Yelna's Hope

This website is a valuable resource that presents a wealth of professional experience and the unique point of view of Yelna Yuristiary. Yelna generously shares her insights, knowledge, and expertise, with the hope that readers can use the information to enhance their own understanding, make informed decisions, and achieve their goals.

Sunday, June 24, 2012

LAUT PULAU PARI BERKEMBANG NAMUN TERANCAM


 Oleh : Tim Riset Pulau Pari dalam rangkaian acara Green Tourist Act 2012
Perkembangan wisata Pulau Pari saat ini merupakan salah satu dampak dari apresiasi global masyarakat terhadap lingkungan dan kehidupan bawah laut. Wisata bawah laut Pulau ini dapat dikatakan sedang berkembang, namun bisa jadi perkembangan ini mengancam kehidupan biota laut di daerah ini.

Pemandangan wisata bawah laut Pulau Pari memang terbilang lebih memukau dibandingkan Pulau Tidung yang saat ini sudah banyak dikunjungi oleh banyak turis baik domestik maupun mancanegara. Pulau Pari yang memiliki luas sebesar 40,32 ha dengan jumlah penduduk sekitar 697 jiwa merupakan salah satu pulau di Kepulauan Seribu yang masih tergolong cukup alami. Keadaan inilah yang memancing beberapa wisatawan untuk berkunjung ke pulau ini dan menikmati pemandangan bawah lautnya yang mengesankan.
Pulau Pari pernah dikenal sebagai salah satu daerah penghasil rumput laut. Namun saat ini hanya beberapa masyarakat saja yang mengelola dan membudidayakan rumput laut ini sebagai mata pencahariannya. Sebagian besar masyarakat di Pulau Pari terlihat lebih tertarik dengan pengembangan wisata pulau ini sehingga saat ini banyak terlihat berbagai jenis villa, sepeda, dan peralatan snorkeling yang disewakan di pulau ini.
Pada tanggal 9-11 Juni 2012 lalu, tim riset sampel air dari Green Community UI berhasil melakukan riset kecil mengenai sampel air laut di Pulau Pari ini. Adapun tujuan dari riset ini untuk mengetahui tingkat kekeruhan, DO (oksigen terlarut), TDS (Total Dissolve Solid), pH, dan warna dari air laut pulau ini yang diambil di dua titik sebagai sampel. Pengujian air dilakukan di Laboratorium Teknik Penyehatan dan Lingkungan Universitas Indonesia.
Sampel air yang diambil dalam riset ini terdiri dari 2 jenis sampel yakni sampel A (air laut yang diambil dengan jarak ± 0,2 km dari garis pantai) dan sampel B (air laut yang diambil dengan jarak ± 5 km dari garis pantai). Berikut adalah hasil dari pengujian dua sampel air tersebut.

Parameter yang diuji
Sampel A
Sampel B
Alat yang digunakan
pH
7,75
7,79
pH-meter
TDS (mg/L)
31400
32700
TDS-meter
Warna (PtCo)
37
2
Spektrofotometri DR 2000
Kekeruhan (NTU)
8,43
0,68
Turbidimeter
DO (mg/L)
2,83
5,90
DO-meter

Dari hasil pengujian yang dilakukan, diketahui bahwa sampel air A memiliki perbedaan karakteristik dengan sampel B. Pengujian air dengan lima parameter ini sesungguhnya belum mencukupi untuk pengujian air baku air minum layak konsumsi atau tidak. Dalam riset ini, tim GC UI merujuk kepada Permenkes Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum dan PP RI No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pencemaran Air. Dari kelima parameter yang diuji, terdapat beberapa perbedaan nilai yang cukup signifikan antara kedua sampel khususnya di parameter warna, oksigen terlarut, dan kekeruhan sampel ini.
            Sampel A memiliki nilai yang cukup tinggi untuk warna dan kekeruhan sehingga berpengaruh pada nilai DO (oksigen terlarut dalam air) yang semakin rendah. Hal ini disebabkan karena semakin keruh suatu air maka kemampuan fotosintesis tumbuhan air akan semakin rendah akibat kurangnya atau terhalangnya cahaya matahari yang masuk sehingga hal ini menyebabkan produksi oksigen dalam air semakin sedikit. Minimnya oksigen di dalam air laut akan menyebabkan sulitnya biota laut untuk hidup. Warna pada sampel air dengan jarak 0.2 km tidak memenuhi Permenkes tersebut di atas dengan kadar maksimum 15 PtCo (TCU).
Selain itu dari segi kekeruhan pun sampel A tidak memenuhi standar pada Permenkes Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 dengan kadar maksimum 5 NTU. Nilai DO (oksigen terlarut) yang hanya sebesar 2.83 mg/L juga hanya memenuhi air kelas IV (batas minimum 0) untuk mengairi pertanaman dan menunjukkan pencemaran tingkat sedang (rentang 2.0-4.4 pada tabel status kualitas air sumber Lee et. al., 1978). Dengan kondisi parameter air di atas maka perkembangbiakan ikan berkemungkinan kecil atau tidak ada karena kandungan oksigennya yang rendah. Selain warna dan keruhnya air yang menghambat proses aerasi (masuknya oksigen dari udara ke dalam air), nilai DO yang kecil juga disebabkan adanya polutan baik organik dan anorganik seperti plastik, kayu, sterofoam, yang ditemukan di pinggir pantai dan kemungkinan sisa dari pembangunan yang tampak di seberang lokasi pengambilan sampel. Tidak adanya tumbuhan air yang berfotosintesis menghasilkan oksigen, juga dapat menjadi faktor pendukungnya.

Pada sampel B, parameter warna memenuhi Permenkes Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum dan PP RI No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pencemaran Air. Meskipun begitu, air pada titik ini tidak bisa diputuskan aman dikonsumsi karena banyak parameter lainnya yang harus dipenuhi. Nilai kekeruhan yang hanya di bawah 5 NTU yaitu 0.68 sangat baik sehingga hal ini memungkinkan untuk fitoplankton berfotosintesis dengan baik. Hal ini terlihat dari nilai DO sebesar 5.90 yang dapat dikatakan baik dan masuk kelas II dalam PP RI No 82 Tahun 2001. Menurut peraturan tersebut, peruntukan air jenis ini (kelas II) cocok untuk tempat rekreasi. Dari riset lapangan secara kasat mata juga dapat dilihat pada lokasi pengambilan sampel ini telah dijadikan salah satu titik snorkeling (melihat terumbu di dasar laut dari permukaan) oleh para wisatawan yang berkunjung ke pulau ini karena terumbu karang yang hidup di dalam air laut ini dapat berkembang dengan baik. Dengan kandungan DO seperti itu, organisme air lain juga dapat berkembang dengan cukup baik.
Sedangkan, untuk nilai pH sampel A dan B sebesar 7.75 dan 7.79 menunjukkan tingkat air yang cukup netral (rentang 6.5-8.5), tidak terlalu asam maupun basa. Untuk nilai TDS, kedua sampel ini memiliki nilai yang besar yaitu berturut-turut 31400 dan 32700 mg/L yang mana sesuai Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 bernilai maksimum 500 dan PP RI No 82 Tahun 2001 kelas IV (kelas paling rendah) bernilai maksimum 2000 mg/L. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya kandungan garam yang cukup besar sehingga TDS (kandungan residu solid/ padatan terlarut dalam air) yang menyebabkan rasa pada air, cukup besar pula.
            Dari kedua sampel di atas dapat dilihat bahwa setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia dapat memengaruhi kandungan oksigen dan karakteristik dari air laut. Kegiatan membuang sampah ke laut mampu menjadikan organisme-organisme yang ada di dalam laut kehilangan tempat tinggal yang layak bahkan juga dapat menyebabkan punahnya berbagai jenis hewan dan tumbuhan yang hidup di bawah laut. Laut di sekitaran Pulau Pari (jarak ± 0.2 km) lebih tercemar yang mana kegiatan penduduk pulau setempat atau para wisatawannya yang kurang selaras dalam pelestarian lingkungannya. Perkembangan suatu pulau untuk lebih maju baik dalam segi sumber daya maupun pariwisata juga memiliki sisi lain berupa ancaman yang begitu nyata bagi daerahnya. Oleh karena itu, akan lebih baik jika dalam setiap aktivitas diiringi segala pandangan yang lebih visioner demi terciptanya keberlangsungan kehidupan di masa yang akan datang. Pelestarian lingkungan terutama daerah laut dalam wisata Kita ke Pulau Pari tersebut perlu dimiliki. Jika hal ini dilaksanakan dengan baik bukan tidak mungkin jika kehidupan bawah laut yang begitu memukau juga dapat dirasakan oleh anak cucu Kita di masa yang akan datang. Perlu dicamkan salah satu semboyan hidup bahwa, ‘Laut Adalah Milik Kita dan Kita-lah yang Harus Menjaga-nya’.

Entri Populer