mulai berkembang pesat sejak
tahun 1970 ketika mulai diperkenalkan pembangunan perkerasan jalan.
3. KESIMPULAN
Infrastruktur jalan
merupakan salah satu komponen yang memengaruhi perkembangan suatu daerah
khususnya di bidang ekonomi. Namun, sebelum membicarakan perkembangan ekonomi
tersebut, jalan ternyata merupakan jejak sejarah manusia untuk memenuhi
kebutuhannya sebagai makhluk sosial. Di Indonesia sejarah pembangunan jalan
dimulai sejak adanya proyek perkerasan jalan dari Anyer sampai Panarukan (akhir
abad 18). Pembangunan jalan ini dilaksanakan untuk memudahkan pemerintah Hindia
Belanda untuk memindahkan hasil bumi Indonesia. Pembangunan Jalan Daendles
(jalan dari Anyer-Panarukan) belum direncanakan secara teknis baik geometrik
maupun perkerasannya. Sistem perkerasan jalan baru dikenal masyarakat Indonesia
sejak masuknya sistem perkerasan Telford dan Mac Adam yang mulai berkembang di
abad 18. Kedua sistem perkerasan jalan ini masih digunakan dalam hal
pembangunan jalan. Tidak jarang kombinasi dari dua sistem perkerasan ini juga
menjadi akulturasi sistem baru dalam pembangunan jalan-jalan di Indonesia.
Selain kedua sistem perkerasan ini, perkembangan perkerasan jalan dengan
menggunakan aspal, beton dan semen pun mulai diperkenalkan dalam tahap
konstruksi jalan. Setiap jenis perkerasan baik yang menggunakan semen, aspal
maupun beton memiliki karakteristik yang berbeda. Penggunaan perkerasaan dengan
suatu material dilakukan dengan mempertimbangkan fungsi dari jalan sehingga
pembangunan jalan yang awalnya hanya sebagai jejak manusia untuk berkomunikasi
dapat dimanfaatkan secara efisien dan tepat guna.
referensi
[1] Nurfitriani, Rani. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Jalan Tol di
Indonesia. IPB Press, hlm. 1.
[2] BAPPENAS. 2003. Pengembangan Lembaga
Keuangan dan Investasi Infrastruktur. BAPPENAS, Jakarta.
[3] Tim Penulis Gunadarma. Rekayasa Jalan Raya Jilid 1. Penerbit Gunadarma, hlm. 1-2.