Chapter 1
Malam itu petir menyambar
membelah Pulau Bagaranda yang hanya dihuni oleh ratusan penduduk yang memiliki
bentuk rupa-rupa. Satu-satunya spesies manusia yang tercipta hampir sempurna
saat itu adalah keturunan Ranggeng yang sekian tahun lamanya menetap di kawasan
karantina kota. Di zaman itu, sempurna bagi seorang manusia adalah memiliki
panca indera serupa manusia di abad-abad sebelumnya. Jika dihitung dengan
tanggalan Masehi, abad semasa itu adalah abad ke-131 dimana manusia dan hewan
tidak lagi dapat dibedakan. Bentuknya pun bermacam-macam. Ada hewan melata yang
memiliki bagian tubuh manusia, ada juga manusia yang memiliki sebagian bagian
tubuh hewan. Seperti halnya Paman Antung yang memiliki ekor seperti seekor kera
atau Bibi Gilly yang memiliki rambut lebat disekujur tubuhnya layaknya
serigala. Dunia di masa itu tidak terbayangkan oleh siapapun yang pernah hidup
di abad-abad sebelumnya. Manusia-manusia tinggal di bawah tanah dengan
teknologi yang sama sekali hampir tidak berguna. Peradaban saat itu sudah
hampir menyerupai zaman batu dengan fenomena-fenomena alam yang tidak seperti
biasanya. Masa itu sudah berlangsung selama ratusan tahun dan semakin lama
semakin memburuk.
***
Salo Ranggeng adalah
keturunan kesembilan dari keluarga Ranggeng. Ia adalah seorang wanita dari
saudara-saudaranya yang kesemuanya adalah lelaki. Salo adalah anak bungsu dari
keluarga Ranggeng dan sangat dimanja oleh kedua orangtuanya. Satu peraturan
rumah yang tidak pernah ia bantah selama hidupnya adalah tidak pernah keluar
dari rumah barang sedetik pun. Setiap keperluannya senantiasa tersedia. Ada
pakaian, makanan dan udara tabungan yang cukup untuk hari-harinya. Sekali dua
kali ia pergi ke pasar, itupun selalu bersama ayahnya. Beberapa kali bermain di
taman belakang rumah. Taman yang sepi, taman yang senyap. Di masa itu wanita
adalah satu-satunya aset berharga dalam sebuah keluarga karena mereka dapat
menghasilkan keturunan yang murni dari mutasi gen yang kerap terjadi di dunia
luar. Wanita sangat jarang keluar rumah dan senantiasa berada dalam
perlindungan anggota keluarganya. Rasio kelahiran pria dan wanita juga jauh
bergeser dari abad-abad sebelumnya sehingga gender ini hampir punah karena
adanya gangguan genetik pada spesies manusia di abad itu. Gangguan genetik
terjadi bersamaan dengan gejala penuaan yang tidak pernah muncul sehingga
setiap manusia memiliki umur yang cukup lama dan usia produktif yang relatif
singkat. Bagi seorang wanita, usia produktif hanya berlangsung selama 10 tahun
dan biasanya terjadi di tahun ke-40 kehidupannya. Meskipun begitu spesies
manusia di zaman ini tidak akan pernah mengalami gejala penuaan seperti kulit
keriput, tulang rapuh dan sebagainya setelah berumur 20 tahun. Semangat dan
ketahanan tubuh mereka juga senantiasa stabil jika tidak terganggu oleh virus
dan bakteri yang terkadang menyerang dan dapat membunuh dalam hitungan hari.
Oleh sebab itu wanita di masa itu sangat dilindungi dan dijaga agar dapat terus
mempertahankan keturunan dan spesies manusia yang langka seperti di keluarga
Ranggeng ini.
Mutasi gen di berbagai
wilayah di dunia terjadi demikian cepat dan tidak dapat terbendung karena
adanya peristiwa ledakan nuklir dan kebocoran pada sebagian besar
tambang-tambang tua bumi berabad-abad yang lalu. Selain itu hilangnya ozon di
beberapa wilayah juga mempercepat mutasi genetik ini menyebar dan membunuh
antibodi dengan cepat. Banyak hal yang tidak diketahui oleh seorang Salo di
dunia luar sana. Tidak hanya Salo, hampir seluruh penduduk kota Bagaranda tidak
mengetahui apa yang terjadi di dunia luar. Mereka hanya tahu dari legenda yang
telah menyeruak sejak berabad-abad yang lalu. Mereka hanya memahami apa yang
diajarkan oleh nenek moyang mereka. Adapun satu dua dari mereka yang mengalami
mutasi gen disebabkan karena kelalaiannya sendiri. Seperti Paman Antung yang
tiba-tiba berubah menjadi manusia kera sejak menyambangi pulau seberang kota
tanpa sebelumnya meminum vaksin anti mutasi gen. Lain halnya dengan Bibi Gilly
yang tergoda mengkonsumsi daging anjing segar yang ia temukan di pesisir pulau
ini ketika sedang hamil. Segala perubahan yang terjadi pada diri setiap orang
disebabkan oleh kelalaian mereka. Salah satu yang hingga saat ini senantiasa
menjaga susunan genetik mereka agar setidaknya hampir menyamai manusia modern
adalah dengan memingit diri dari dunia luar dan melakukan setiap wejangan yang
diberikan oleh nenek moyang. Setidaknya hal itulah yang terjadi di kota
Bagaranda.
Rumah Salo adalah salah
satu rumah sederhana yang penuh dengan peralatan pencegahan diri terjangkit
dari mutasi gen. Bangunan rumah Salo memiliki dua tingkat dengan ruangan hall
tinggi dan taman belakang yang cukup tertata rapi. Rumah Salo merupakan rumah
kedap oksigen yang menggunakan lift antar ruang yang bergerak cukup cepat. Luas
rumah yang hampir sebesar lapangan bola di abad ke-21 tidak menjadikan Salo dan
keluarganya memerlukan waktu yang banyak untuk berpindah antar satu tempat ke
tempat lainnya. Lift antar ruang di rumah ini terintegrasi dengan teknologi
mesin waktu yang dapat memindahkan orang dan barang dengan sekejap mata. Di
ruang kamar tergantung tempat tidur gantung yang menghadap langsung ke
langit-langit bening yang memperlihatkan langit di malam dan merubah
karakteristiknya di siang hari. Langit-langit rumah Salo terbuat dari material
Ano yang memiliki karakteristik unik (berubah menjadi padatan solid tidak
tembus cahaya jika terkena sinar matahari). Biasanya Salo menghabiskan waktu
malamnya untuk mengamati rasi bintang dan planet Maz yang terlihat besar. Planet
Maz merupakan planet ke 17 yang ditemukan ilmuwan di abad ke-30 setelah planet
Yuris. Konon, menurut cerita yang didengar Salo dari ayahnya, planet Maz
ditemukan oleh seorang ilmuwan dari Indonesia ketika ia hendak meneliti tentang
planet Yuris. Adapun penghalang antar kamar Salo dan dunia luar saat itu adalah
material Ano ini.
Di dalam kamar yang cukup
besar menampung tempat tidur big size, terdapat meja yang penuh dengan chip,
sebotol minuman energy, tali tambang, dan gulungan lukisan peninggalan turun
temurun dari keluarga Ranggeng. Lukisan kusam yang dua hari lalu baru
dilepaskan ayah Salo untuk dipindahkan di ruangan belakang. Jika melangkah dari
pintu kamar, kita dihadapkan dengan tangga panjang meliuk yang menghubungkan kamar
Salo dengan ruang tengah rumahnya. Ruang keluarga yang tidak begitu spesial.
Hanya ada satu sound system yang berukuran mini dengan suara yang menggema
seisi rumah, lapangan digital mini golf, papan catur yang screen-nya ada di
lantai rumah dan dinding transparan yang juga terbuat dari Ano. Di dalam
ruangan ini terdapat tanaman hias dan ikan hias virtual yang dapat diberi
makanan dan dipelihara dengan baik. Jika kadar pupuk, air maupun makanannya
kurang, ikan dan tumbuhan ini akan mengeluarkan sensor suara yang dapat menarik
perhatian siapa saja yang lewat.
Biasanya Salo melewati
ruangan ini dengan sebelumnya bermain catur dengan menginjak lantai screen
virtual tersebut. Televisi ruangan ini istimewa dengan layar penuh pada keempat
sisi. Gelombang sinar matahari dan gelombang televisi terpisah sehingga
menciptakan tampilan gambar yang nyata. Hanya saja siaran yang diputar pada
televisi ini telah sering diputar sehingga menonton TV adalah salah satu hal
yang paling membosankan bagi Salo. Di era ini tidak ada lagi pihak yang
memproduksi film, drama maupun iklan sekalipun. Tidak ada yang peduli karena
semuanya telah musnah. Tepatnya entah tidak peduli atau akses yang diperoleh
keluarga Salo kurang. Salo tidak pernah tahu tentang hal ini. Namun satu hal
yang pasti bahwa kehidupan Salo di kota Bagaranda saat ini jauh dari peradaban
dunia yang entah semakin canggih atau kembali ke zaman batu seperti yang
dirasakan kota Bagaranda. Satu-satunya informasi yang pasti yang diperoleh oleh
ayah Salo sekitar 10 bulan yang lalu adalah tentang serangan virus Alzheimer
lanjut yang melumpuhkan kota Sibersoan (kota tertua di dunia). Adapun beberapa
keluarga yang selamat dari bencana global seperti banjir, kekeringan, krisis
pangan, krisis energi dan krisis air adalah beberapa yang sempat belajar dengan
baik terkait hal-hal seputar alam, punya lahan hijau yang tidak terkontaminasi
dan masih jauh dari peradaban yang maju. Seperti keluarga Ranggeng yang sejak
berabad-abad lalu kerap tinggal di perbatasan kampung-kampung kecil. Mereka
membangun rumah dan hidup seperti sediakala.***
Ketika itu, tepatnya 100
abad yang lalu. Penduduk bumi semakin canggih dengan penemuan-penemuannya.
Tidak diperlukan lagi usaha/effort untuk melakukan sesuatu. Semuanya dapat
dilaksanakan oleh peralatan elektronik. Mencuci, menyapu, memasak, mengepel,
membersihkan WC, mengajari anak membaca hingga hal-hal remeh temeh dilakukan
mesin. Penggunaan listrik dan energi di dunia semakin gila dan konsumsi semakin
meningkat. Angka konsumsi berbanding lurus dengan pertumbuhan penduduk. Untuk
sementara, hanya itu yang diketahui Salo dari ayahnya.
Sehari-hari Salo
menghabiskan waktu bersama ayahnya untuk belajar banyak hal. Seperti hari ini,
ia baru saja belajar mengkombinasikan binary untuk memperoleh protein virtual.
Dua hari sebelumnya Salo juga telah mempelajari angka kombinasi udara virtual.
“Salo, pelajaran ini
adalah ilmu rahasia yang hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu. Jangan
sampai ada yang tahu kalau ayah dan kamu mempelajari cara kombinasi binary”,
tutur ayah ketika mengajari Salo.
“Baik ayah. Tapi kenapa
orang lain tidak boleh tahu, Ayah?” tanya Salo datar.
“Ilmu ini berbahaya. Lebih
berbahaya dibandingkan pandemi flu Spanyol yang pernah menyerang di abad ke 18
atau pandemi rabies yang menyerang manusia di abad 29”, tandas ayah Salo.
Salo masih memandangi
jari-jari ayah mengetik tuts keyboard komputer yang masih terawat. Komputer
yang dikeluarkan di abad ke-19 masih dapat menopang hidup mereka. Menurut
cerita ayah, komputer itu adalah komputer tercanggih di abadnya. Komputer
dengan pentium IV itu memiliki mesin yang cukup tahan ketika dibebani dengan
software modifikasi buatan ayah. Selain itu komputer ini juga telah diupgrade
ayah dengan sesuai dengan kebutuhan.
Komputer bagi masyarakat
Bagaranda bukan merupakan barang yang mewah. Banyak dari tetangga Salo yang
memiliki komputer yang lebih canggih dengan fitur-fitur buatan yang bahkan
memberikan efek 6 dimensi. Seperti contohnya ketika kita menonton film yang
menyedihkan, kita dapat merasakan kesedihan yang mendalam juga. Beberapa dasawarsa
ini masyarakat dunia tidak lagi disuguhi dengan film kejar tayang yang up to
date. Kebanyakan film yang diputar sudah pernah diputar sebelumnya. Hanya saja
kecanggihan teknologi menjadikan cuaca, musim dan keadaan di dalam film ini
mengikuti zona ruang dan waktu yang ada.
Bagaranda bukanlah sebuah
kota besar yang banyak diketahui orang. Kota ini terletak di pesisir pulau
Baga-Baga yang jarang bahkan tidak pernah dilewati pelaut. Kalaupun ada orang
yang sampai ke Pulau ini, mereka pada umumnya merasa betah namun tetap ingin
pulang ke rumahnya meskipun rakyat Baga-Baga memintanya untuk tetap tinggal.
Sifat keras kepala orang yang terdampar di pulau Baga-Baga inilah yang akhirnya
mengantarkan mereka tertelan ombak dan kembali sebagai seorang mayat di Pulau
Baga-Baga. Rakyat Baga-Baga seperti memahami alur keinginan laut terhadap
penduduk pulau kecil ini. Di era ini, kepercayaan masyarakat bergeser
sepenuhnya kepada kepercayaan animisme dan dinamisme. Kebanyakan orang tidak
lagi mempercayai Tuhan dalam setiap perilakunya, mereka lebih percaya kepada
cuaca, alam dan segala informasi yang mereka dapatkan dari sekitar. Namun
keluarga Salo berbeda dengan yang lain, garis keturunan Ranggeng mengajarkan
kepada setiap anak dan cucunya untuk mengenal Tuhan yang satu. Tuhan yang
memiliki pusat semesta alam dan mereka percaya dengan kekuatan tunggal yang
mengendalikan dunia dan isinya. Meskipun mereka jauh dari informasi seputar
dunia luar, keluarga Ranggeng merasa menikmati kebersamaan mereka bersama
Tuhan, di dalam hati dan pikirannya.***
Hari ini Salo harus
mempelajari berbagai krisis yang terjadi di dunia. Ayahnya mengenalkan beberapa
mata pelajaran terhadap anak-anaknya, Salo, Olas dan Losa. Di zaman ketika itu
kecenderungan orang menggunakan nama anak-anaknya dengan huruf yang telah
ditetapkan jumlahnya. Kreatifitas orangtua diuji dalam mengolah naman anaknya
dari beberapa huruf yang telah ditetapkan. Ayah mulau bercerita tentang
kehidupan di masa lalu. Pelajaran saat itu dimulai dengan kehidupan masyarakat
di era 21.
Di era 21, setiap orang
hidup berbahagia dengan teknologi temuannya. Era ini dapat dikatakan era
keemasan kehidupan manusia. Selain itu pada era ini masyarakat tidak lagi memikirkan
pangan, energi dan air yang akan mereka gunakan. Kebutuhan sangat melimpah ruah
di abad ini, tidak terbantahkan lagi karena perputaran produksi buah dan sayur
meningkat pesat dan banyak dari sumber makanan ini yang tidak habis dikonsumsi
oleh penduduk dunia. Di era 21 perkembangan melaju dengan segala jenis konsep
bangunan multifungsi, apartemen terbang, penemuan vaksin beberapa penyakit yang
kronis dan masih banyak lagi yang lainnya. Populasi penduduk pada era ini
mencapai sekitar 20 milyar jiwa dengan tingkat kepadatan peenduduk tertinggi
yaitu di negeri China. Di era ini juga muncul banyak penemu-penemu ilmu
rekayasa baik di bidang desain, genetika, biologi, antariksa, psikologi dan
banyak lagi yang lainnya. Era ini dinamakan era pintar oleh penduduk bumi.
Setiap manusia memiliki dunianya sendiri. Mereka bebas untuk melakukan apa saja
di dunia mereka tersebut.
Keegoisan manusia mulai
melanda manusia di era 22. Tepatnya di tahun 2280 terjadi krisis besar yang
menghancurkan sebagian populasi bumi di wilayah barat. Terjadi krisis energi
yang semakin besar. Energi pada masa itu menjadi sangat langka dan merupakan
alat tukar antar sesama manusia. Pada awalnya krisis energi dimulai dengan
tergantikannya sumber energi fosil di belahan bumi barat. Pada masa itu,
pasokan bahan bakar setiap negara tidak lagi disimpan di dalam tanah karena
adanya rasa tidak nyaman antar negara-negara ini. Mulailah muncul pertikaian
hingga terjadi pemusnahan bahan bakar fosil di Sao Paulo. Pemusnahan ini memicu
perang krisis energi antar negara satu dengan negara lain. Di masa itu terjadi
kelangkaan yang demikian besar sehingga satu-satunya negara yang bertahan atas
krisis ini adalah negara-negara yang terletak di jalur cincin api, kepulauan,
daerah yang sering diserang badai dan topan serta daerah dengan suhu tertinggi
di dunia. Daerah-daerah inilah yang mampu bertahan dari serangan krisis ini.
Di lain sisi, krisis
energi yang terjadi memicu ilmuwan untuk segera menemukan berbagai material
yang dapat mensubstitusi fungsi dari bahan bakar fosil. Berbagai penelitian
dilakukan di setiap institusi pendidikan hingga ditemukan material Mrya.
Keunggulan dari material Mrya ini adalah fungsinya sebagai pengganti bahan
bakar fosil dan pengatur suhu dari pembakaran. Dengan menggunakan material ini
setiap proses pembakaran secara langsung akan menjadi efisien sehingga penggunaan
energi alternatif tidak lagi menjadi harapan utama bagi penduduk dunia. Ayah
Salo bercerita,
“Tahukah kamu anakku,
Salo. Zaman di mana bumi ini sudah berubah bentuk namun tetap berputar pada
porosnya yang sedikit bergeser karena kelalaian manusia, ketika itu terjadi
tiga krisis besar yang kita hadapi. Pertama krisis energi, disusul oleh krisis
pangan dan terakhir krisis air. Krisis energi bukanlah yang terburuk dari
musibah yang terjadi karena selayaknya energi di dunia ini tidak akan pernah hilang.
Seperti kata seorang penemu di abad 19, Einstein, energi tidak dapat diciptakan
dan dimusnahkan, namun energi dapat berubah bentuk. Ketika energi fosil mulai
menghilang, kita hanya perlu mencari reinkarnasi dari energi-energi yang
sebelumnya pernah ada. Tidak sulit di masa itu bagi ilmuwan di muka bumi ini.
Mereka sangat cerdas hingga dapat menjadikan gerakan kedipan mata mereka
menjadi energi listrik”.
“Energi listrik ayah?”
“Iya Salo, anakku. Energi
listrik. Kedipan mata berulang-ulang manusia di setiap waktu merupakan energi
kinetik yang secara kasat mata tidak terlihat dengan baik. Namun pada masa itu
energi kinetik ini sangat diperhatikan oleh para ilmuwan sehingga dari setiap
kedipan mata dapat menghasilkan sumber energi baru”
Salo hanya mengangguk,
antara mengerti dan tidak. Ia hanya dapat memahami sedikit tentang penjelasan
ayah. Sulit baginya untuk terlalu dalam larut dalam cerita-cerita yang ia
dengar. Saat ini baginya energi adalah binary, bukan kedipan mata atau fosil
seperti yang dijelaskan ayah. Melihat bentuknya saja tidak pernah. Tontonannya
di televisi pun tidak dapat memperlihatkan gambar energi fosil yang digunakan
penduduk bumi di abad 21. Bagi Salo, terlalu sulit membayangkan energi fosil di
era ini.
Siang itu Salo keembali ke
ruangan taman yang ada di rumahnya. Ruangan ini terletak tidak jauh dari ruang
tengah yang memiliki lantai seperti papan catur itu. Di ruangan taman, Salo
kembali melihat biji jagung, hadiah ulang tahun dari kakeknya yang sudah
meninggal sekitar 10 tahun yang lalu. Kakek Salo merupakan seornag biologist
yang sangat senang mengoleksi biji-biji kering dari berbagai jenis tanaman yang
ada. Menurut cerita ayah, kakek adalah seorang petualang handal. Kakek Salo
adalah anak dari perdana menteri Palestina di abad ke 130. Ancaman wabah demam
gajah yang menyerang ketika itu membuatnya terdampar di Pulau kecil ini. Di
kota Bagaranda. Tidak pernah lagi keluar dari pulau ini, mati di sini.
“Salo, kamu mau ikut ayah
ke pasar hari ini?” ayah bertanya kepada Salo yang masih menimang biji jagung
pemberian kakek.
“Betul yah? Saya sudah
boleh keluar rumah? Asik”.
Tanpa dikomando untuk yang
kedua kalinya Salo melompat dari tempat tidur dan bergegas keluar. Membawa tas
serbaguna miliknya. Menurut ayah, tas serbaguna ini adalah barang yang teramat
sangat penting ketika mereka harus keluar rumah. Di dalamnya ada sebuah chip
digital tak kasat mata. Bentuknya seperti grid-grid kasar jika dibuka. Biasanya
Salo memasukkan chip itu di bagian depan. Di salah satu kantung tas ini
terdapat pisau lipat yang dapat memotong apa saja. Pisau serbaguna yang bahkan
bisa memotong besi dengan mudah. Pisau itu terbuat dari Tezzuka, material
temuan bangsa Jepang abad ke 25 yang dapat lebih tajam dibandingkan intan.
Pisau Tezzuka milik Salo berwarna ungu cerah dan dilapis selubung rahasia.
Selubung yang dapat menyembunyikan apapun yang ada di dalamnya.
Salo segera berlari menuju
ayah. Menanti pintu rumah terbuka dan dengan segera mereka diambil oleh kota
kaca bening yang saat itu merupakan alat transportasi Salo dari rumahnya ke
pasar. Saat itu tidak banyak yang memiliki alat transportasi seperti itu.
Setahu Salo, hanya Bibi Gilly yang memilikinya. Itupun karena dibuatkan ayah.
Ayah memang pintar. Salo juga bingung entah darimana beliau belajar. Namun yang
pasti, ayah pasti akan memberi tahu Salo tentang hal itu, nanti.
Di Pasar banyak sekali
orang. Anehnya mereka tidak bersuara seperti biasanya. Mereka hanya memegang
satu remote portable yang terhubung ke semua kotak-kotak kaca yang menawarkan
segala jenis barang. Jika ia ingin membeli barang tersebut, ia cukup
mengarahkan remote ke barang dan secara otomatis barang itu akan berpindah ke
rumah mereka. Berbelanja saat ini bukanlah menjadi kebiasaan bagi orang-orang
kota Bagaranda. Mereka berbelanja hanya untuk melancarkan akses mesin waktu
dari pasar ke rumahnya. Mesin waktu yang jarang terpakai akan kehilangan kode
penghubungnya dan kemudian akhirnya mati. Oleh karena itu aktifitas berbelanja
menjadi sangat penting bagi penduduk kota Bagaranda.
Ayah Salo adalah kepala suku
di negeri itu. Ayah Salo bertugas memberikan jaminan kehidupan bagi seluruh
penduduk yang ada di sana. Salah satu caranya untuk menjaga keseimbangan
kehidupan di negeri Bagaranda adalah dengan memecah kode binary pusat bumi yang
hingga saat ini masih terjaga.
Salo tengah memerhatikan
ikan-ikan virtual yang dijual di pasar. Ada berbagai jenis suplemen yang
dijual, barang rongsokan dan benda-benda yang terdampar di pantai Pulau
Bagaranda. Mata Salo tertarik pada seutas tali yang berkilauan dengan gantungan
benda sisik ikan yang besar.
“Ayah, aku ingin itu”,
ungkap Salo kepada ayahnya.
Seketika ayah Salo
mengarahkan remote kontrol yang ada di tangannya dan dalam sekejap benda itu
berpindah tempat, tepatnya ke rumah Salo. Rasanya tidak sabar bagi Salo untuk
segera sampai ke rumah. Ingin tahu lebih banyak tentang benda rongsok yang baru
dibelinya itu.
“Itu kalung sisik ikan
Salo”, bisik ayahnya perlahan.
“Kalung itu sepertinya
baru terdampar di pantai kita. Mungkin miliki bangsawan yang kapalnya tenggelam
di dekat pusaran badai cakrawala Pulau Bagaranda”.
“Pusaran badai?”, selidik
Salo ingin tahu.
Ayah Salo tidak mendengar
pertanyaan Salo. Ia hanya menarik lengan Salo agar kembali mengikutinya lebih
jauh.
***