Yelna's Hope

This website is a valuable resource that presents a wealth of professional experience and the unique point of view of Yelna Yuristiary. Yelna generously shares her insights, knowledge, and expertise, with the hope that readers can use the information to enhance their own understanding, make informed decisions, and achieve their goals.
Showing posts with label LINGKUNGAN. Show all posts
Showing posts with label LINGKUNGAN. Show all posts

Monday, July 13, 2015

Dunia dan Pembangunan Berkelanjutan



Gejolak dunia untuk terus berkembang merupakan sebuah hukum alam yang pasti. Semua aktifitas pembangunan di dunia terjadi karena adanya kebutuhan dan perkembangan populasi dunia. Dari hasil perhitungan World Population Clock di tahun 2014 saja jumlah penduduk dunia telah mencapai 7 milyar orang dengan perbandingan antara tingkat kematian dan kehidupan sebesar 41%. Dari angka ini terlihat bahwa saat ini pertumbuhan populasi manusia (perbandingan antara kehidupan dan kematian) belum mencapai angka seimbang, 0%. Pertumbuhan penduduk dunia sebenarnya bukan merupakan masalah utama, di sisi lain masih banyak terdapat masalah lanjutan dari pertumbuhan populasi manusia ini. Krisis air, pangan dan energi merupakan sebuah fenomena besar yang mungkin saat ini tengah dihadapi sebagian besar negara berkembang di dunia. Sekitar 90% hasil agrikultur di Nigeria berasal dari ladang-ladang kecil yang tidak efisien sehingga hampir 91 juta jiwa penduduk di negara ini mengalami krisis pangan (www. Washingtonpost.com).
Menurut Proffesor A. K. Biswas dari United Nations Human Development, krisis ini tidak hanya disebabkan oleh adanya kelangkaan melainkan juga dipicu oleh mismanagement. Dalam tulisannya yang berjudul Institutonalising Sustanable Development, Mona Sahlin mengatakan bahwa jika setiap orang menggunakan energi dan sumber daya alam sama seperti yang dilakukan oleh orang-orang di dunia Barat, pastilah kita membutuhkan tiga dunia untuk mencukupinya. Oleh karena itu pentingnya ilmu management dalam pembangunan pengelolaan kota. Pembangunan yang berkelanjutan mengharuskan setiap individu mampu menciptakan keseimbangan hubungan antara ekonomi, sosial dan lingkungan. Keseimbangan yang dimaksud saat ini bukan hanya seimbang secara kuantitas saja, melainkan lebih dari itu.
Tidak adanya sistem pembangunan yang berkelanjutan lambat laun akan meningkatkan gap antara si miskin dan si kaya. Seperti saat ini, di beberapa negara ada yang mengalami pelimpahan sumber daya seperti air. Namun di negara lain, air merupakan sebuah sumber daya yang sangat sulit untuk diperoleh. Khususnya di negara-negara Afrika, krisis air ini menjadi sebuah masalah yang dihadapi oleh beberapa daerah sehingga secara lansung sistem sanitasi di daerah ini memiliki kualitas yang buruk. Saat ini sekitar 1,8 juta anak di dunia meninggal setiap tahunnya karena adanya masalah krisis air bersih dan rendahnya sistem sanitasi yang ada. Kesenjangan sumber daya ini terjadi karena tidak seimbangnya perkembangan teknologi dan ekonomi antar satu daerah dengan daerah lainnya.
Teknologi dan ekonomi yang berkembang menuntut pertumbuhan konsumsi dari wilayah tersebut. Lihat saja India dan China sebagai contoh dari negara berkembang yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup cepat, peningkatan kebutuhan energi dan pencemaran di wilayah ini juga meningkat. Selain pertumbuhan ekonomi, ternyata perkembangan teknologi juga turut memacu kerusakan lingkungan seperti yang terjadi saat ini. Sekitar 200 tahun yang lalu, bahan bakar fosil menjadi sebuah temuan yang dapat meningkatkan kemajuan revolusi industri di beberapa negara. Setiap wilayah mulai berbondong-bondong menggunakan temuan ini hingga akhirnya terjadi peningkatan gas CO2 di udara.
Benar kata pepatah bahwa segala hal yang berlebihan tidaklah baik, kelebihan gas CO2 inipun menyebabkan sebuah masalah besar yang saat ini tengah melanda iklim dunia, yaitu pemanasan global. Pemanasan global bukan hanya menjadi permasalahan lingkungan, melainkan permasalahan sosial karena fenomena ini telah merubah aktivitas sosial masyarakat. Pemanasan global telah meningkatkan pola konsumsi masyarakat sehingga penggunaan teknologi semakin ditingkatkan. Embel-embel penggunaan teknologi canggih telah menarik perhatian dunia dimana sebagian besar diantaranya menyisakan polusi bagi lingkungan.

Sunday, December 21, 2014

PENTINGNYA LEGISLASI, PENGAWASAN DAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA

Pada tulisan ini akan dibahas terkait pentingnya regulasi, pengawasan kesehatan pekerja dan pelayanan dari kesehatan pekerja. Legislasi merupakan hal yang sangat fundamental dalam penerapan SMK3 di proyek. Legislasi selain berfungsi sebagai alat, namun tools ini juga merupakan suatu hal yang sangat ampuh dalam melindungi kesehatan dan keselamatan pekerja. Dalam melindungi kesehatan dan keselamatan pekerja dibutuhkan adanya inspeksi pada setiap proyek dimana hal ini diatur dalam ILO (International Labour Organization).
Secara umum fungsi dari inspeksi di lapangan adalah untuk melindungi pekerja dalam hal jam kerja, kesehatan, keselamatan dan perlindungan; menyuplai informasi teknis serta memberikan pemahaman kepada setiap stakeholder pentingnya sebuah kebijakan K3 yang legal. Dalam penerapan sistem K3 ada beberapa hal yang menghalangi terwujudnya implementasi yang optimal, seperti:
1) Kebijakan yang tidak realistis, dimana kebijakan terkait K3 yang diambil tidak berkaca kepada kondisi lingkungan, kebiasaan dan budaya yang ada;
2) Inspeksi pekerja yang sulit memperoleh kewenangan sehingga hal ini menyebabkan kurang adanya otoritas dalam melakukan inspeksi dan kurangnya rasa segan dari berbagai pihak;
3) Tidak adanya sarana dan prasarana yang mendukung proses inspeksi; dan
4) Panjangnya prosedur inspeksi dan besarnya biaya yang dibutuhkan dalam melakukan peninjauan/inspeksi.
Agar nantinya hasil inspeksi dapat optimal pada umumnya ada beberapa hal yang dilakukan seperti:
-          Menambah kebijakan terkait inspeksi;
-          Memberikan informasi teknis menyangkut proyek;
-          Mengidentifikasi kebutuhan penanganan dari setiap aksi yang dilakukan;
-          Meningkatkan rutinitas inspeksi;
-          Menambah training inspector;
-          Mengintegrasikan unit inspeksi atau fungsi;
-          Mendekatkan inspektur dari pekerja, karyawan dan organisasinya;
-          Meningkatkan sistem untuk memperoleh laporan statistik kecelakaan; dan
-          Meningkatkan fasilitas yang mendukung kegiatan inspeksi.
Selain penerapan kebijakan, pada sebuah perusahaan perlu melakukan pengawasan terkait kesehatan pekerja. Beberapa prosedur yang pada umumnya dilakukan dalam mengawasi kesehatan pekerja adalah dengan melakukan monitoring, pengetesan, kuesioner, tes rontgen, dan review dari catatan kesehatan setiap pekerja.
Selain ini dalam melakukan kegiatan monitoring terdapat beberapa objek utama yang dapat dilihat, seperti:
-          Identifikasi hazard nyata. Pada kegiatan ini akan dicari hazard apa saja yang dapat mengancam resources dari proyek.
-          Mengelompokkan pekerja yang terpapar dengan zat berbahaya. Pengelompokan ini sangat dibutuhkan untuk memisahkan pola penanganan masing-masing pekerja.
-          Mengecek regulasi yang digunakan.
-          Mengontrol hal-hal yang perlu diawasi.
-          Memastikan efisiensi dari pengukuran kontrol yang digunakan.
Dalam melakukan survey terkait kesehatan pekerja, kita dapat memilih jenis survey yang akan dilakukan, yakni berupa survey dalam mengevaluasi pekerjaan yang telah dilakukan dimana nantinya survey akan dilakukan untuk menganalisa hazard yang terekspos maupun survey dalam hal pemeriksaan alat, perencanaan dan eksekusi yang kelak akan dilakukan.
Dalam melakukan monitoring terkait eksposure yang mungkin akan diterima nantinya akan diperoleh beberapa hal sebagai berikut:
-          Tahapan operasi spesifik mana yang menghasilkan eksposure, mengidentifikasi eksposure, mengetahui levelnya dan mengkuantifikasi dari eksposure tersebut.
-          Mengidentifikasi polutan udara yang terekspos oleh pekerja dan batasan ekspos.
-          Kegiatan pencegahan preventif yang dapat diimplementasikan.
-          Pengukuran awal yang dapat dikembangkan dalam menangani permasalahan paparan zat berbahaya di lingkungan proyek.
Selain kegiatan monitoring, perlu juga dilakukan kegiatan pembatasan pekerja dari zat-zat berbahaya yang terekspos (Occupational Exposure Limits, OELs). Reduksi dari eksposur dari zat berbahaya ini tidak hanya melibatkan pihak top management saja melainkan pihak staff dan pekerja. Setiap pekerja bertanggung jawab untuk mengawasi hal-hal sebagai berikut:
-          Pelaksanaan survey di lapangan;
-          Interpretasi data yang diperoleh;
-          Pelaporan hasil;
-          Persiapan kontrol pengukuran;
-          Persiapan simbol-simbol peringatan dan bahaya;
-          Inisiasi terkait pengelolaan kebersihan proyek;
-          Pengajaran pekerja lainnya terkait pertolongan dasar pertama pada kecelakaan; dan
-          Pelatihan terkait penyebaran penyakit epidemi, kecelakaan dan luka di lokasi proyek.
Hal yang terpenting dalam pelaksanaan sistem manajemen K3 adalah dengan melakukan record keeping. Setiap pekerja wajib mendapat pengecekan medis terkait kesehatan maupun biologisnya. Setiap penyakit yang diderita oleh pekerja wajib dimonitor dari waktu ke waktu. Tidak hanya itu, setiap kecelakaan, luka dan persebaran penyakit yang ada pada proyek wajib masuk ke dalam report rutin.
Adapun beberapa keuntungan dari record keeping adalah:
-          Perusahaan dapat melakukan assesment dari dampak ekonomis;
-          Mengetahui konsekuensi ekonomis dari tipe kecelakaan yang ada;
-          Meningkatkan sistem pengelolaan pekerja;
-          Mengurangi kecelakaan dan memberikan dampak positif dari penjualan produk; dan
-          Memiliki dokumen yang siap sehingga tidak risau ketika inspektur datang melakukan inspeksi.
Dalam proses implementasinya setiap pekerja wajib tahu akan hak dan kewajiban yang mereka terima ketika sudah tergabung menjadi bagian dari sebuah proyek. Adanya etika transparansi sangat penting serta setiap pekerja dijamin secara legal atas tuntutan terkait isu kesehatan dan keselamatan kerja yang mereka terima. Setiap pekerja harus memiliki hal terkait personal dan informasi medis; hak dalam mengetahui penjelasan dari tujuan dan hasil monitoring dan pengawasan; dan hak menolak prosedur medis yang melanggar integritas jasmani.
Tidak hanya monitoring dari kesehatan pekerja saja yang diperhatikan. Pelayanan terhadap kesehatan pekerja merupakan hal fundamental yang harus diperhatikan oleh sebuah perusahaan. Pelayanan kesehatan pekerja adalah hal yang penting (Occupational Health Services (OHS) Convention, 1985). Pekerja harus memiliki perlindungan terhadap lingkungan yang sehat, kesehatan fisik dan mental.
Fungsi dari sebuah OHS adalah:
-          Mengidentifikasi dan meng-asses risiko dari hazard kesehatan yang ada;
-          Melihat faktor yang memengaruhi kesehatan pekerja;
-          Memperoleh bimbingan terkait rencana kerja dan organisasi, termasuk kondisi mesin dan peralatan lain yang digunakan;
-          Berpartisipasi dalam pembangunan program untuk meningkatkan praktik kerja;
-          Berkolaborasi dalam melakukan tes benda baru dan mengevaluasi aspek kesehatan yang ditimbulkannya;
-          Memperoleh bimbingan terkait kesehatan kerja, keselamatan dan kebersihan, ergonomis dan alat pelindung;
-          Memonitoring kesehatan pekerja;
-          Memastikan bahwa pekerjaan mengadaptasikan diri dengan pekerja;
-          Memberikan kontribusi pada perbaikan pekerjaan;
-          Berkolaborasi dalam menyediakan training dan pendidikan terkait kesehatan kerja;
-          Mengorganisir perawatan pertama pada kecelakaan; dan
-          Berpartisipasi dalam menganalisa kecelakaan pekerja dan sebaran penyakit di kalangan pekerja.
Dalam melakukan pelayanan terkait kesehatan pekerja perlu adanya pendekatan kesehatan secara primer yang dilakukan pihak perusahaan terhadap masing-masing individu yang terlibat di dalam proyek. Setiap entitas yang ada pada proyek juga wajib memahami bagaimana cara menerapkan pertolongan pertama pada kecelakaan. Tidak hanya itu, perusahaan diwajibkan memberikan pelayanan kesehatan dan rehabilitasi yang maksimal jika terjadi suatu isu terkait kesehatan pekerja. Proyek yang baik juga pada umumnya menyediaan fasilitas khusus untuk pekerja yang berkebutuhan khusus. Setiap elemen dalam perusahaan akan bekerja sama dan melakukan koordinasi dalam meningkatkan mutu kesehatan para pekerja mereka. Tentu saja semua hal ini juga didasari oleh riset yang dilakukan di masing-masing unit kerja.

Thursday, September 25, 2014

Integrasi Penggunaan Aplikasi BIM (Building Information Modelling) dan BBS (Behaviour Based Safety) Management Technique dalam Mengurangi Angka Kecelakaan Kerja (Oleh: Yelna Yuristiary)



Building Information Modelling atau yang lebih dikenal dengan BIM merupakan sebuah perangkat yang umum digunakan oleh pelaksana konstruksi di negara maju untuk merencanakan dan mengawasi proses pelaksanaan konstruksi yang sedang berlangsung. BIM memiliki banyak fitur yang memungkinkan pihak kontraktor, konsultan dan owner mengawasi setiap perkembangan yang terjadi pada proyek mereka. Perangkat BIM juga dikenal dengan kemampuan 4D-nya yang dapat menggabungkan gambar 3D dan schedulling pada sebuah proyek dalam satu dokumen yang lengkap dan terintegrasi. Pada beberapa proyek di Singapura, BIM digunakan sejak tahap feasibility study hingga kegiatan operasional dan perawatan dari sebuah bangunan.
Saat ini di industri konstruksi BIM tidak hanya digunakan untuk merencanakan design (baik dalam tahap penyusunan waktu maupun biaya) dan penggunaan energi yang digunakan. Aplikasi fitur-fitur dari sistem ini lebih lanjut digunakan untuk menganalisa kemungkinan hazard jatuh yang ada pada sebuah design konstruksi. Pembangunan sistem perencanaan hazard jatuh pada sebuah proyek konstruksi dibangun dengan beberapa fase, yaitu:
1)      Design dan perencanaan pembangunan, dimana pada tahap ini setiap rancangan dari dimensi, waktu, biaya, penggunaan energi hingga suplai material dan alat akan direncanakan dengan baik.
2)      Identifikasi keadaan sementara. Keadaan sementara yang dimaksud adalah beberapa keadaan yang mungkin terjadi selama masa pembangunan proyek. Dalam hal ini setiap aktifitas yang terjadi pada sebuah proyek akan ditinjau sequence-nya sehingga diketahui beberapa peristiwa penting yang memiliki potensi hazard.
3)      Perencanaan tindakan
Tindakan direncanakan setelah diketahui beberapa peristiwa yang memiliki hazard. Tindakan direncanakan dengan menganalisis tingkatan hazard dan probabilitas terjadinya kecelakaan.
4)      Integrasi tindakan dan jadwal proyek
Setelah tindakan pencegahan maupun tindakan eksekusi dari sebuah hazard ditentukan, maka setiap tindakan ini diintegrasikan dengan jadwal proyek yang ada. Dalam artian, kapan saja setiap rambu dapat dipasang, suatu peringatan dapat menjadi yang utama dan beberapa tindakan yang lain dapat muncul ketika jadwal dari proyek sudah terintegrasi dengan aksi dari setiap potensi hazard yang ada.
Pada konsep penggunaan BIM, potensi hazard (khususnya hazard jatuh) dapat diidentifikasi dengan menggunakan jadwal proyek. Permodelan dan rencana dari konstruksi dapat menghasilkan sebuah sistem pencegahan kecelakaan jatuh. Selain itu, BIM juga membantu pekerja untuk dapat lebih aware dengan hazard jatuh yang mungkin timbul dalam proses konstruksi.
Aplikasi BIM digunakan dengan menerapkan sistem checking process yang mana tahapan sistem ini membentuk suatu kesatuan penopang sistem perencanaan manajemen resiko jatuh yang timbul. Adapun peraturan/rule yang ada dalam sistem checking process ini, adalah:
1.      Rule interpretation
Pada rule ini dilakukan interpretasi atas setiap rancangan yang ada. Interpretasi tidak hanya terbatas pada design dari bangunan melainkan juga keadaan manusia dan mesin yang bekerja di dalamnya.
2.      Building model preparation
Pada rule ini dilakukan persiapan permodelan dari bangunan. Permodelan sudah diintegrasikan dengan sistem manajemen K3L.
3.      Rule execution
Rule selanjutnya adalah tahap eksekusi dari setiap tindakan yang dilakukan harus sesuai dengan perencanaan yang ada. Selain itu jika terjadi kecelakaan kerja, tindakan proaktif yang dilaksanakan juga harus sesuai dengan rencana. Salah satu fungsi dari BIM dalam proses manajemen K3L yaitu penggunaan aplikasi ini dapat menghasilkan guideline tersendiri bagi sebuah proyek.
4.      Rule checking reporting
Pada rule ini ditetapkan bahwa setiap kecelakaan dan tindakan yang dilakukan harus dirangkum dalam sebuah catatan aplikasi BIM sehingga setiap stakeholder mengetahui perkembangan yang terjadi dalam sebuah proyek.
5.      Safety correction
Meskipun perencanaan pencegahan kecelakaan telah dilakukan, tidak menutup kemungkinan bahwa masih terdapat kekurangan dalam rencana keselamatan di proyek. Maka dari itu diperlukan rule ini untuk meng-upgrade setiap tindakan yang harus dilakukan.
Keuntungan dari penggunaan BIM dalam industri konstruksi adalah kemudahan dalam melakukan update. Setiap tindakan dan perubahan yang terjadi pada proyek dapat seta merta diakses oleh setiap stakeholder dari manapun dan dari kapanpun. BIM juga dapat meningkatkan pemahaman dan komunikasi antar pekerja sehingga hal ini dapat meningkatkan tingkat keselamatan di proyek konstruksi.
Selain BIM, dapat proyek konstruksi saat ini juga dikenal adanya BBS (Behaviour Based Safety) yang merupakan teknik manajerial yang menanamkan kepedulian dan pemahaman terkait keselamatan di dunia konstruksi. Seperti sebuah penelitian yang dilakukan di Saudi Arabia, aplikasi teknik BBS dapat meningkatkan 6% performa keselamatan pada sebuah proyek. Teknik BBS yang diterapkan pada proyek ini adalah dengan Design Checklist dimana setiap tindakan yang dilakukan harus dicatat sehingga nantinya dapat diketahui oleh orang banyak.
Selain itu, design checklist juga memungkinkan setiap pekerja untuk melakukan kegiatan pada sebuah proyek sesuai dengan panduan yang ada sehingga tidak ada satu butir tahap yang tertinggal dalam proses pengerjaannya. Penggunaan teknik BBS ni dilakukan dengan mengintegrasikan pemahaman manajemen proyek dengan tujuan, feedback, komitmen dan setiap pengukuran performa pada sebuah proyek. 

Referensi:
1. Zhang, S., dkk. 2014. BIM-based fall hazard identification and prevention in construction safety planning. Safety Science Journal, pg. 31-45.

2. Choudhry, R. 2014. Behaviour-based safety on construction sites: A case study. Accident Analysis and Prevention Journal, pg. 14-23.

Entri Populer