Yelna's Hope

This website is a valuable resource that presents a wealth of professional experience and the unique point of view of Yelna Yuristiary. Yelna generously shares her insights, knowledge, and expertise, with the hope that readers can use the information to enhance their own understanding, make informed decisions, and achieve their goals.
Showing posts with label TRAVELLING. Show all posts
Showing posts with label TRAVELLING. Show all posts

Thursday, November 23, 2017

GOING PICNIC TO SECRET BEACH IN BATAM

After some months I never post anything in this blog. Now, I start again to post something about me. Last Sunday (19 November 2017) we went to our secret beach in the Barelang area. This beach is really awesome and a little bit creepy before you reach there.

We went there around 11 a.m. and park our car near the access road to secret beach. Actually, that road is not like a road. It is just a little small way like a hiking way in the middle of the forest. We brought some potatoes, candles, eggs, aluminum foil, sunscreen powder, water, mango, and a knife. We plan to do a little picnic there.

The first time we saw the way going there, it seems impossible to reach and found the beach. We found the beach and surprised, no single person over there. This beach is ours. Yeay...

Nearby the beach there is a tree (medium size tree), a small coconut tree and many dry branches. I was very excited to make a fire and start barbeque our potatoes and eggs.

After that, we swimming and these people make me doing salto over there. Salto in the water is very fun and that is my first-time experience.

Below I put some picture of our traveling before. Hope you can found your own secret beach :p
This area is nearby our secret beach


The medium size trees and small coconut tree I told


We just put our things somewhere because very excited first time we reach

This is the way to reach secret beach. Have to climb that hill

This is the fire we made

This is the beautiful flower

This is our plate, our potatoes and eggs

This is restaurant nearby. We ate over there after swimming and picnic



Monday, October 19, 2015

TRAVELLING TOGETHER WILL EXPLAIN WHO YOU ARE

Some people doesn't know how to understand each other. In some cases, we'll wrong in understanding. We're fast in judging people and said they're kind, polite, patient and sometimes we fooled. Every person has some hiding characters. We'll know that if we always beside him/her. We'll know that too if they tell us freely. But, it's world guys. Everybody will hide their bad characters.

When travelling, we'll know any others character easily. Travelling makes people tired, happy and sometimes sad. We'll get more expression when we travelled and usually, we'll described it to another. I often travelling with my friends... From that vacation, I'll found many characters behind them. It's start from how to choose hotel, destination, transportation and way to spend our time.

Some of them are easy going, but there're more difficult too. An easy going will spend their time with nothing to loose. A difficult person will spend their time with a rush opinion and judging people. Sometimes they'll judge you too. I don't like this one frankly. Before you choose a trustworthy person, you can travel with them. I can say like that because you'll find another side of them when you're spend your time together in a long way.

Try to travel with them in difficult area and difficult activities. You can backpacker or hiking, maybe. In backpacker, you'll find sincerity and trusty reaction of your friends. You'll know who is your besties or not. You'll know who is your loyal friend or not. You'll found many things when you travelling.

Friday, May 23, 2014

Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support)

Well, di pagi-pagi buta seperti ini entah kenapa saya jadi teringat ajaran dari drg. Theodorus Hedwin Kadrianto yang 12 April lalu sempat memberikan ilmu terkait Basic Life Support.

Oke, meskipun saya bukan anak kesehatan (Kedokteran/Keperawatan/Kesehatan Masyarakat), izinkan saya menyampaikan sedikit ilmu tentang BSL (Basic Life Support). Tentu teman-teman yang dari jurusan kesehatan tahu jelas apa yang dinamakan BSL ini.
BSL merupakan suatu usaha untuk mempertahankan A - B - C (Airway, Breathing and Circulation). Jadi, kalau seandainya kalian dihadapkan pada suatu kasus dimana tiba-tiba ada orang pingsan dan tidak sadarkan diri, kalian bisa menerapkan ilmu ini. Tentunya kalau sudah yakin dapat menolongnya, ya.
BSL adalah metode yang dilakukan tanpa menggunakan peralatan apapun dan dapat dilakukan oleh semua orang dewasa awam (non-medis). Di luar negeri, pelatihan terkait BSL ini wajib diketahui oleh semua warga negara. Ilmu BSL ini adalah ilmu dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang. Bagi kita-kita yang non-medis (karyawan, engineer, writer, pengusaha, dan semuanya), tentunya juga wajib mempelajari teknik BSL dengan baik dan benar.

Berikut adalah tahapan yang harus dilakukan dalam BSL.
1. Safety. Tempatkan korban di tempat yang aman seperti pinggir jalan raya.
2. Talk to the patient. Panggil pasien dengan suara keras di telinganya. Goyangkan bahu pasien. Bila pasien bisa berbicara, berarti pernafasan baik. Nah, penting diperhatikan:
   - Pastikan pasien mendapat pertolongan lebih lanjut
   - Tanyakan apa yang terjadi
   - Bantulah mendapatkan pertolongan yang dibutuhkan pasien
   - Periksa secara berkala untuk meyakinkan pasien baik-baik saja
   Bila pasien tidak merespon sama sekali, SHOUT FOR HELP !!!
3. Airway
   - Posisikan pasien telentang di atas alas keras, seperti lantai.
   - HEAD TILT and CHIN LIFT (dongakkan kepala dengan satu tangan, letakkan di dahi dan buka dagu dengan jari tangan yang lain)
   - Tujuannya adalah untuk membuka jalan nafas dengan menaikkan lidah yang menutupi jalan nafas.
4. Breathing
   - LOOK, LISTEN, FEEL (sambil tetap head tilt and chin lift)
   - Tempatkan telinga di atas mulut dan hidung pasien dengan mata melihat dada pasien
   - LOOK, apakah dada terlihat naik turun (bernafas)?
   - LISTEN, dengarkan bunyi nafas
   - FEEL, apakah terasa hembusan nafas di pipi kita?
   - Maksimal selama 10 detik untuk LOOK, LISTEN, FEEL
   - Bila ragu-ragu, anggap pernafasan tidak normal
   - Bila pernafasan normal, maka lakukan RECOVERY POSITION
   - Bila pasien tidak bernafas, TELPON AMBULANS SEGERA dan lanjutkan dengan  CPR

Nah, apa itu CPR?

CPR adalah Cardio Pulmonary Resuscitation atau dalam bahasa Indonesia-nya RJP = Resusitasi Jantung Paru, adapun caranya:
1. Berlutut di samping pasien.
2. Tempatkan pangkal tangan kanan di tulang dada bagian bawah.
3. Tempatkan telapak tangan kiri di atas punggung tangan kanan, lalu kaitkan jari tangan kiri-kanan.
Penting: Jangan memberikan tekanan pada tulang rusuk, perut bagian atas, atau ujung tulang dada bawah. Pusatkan tekanan pada pangkal tangan.
4. Dengan lengan lurus (siku jangan ditekuk), berikan tekanan pada tulang dada bagian bawah, sampai tertekan 5-6 cm ke bawah. Bahu kita lurus di atas dada pasien.
5. Setelah 1 kali kompresi, lepaskan tekanan, tapi tangan harus tetap berkontak. Lakukan kompresi selama 100-120 kali per menit dengan ritme yang sama.
6. Setelah 30 kali kompresi, buka lagi jalan nafas dengan HEAD TILT dan CHIN LIFT.
7. Pangkal tangan mendongakkan dahi pasien, sedangkan jempol dan telunjuk menutup hidung.
8. Tangan lain membuka dagu.
9. Tarik nafas, lalu tempatkan mulut di sekitar mulut pasien, tidak boleh ada ruang terbuka di antaranya.
10. Tiupkan nafas sambil melihat apakah dada naik selama 1 detik. Tunggu 1 detik sebelum beri nafas kedua.
11. Total waktu untuk 2 kali nafas adalah 5 detik.
12. Segera lanjutkan kompresi kembali. Jangan ada penundaan. Kompresi :  nafas = 30 : 2.
13. Jangan ada interupsi terhadap CPR.

Tips:
* Akan lebih baik CPR dilakukan oleh 2 orang, 1 orang yang bertugas kompresi dan yang lainnya memberikan nafas.

Oke, begitulah teknik CPR secara ringkas. Agar lebih jelas mungkin teman-teman bisa lihat video-nya di Youtube. ^_^

Kita semua adalah saudara, maka jangan segan untuk saling membantu jika ada orang yang tiba-tiba dilanda petaka. Manusia yang paling baik adalah yang bermanfaat bagi sesama...





Monday, May 19, 2014

MELANCONG KE BUKIT BATU, KEMBALI KE TEMPO DULU

Bertolak dari Pulau Bengkalis (Kepulauan Riau), sejauh mata memandang, satu hal yang dapat kita lihat adalah kumpulan daratan yang membentuk pulau-pulau kecil dan jika kita terus menyapukan pandangan hingga ke sebelah barat, pasti akan kita temukan daerah yang dinamakan Bukit Batu. Penamaan daerah ini bukan berasal dari kondisi tanahnya yang berbatu atau asal usul sejarah yang ada di dalamnya. Nama Bukit Batu sudah ada sejak dulu, sebelum kedatangan bangsa Portugis ke Malaka. Bukit Batu sendiri merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Sungai Pakning, Bengkalis (Riau). Jika dianalisis dengan menggunakan parameter modern, Bukit Batu termasuk daerah yang sangat tertinggal karena hingga saat ini sarana listrik belum memasuki desa kecil yang terletak tepat di muara Sungai Siak ini.
Namun, bukan Melayu namanya jika penduduknya hanya akan berduka. Desa Bukit Batu ini dihuni oleh sejumlah penduduk yang sangat bersahaja dan bersyukur dengan segala yang ada. Jika dicermati lebih dalam, tentunya desa ini dapat menjadi salah satu tujuan wisata tempo dulu bagi ‘orang-orang modern’ yang mayoritas mendapatkan segalanya, di kota.
Alam Bukit Batu begitu beragam dan penuh kejutan di setiap sisi desanya. Desa Bukit Batu terbagi menjadi dua, yakni Bukit Batu darat dan Bukit Batu laut. Tepat di tengah-tengah desa ini terbentang jalan lintas Dumai-Pekanbaru yang biasanya dilintasi truk-truk pengangkut hasil bumi. Wilayah Bukit Batu darat terletak di sebelah barat jalan raya tersebut, sebaliknya wilayah Bukit Batu laut terletak di sebelah timurnya. Bukit Batu saat ini belum terlalu di kenal sebagai tempat pariwisata resmi daerah Riau, namun alam dan kondisi wilayahnya menunjang daerah ini menjadi tempat wisata tempo dulu karena bangunan, tradisi hingga kebiasaan masyarakatnya masih menganut pola-pola tradisional Melayu Riau. Di desa ini sebenarnya ditemukan cukup banyak peninggalan sejarah Melayu Riau, mulai dari rumah panggung Datuk Laksmana, yaitu seorang pelaut dan pemimpin yang sangat ahli dalam bidang pelayaran di masa lalu, kelenteng Cina sebagai bukti bahwa di daerah ini banyak dihuni masyarakat Tionghoa hingga kerajinan tenun khas Melayu Riau. Jika kita sempat berkunjung ke Riau, tentunya kita harus mengunjungi daerah Bukit Batu dan sebaiknya menetap selama tiga hari hingga satu minggu lamanya agar dapat menikmati segala panorama alam dan tradisi masyarakat lokal di sana.
Di desa Bukit Batu terdapat tiga pantai besar yang terkenal karena masih alami. Salah satu pantai yang sangat memesona kalangan wisatawan adalah pantai Tenggayun yang berjarak sekitar 15 menit perjalanan dari pusat desa. Di pantai Tenggayun kita akan menemukan pemandangan yang sangat memukau, khususnya jika kita berkunjung di kala senja tiba. Dari pantai ini kita dapat menikmati matahari tenggelam di cakrawala. Tepat di bibir pantai kita akan menemukan hutan bakau yang masih alami, terdapat satu dua batang pohon bakau yang sudah tidak berdaun dan sangat cocok dijadikan objek fotografi. Tidak jauh dari pantai Tenggayun, kita dapat mengunjungi pusat pembuatan kerupuk ikan yang merupakan salah satu oleh-oleh khas Bukit Batu. Kerupuk ikan ini dibuat dari ikan tenggiri yang sangat melimpah ruah di daerah Bukit Batu. Rata-rata wanita di Bukit Batu adalah seorang pembuat kerupuk ikan yang handal. Kerupuk ini terbuat dari campuran sagu, air dan gilingan ikan tenggiri yang merupakan kekayaan laut wilayah Bengkalis. Harganya pun tidak mahal, dengan uang Rp 10.000,- kita sudah dapat membawa pulang setengah kilo kerupuk ikan kering asli Bengkalis Riau. Di Bukit Batu, jangan heran jika kita menemukan produk kerupuk ikan yang dijemur di depan rumah-rumah warga. Hampir 90% penduduk desa Bukit Batu mampu membuat kerupuk ikan. Kerupuk ini juga menjadi menu wajib di desa Bukit Batu.
Secara geografis, wilayah Bukit Batu terletak di muara Sungai Siak sehingga mitos terkait buaya muara masih sangat kental di daerah ini. Jika kita berkunjung ke Bukit Batu, di sana masih terdapat pantangan-pantangan yang tidak boleh kita lakukan seperti duduk melonjorkan kaki ke arah air atau sungai dan mengucapkan kata ‘buaya’ di dekat sumber air, seperti sungai maupun muara sungai. Penduduk setempat masih memercayai bahwa di sungai maupun muara sungai wilayah Bukit Batu masih terdapat buaya-buaya liar yang akan mengganggu jika pantangan ini dikerjakan. Selain itu, bagi para pelancong biasanya dilakukan acara penyambutan oleh masyarakat desa dan mereka akan diberikan wejangan untuk tidak bersikap seenaknya di kawasan Bukit Batu. Pantangan lain selain duduk melonjor dan mengeluarkan kata ‘buaya’ di dekat sungai adalah mengeluarkan kata-kata kotor atau berucap kalimat yang tidak sepantasnya. Setiap pelancong juga biasanya dilarang untuk terlalu berpendapat terhadap hal-hal aneh yang dilihatnya.
Seperti kisah sampan karam yang menghilangkan satu anak SMA beberapa tahun yang lalu. Menurut penuturan salah seorang penduduk desa, ketika itu terdapat satu rombongan siswa/i SMA yang hendak pelesir ke Pulau Bengkalis dan mereka menyeberang selat dari Bukit Batu. Adapun satu dari siswa/i ini melihat adanya perbedaan antara air muara sungai dan air laut, siswa itu pun mulai berteriak kepada teman-temannya tentang fenomena alam ini. Tanpa disadari ia pun mengeluarkan statement bahwa air itu seperti kue lapis yang memiliki warna yang berbeda. Orang-orang di sampan pun mulai takut hingga tak lama setelah itu sampan kayu yang membawa mereka menyeberangi selat terhenti di tengah laut dan karam. Tak lama setelah itu bala bantuan datang, namun naas bagi siswi yang mengatakan bahwa air seperti kue lapis tersebut, jenazahnya tidak pernah ditemukan hingga sekarang. Sedangkan penumpang lain termasuk teman-temannya selamat dalam musibah itu.
Meskipun menyimpan misteri yang cukup besar, namun daerah Bukit Batu memiliki dua daya tarik yang luar biasa. Pertama, wilayah ini menjadi pusat peninggalan kerajaan Melayu Riau, tidak jauh dari muara sungai terdapat makam Laksmana Raja Dilaut dan rumah panggungnya. Makam ini sering dikunjungi oleh orang-orang yang penasaran dengan kehebatan Datuk Laksmana dalam mengarungi bahtera di tengah laut. Tepat di atas makamnya terdapat satu kayu yang konon berasal dari serpihan tiang perahu lancang kuning (perahu asli khas Riau). Tidak jauh dari makam, terdapat rumah Datuk Laksmana yang di dalamnya tertinggal berbagai kenangan Datuk Laksmana seperti baju dan beberapa peralatan khas seorang pelaut.
Sekitar lima menit berjalan kaki dari makam dan rumah Datuk Laksmana, kita juga akan menemukan beberapa perempuan yang sedang menenun. Pada umumnya rumah mereka berbentuk rumah panggung yang lantainya cukup tinggi sehingga bagian bawah rumah dapat digunakan sebagai tempat menenun. Pemandangan wanita penenun di Bukit Batu dapat kita jumpai dengan mudah. Umumnya mereka menenun sambil bercerita bersama handai taulan yang ada. Mengobrol atau berbual sambil menghabiskan waktunya di rumah merupakan sebuah adat bagi masyarakat Melayu Riau. Wanita-wanita ini cenderung melakukan hal yang sama, mereka akan berkumpul setelah mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci dan membersihkan rumah. Biasanya mereka akan menghabiskan waktunya untuk menenun sambil bercerita dengan tetangga dan handai taulan yang ada hingga sore tiba. Tetak alat tenun juga tak kalah menimpali suara bualan mereka. Biasanya satu kain tenun selebar 3 x 2 meter dapat mereka hasilkan selama 3 hari. Harga kain tenun buatan tangan ini pun cukup terjangkau, yakni Rp 250.000,- per helainya. Sekali dalam setahun biasanya wanita-wanita penenun dari Bukit Batu diundang oleh pemerintah daerah untuk mengikuti pelatihan menenun dan memasarkan produk tenunannya. Seringkali mereka mendapatkan omset dari pameran yang juga dilaksanakan sekali dalam setahun di ibukota Provinsi itu.
Jika kita berkunjung ke Bukit Batu, ada beberapa tips yang dapat dilakukan untuk menikmati liburan yang kita lakukan.
1.      Tinggallah di rumah warga.
Tinggal di rumah warga merupakan suatu hal yang sangat wajar kita lakukan karena di wilayah ini belum terdapat hotel atau penginapan. Biasanya di Bukit Batu, ada warga yang memiliki dua rumah atau lebih yang biasanya disewakan kepada pendatang yang ingin menginap. Akan lebih baik jika kita tinggal bersama tuan rumah karena pada umumnya warga Bukit Batu sangat ramah terhadap pendatang. Kemukakan maksud kita mengunjungi Bukit Batu dan tentu saja kita harus memberikan uang belanja kepada keluarga ini untuk biaya makan selama berada di sana. Dengan tinggal di rumah warga, kebutuhan makan kita akan tercukupi dan kita akan lebih mengenal budaya masyarakat Melayu secara lebih baik. Jika beruntung, di Bukit Batu kita akan menemukan warga yang akan menjadikan kita seperti keluarganya sendiri. Tentu saja ini bergantung pada sikap kita membawa diri.
2.      Usahakan turut aktif dalam setiap kegiatan warga.
Jika kita datang ke Bukit Batu hanya untuk bersenang-senang dan menghindari sosialisasi, sebaiknya urungkan saja niat itu. Turut aktif dalam setiap kegiatan warga merupakan salah satu kunci menemukan harta karun kebudayaan Melayu Riau. Jika kita turut aktif dalam setiap kegiatan warga, kita akan diajak mengikuti latihan marawis (musik tradisional Melayu Riau) di malam Selasa. Tidak hanya itu, kita akan mendapatkan undangan-undangan acara adat di kampung ini jika kita pandai bergaul dengan warga yang ada di sana. Tentu saja hal ini sangat menyenangkan. Bagi yang perempuan, kita biasanya akan diajarkan bagaimana cara menenun dan membuat kerupuk ikan khas Melayu. Ahh... Sungguh pengalaman yang teramat langka.
3.      Bertemanlah dengan masyarakat.
Tak kenal maka tak sayang. Agaknya pepatah itulah yang melingkupi kehidupan masyarakat Melayu di Bukit Batu. Jika kita berteman baik dengan masyarakat, kita akan meendapatkan banyak keuntungan seperti teman baru dalam mengeksplor kekayaan alam dan tempat-tempat wisata yang belum terjamah oleh turis-turis yang datang. Penduduk asli Bukit Batu juga tidak akan segan memberikan kita kelapa muda gratis, pinjaman motor gratis atau tumpangan sampan gratis ketika kita sudah berteman dengannya.
4.      Sewa motor.
Jika kita tidak mendapatkan pinjaman motor, kita dapat menyewa motor penduduk untuk berkeliling desa Bukit Batu. Tarif yang dikenakan juga tidak mahal, sekitar Rp 50.000/6 jam. Tentu saja kita dapat mengunjungi banyak kawasan budaya yang ada di desa ini dengan bebas.
5.      Sediakan power bank.
Bukit Batu merupakan daerah yang saat ini masih belum terjangkau oleh aliran listrik. Pada umumnya listrik dari genset masyarakat akan dihidupkan pukul 6 sore hingga 10 malam. Di atas jam 10 malam biasanya lampu listrik dan genset akan dimatikan. Pada saat itu penduduk mulai menggunakan lampu minyak atau petromaks untuk penerangan. Sensasi tempo dulu dan jauh dari peradaban modern akan sangat terasa di waktu-waktu seperti ini. Kita hanya akan mendengarkan bunyi jangkrik di malam yang sunyi. Tentu saja bagi kita yang tidak pernah mengalaminya, kondisi ini cukup mencekam. Namun tenang saja, hal ini adalah salah satu paket wisata tempo dulu yang ditawarkan desa Bukit Batu kepada para pengunjungnya. Oleh karena itu, bagi kita yang sangat bergantung dengan smartphone, power bank dapat menjadi satu-satunya penyelamat kebosanan ketika mata belum hendak akan tertidur.
6.      Siap sedia dengan kamera.
Perjalanan wisata tempo dulu dan budaya Melayu Riau tidak akan terekam jelas bagi kita tanpa adanya gambar abadi yang kita ciptakan. Oleh sebab itu, ketika berkunjung ke Bukit Batu, persiapkan kamera dan space yang cukup untuk menyimpan segala kenangan kita tentang daerah, budaya, alam dan kebiasaan masyarakat Melayu Riau ini.
Dengan beberapa tips dan gambaran tentang desa Bukit Batu di pedalaman Riau ini semoga para turis dan pelancong yang akan berkunjung dapat mempersiapkan bekal yang cukup ketika akan mengunjungi desa bertuah peninggalan Datuk Laksmana Raja Dilaut ini. Meskipun terpencil, desa ini sarat akan suasana alam serta budaya yang damai dan tenang di tengah hiruk pikuk perkotaan yang semakin hari semakin tidak terkendali ini.


--- ooo OOO ooo ---

Monday, June 25, 2012

Memoar Indah di Jogja


Perjalanan paling hemat yang pernah kujalani selanjutnya adalah berkunjung ke Jogja dengan tiket KA Ekonomi dengan harga 37 ribu rupiah. Perjalanan ke Jogja kami dimulai tanggal 13 Juni 2012 jam 7 malam. Kami berangkat dari stasiun Tanah Abang ke Lempuyangan (Jogjakarta). Perjalanan dengan KA Ekonomi ini lumayan nyaman walaupun setiap detik selalu ada pedagang-pedagang yang lalu lalang menawarkan barang dagangannya. Tapi, ya namanya juga usaha nggak apa-apa sih. Yang penting dia senang kita tenang. Kami sampai di stasiun Lempuyangan pukul 05.30 pagi. Sesampainya di stasiun Lempuyangan kami mulai mencari tiket untuk pulang karena sebelumnya di stasiun Tanah Abang kami kehabisan tiket pulang (kehabisan tiket Ekonomi). Hehehe… Berhubung karena saat itu hari masih pagi dan loket penjualan tiket belum buka, kami menyempatkan diri dulu untuk sholat di musholla sekitar stasiun Lempuyangan. Sarapan pagi kami juga dilakukan di warung depan stasiun. Pukul 07.30, kami pun mulai mengantri membeli tiket hingga akhirnya kami hanya menemukan tiket AC Ekonomi Gajahwong untuk pulang di tanggal 17 Juni.
Lepas dari urusan tiket, kami mulai berjalan menuju shelter bus Trans-Jogja yang berada di dekat stasiun ini. Hal pertama yang sangat aku ingat tentang kota ini adalah kecepatan dari sepeda motor dan mobil di jalanan kota ini sepertinya lumayan kencang. Kami pun mulai perjalanan dari shelter Trans Jogja ini ke halte Prambanan karena destinasi kami selanjutnya adalah Candi Prambanan ini. Nah, satu hal lagi yang sepertinya lumayan aneh menurutku adalah kami sangat narsis ketika pertama kali sampai di Jogja. Hal ini terlihat dari banyaknya foto-foto kami di shelter bus Trans Jogja. Padahal kalau dipikir-pikir shelter bus ini biasa saja. Bedanya ia terletak di Jogja. Itu saja. Sesampainya di Candi Prambanan, kami memasuki wilayah Candi dan mulai memesan karcis masuk lengkap dengan wisata Ratu Yelna. Upps.. Maaf salah, Ratu Boko maksudnya. Hahahaa.. :D
Kami pun diajak oleh bapak guide-nya ke lokasi Ratu Boko dan mulai berfoto-foto di sana. Berbagai pose dikeluarkan dari berdiri, jongkok, duduk, berdiri setengah jongkok setengah hingga sampai berpura-pura jadi wall climbers juga ada. Bagi yang cowok-cowok juga mulai uji nyali di lokasi ini dengan turun ke tempat pembakaran jenazah di lokasi Ratu Boko ini. Beralih dari lokasi Ratu Boko, kami menuju Candi Prambanan yang letaknya lebih dari 3 km dan ditempuh dengan mobil paket wisata Candi ini. Di Prambanan inilah tenaga kami sudah terkuras habis hingga ada satu awak dari tim kami yang kerjanya hanya mencari tempat teduh untuk ‘bobok’ siang. Di Prambanan juga kami masih foto-foto dengan berbagai pose. Rasanya ke Candi ini hanya untuk mencari view terbaik dan menyelipkan muka di view yang baik itu. Pukul 03.30 sore kami mulai bertolak menuju pantai Parang Tritis, tepatnya Losmen Prasetyo yang ada di sana. Sebelumnya kami sudah memesan kamar di losmen ini dan herannya kami bahwa losmen di daerah ini sangat murah. Ya, Rp 40000/malam untuk 3 orang merupakan harga yang ditawarkan oleh pemilik losmen ini untuk kami. Perjalanan ke Parang Tritis dimulai dari terminal Giwangan yang letaknya sendiri kami tidak tahu karena tidak ada di dalam peta Jogja yang kami cetak.
Perjalanan ke Parang Tritis ternyata cukup lama dan membuat ngantuk. Di bus yang kami tumpangi juga sedikit aneh karena tidak ada kenek bus-nya dan si sopir selalu mengisi bus-nya walaupun kami sudah empot-empotan di dalam bus yang berukuran lumayan mini itu. Hal ini juga sangat berkesan bagi salah satu awak tim kami yang sempat kehilangan topi milik bapaknya di bus ini. Namun, sepanjang perjalanan sebenarnya kami juga menikmati indahnya Gunung Kidul dan sunset yang timbul tenggelam di balik rumah-rumah dan pepohonan sepanjang jalan yang kami lalui. Pukul 05.40 kami pun tiba di losmen Prasetyo. Pertama kali menginjakkan kaki di halaman rumah yang disulap jadi losmen ini kami awalnya gembira. Si abang-abang penunggu losmen pun mengantarkan kami ke kamar yang telah kami sewa. Namun, suasana mistis mulai terasa ketika dua dari awak tim kami pulang dari laut untuk melihat sunset. Salah seorang dari mereka menceritakan kengerian di losmen ini. Hal ini didukung juga dengan sepinya losmen yang menjadikan rumah ini bukan seperti penginapan. Akan tetapi lebih seperti tempat persembunyian di dekat Pantai Parang Tritis. Malamnya kami mulai berjalan ke arah pantai dan menyusuri laut disana. Disini juga terasa suasana mistis karena pada malam itu merupakan malam Jumat Kliwon dimana banyak penduduk yang melakukan ritual-ritual di pantai tersebut. Tidak jauh dari lokasi ritual juga terdapat semacam pasar kaget yang menjual berbagai macam jenis dagangan. Mulai dari pakaian, permainan, alat perkakas, hingga jimat-jimat yang diyakini oleh beberapa orang. Namun, malam itu kami tidak berlama-lama di pantai karena suasana yang seram dan minimnya penerangan di pantai itu menjadikan pantai ini sangat tidak menyenangkan untuk dikunjungi di malam hari.
***
Paginya, kami terlambat bangun. Hal ini menyebabkan kami tidak sempat menyaksikan sunrise di balik Gunung Kidul yang letaknya persis di depan losmen kami. Namun, pagi itu juga kami mulai berbenah dan menuju pantai kembali untuk menikmati suasana di sana. Sesampainya di pantai, barulah kami melihat indahnya pantai yang tadi malam kami kunjungi. Ombaknya yang besar menjadi sensasi tersendiri ketika berada di tengah-tengahnya. Di pantai ini kami mulai bercanda dan berlari-larian seenaknya. Ketika air surut kami ke tengah, dan ketika ada ombak yang besar kami mulai berlari-larian. Ada juga beberapa teman kami yang sengaja berfoto di tengah ombak dan membiarkan pakaiannya basah. Di pantai ini juga ada dokar dan bapak penjual kacamata. Salah satu trik bapak ini untuk menggaet pelanggan wanitanya adalah memanggil ‘puteri’ kepada pelanggannya ini. Yah, bagi saya dan beberapa teman saya yang notabene orang Sumatera pasti akan terbang mendengar sebutan ini.
Usai bermain-main di pantai kami pun melanjutkan perjalanan pulang ke Malioboro. Sesampainya di Malioboro kami mulai mencari hotel dan berencana pergi ke Borobudur. Namun, waktu dan kesempatan sepertinya tidak berpihak dan hal ini merubah rute kami yakni hanya berbelanja di Malioboro. Awalnya kami merasa sedikit sedih karena tidak jadi ke Borobudur di hari itu. Planning yang gagal menjadikan kami bermuram durja hingga akhirnya…Terereeeng… Malioboro mengubah kesedihan itu menjadi sifat belanja gila yang menjadi-jadi. Di Malioboro ini kami seolah-olah mendapatkan semangat baru untuk lebih kuat berjalan, menawar dan mencari oleh-oleh yang pas untuk dibawa pulang. Harga yang ditawarkan pun lumayan murah dan menjadikan kami sedikit ahli dalam hal tawar-menawar. Di Malioboro kami menghabiskan waktu sampai malam dan baru pulang ketika kaki-kaki kami rasanya sudah mau copot. Perjalanan pulang ke hotel Indonesia merupakan suatu hal terberat yang kami rasakan karena setiap langkah yang kami lakukan berpeluang bagi kami untuk singgah di kaki lima yang menawarkan berbagai produk dan oleh-oleh yang membuat silau mata dan hasrat yang besar untuk menghabiskan uang disana.
Sesampainya di hotel Indonesia, kami istirahat sejenak dan memulihkan tenaga untuk kembali pergi ke alun-alun selatan Jogja. Perjalanan ke alun-alun selatan kami tempuh dengan berbecak ria dan menikmati malam di Jogja. Jogja memang kota yang indah dan temaram di malam hari. Jauh dari hiruk pikuk dan hingar bingar dunia metropolitan yang terkadang masih semrawut ketika malam tlah tiba. Di alun-alun selatan, kami mulai mengisi perut terlebih dahulu dengan mencicipi makanan khas dan minuman khas Jogja. Tidak lupa juga kami menikmati suara-suara pengamen di Jogja yang mana mengamennya tergolong bagus dan berkualitas. Setelah makan-makan, kami mulai mencoba mitos pohon beringin yang ada di alun-alun selatan ini. Ketika mencoba beringin inilah aku merasa benar, namun ternyata salah. Langkah yang melenceng dan halusinasi semu yang menjadikan aku tak sampai-sampai ke tengah beringin ini. Bosan mencoba, aku pun mengurungkan niatku untuk kembali melangkah dan menjadikan mitos ini hanya mitos. Hahaha… Emang gue pikirin.
Selepas mencoba mitos beringin yang aneh itu, kami pun naik sepeda hias yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menjadikan sepeda ini sangat digandrungi oleh wisatawan yang berkunjung ke daerah ini. Kami bersepeda sebentar saja (hanya 2 keliling) alun-alun dan setelah itu kami pun kembali ke hotel.
***
Pagi ini kami bangun tepat waktu. Pukul 06.00 aku dan salah satu awak tim kami mulai berbecak ria menuju pusat oleh-oleh Bakpia Pathuk 25. Kami pun mulai blenja-blenji Bakpia untuk dibawa pulang. Setelah itu pukul 07.00 kami mulai perjalanan ke Candi Borobudur dengan terlebih dahulu ke terminal Jombor. Di terminal Jombor inilah kami menyempatkan diri untuk sarapan di angkringan dan membeli bekal makan siang untuk di Candi nantinya. Perjalanan ke Borobudur merupakan perjalanan yang cukup lama, sekitar 3 jam. Setelah sampai di terminal Borobudur kami pun mulai berjalan kaki ke arah Candi di tengah cuaca terik hari itu. Sesampainya di Candi, kami pun mulai membeli karcis dan masuk ke Candi dengan terlebih dahulu menggunakan batik yang diikatkan ke pinggang. Pembatikan ini dilakukan untuk menjaga kelestarian batik di mata dunia (ini opiniku, opinimu). Nah, di Borobudur ini satu-satunya kegiatan yang kami lakukan adalah FOTO-FOTO dan BERNARSIS RIA. Namun, salah satu dari awak tim kami yang dulunya pernah mencari lokasi ‘bobok’ siang di Candi Prambanan lagi-lagi hanya menjadi fotografer di acara foto-foto ini. Sepertinya ia kurang tertarik untuk menjadi objek foto. Di Borobudur kami menghabiskan waktu yang cukup lama hingga siang dan kami pun makan siang di pelataran candi dengan bekal yang telah kami bawa sebelumnya.
Setelah itu kamipun pulang dan juga sempat ‘nyangkut’ di pasar tradisional yang kembali menawarkan oleh-oleh khas Jogja dan Borobudur di sini. Perjalanan pulang dari Borobudur kami rasa sangat melelahkan. Hal ini terlihat dari kondisi seluruh tim yang tertidur pulas di bis angkutan menuju Jombor. Dari Jombor kami pun kembali menuju hotel Indonesia untuk mengambil barang-barang yang kami titipkan sebelumnya. Pukul 05.00 sore, kami pun menuju mesjid sekitar Malioboro untuk sholat magrib kemudian setelah itu kami menuju shelter Trans Jogja untuk menuju stasiun Lempuyangan karena pukul 07.20 KA Gajah Wong akan berangkat kembali ke Jakarta. Perjalanan di bus kami habiskan dengan bersenda gurau dan perpisahan kecil-kecilan dengan kota ini. Di dalam bus kami tertawa cekikikan dan mulai ngalor ngidul nggak jelas. Hingga akhirnya kami merasa perjalanan ini terlalu lama. Padahal jika dilihat di peta, jarak antara Malioboro dan stasiun tidak begitu jauh. Dan ternyata… Kami salah dalam memilih moda transportasi menuju stasiun. Salah seorang bapak mengatakan, ‘Ada baiknya kalau tadi kalian naik becak saja. Kalau naik ini sama saja kalian mengelilingi Jogja dengan bus’. Serasa mendengar langit akan runtuh karena sebentar lagi Kereta kami akan berangkat. Disitu kami mulai panik dan berkeluh kesah. Ada juga yang frustasi sampai ada yang sakit perut mendadak. Hingga akhirnya kami tiba di shelter bus dekat stasiun pukul 07.10 malam. Padahal untuk menuju stasiun kami harus berjalan kaki beberapa ratus meter yang mana hal itu sangat tidak mungkin ditempuh dengan waktu 10 menit. Namun, ternyata Tuhan memiliki jalan lain dimana untungnya ada 1 tukang ojek dan 1 becak yang ada di shelter itu sehingga kami menggunakan 1 ojek dan 1 becak ini untuk mengangkut kami dan barang-barang kami ke stasiun. Tapi ironisnya, bagi para lelaki yang ikut dalam ekspedisi ini, mereka diharuskan berlari sekencang-kencangnya karena tidak muat di ojek dan becak ini. Hingga berkat kerja keras, keyakinan dan semangat juang yang tinggi, kami pun tiba di stasiun Lempuyangan tepat waktu. Dan ternyata lagi, keretanya telat 10 menit dan inilah hal yang menyebabkan kami tidak terlambat pulang ke Jakarta.
Sayonara Jogjakarta… :*

Sunday, June 24, 2012

PULAU PARI, PULAU NATURAL


Pulau Pari merupakan salah satu destinasi wisata bawah laut yang terletak di Kepulauan Seribu Jakarta. Pulau ini memang belum se-populer dengan Pulau Pramuka, Pulau Bidadari dan Pulau Tidung yang ada di Kepulauan Seribu. Namun, keindahan biota bawah laut di pulau ini lebih mengesankan dibandingkan beberapa pulau yang telah disebutkan sebelumnya. Perjalananku kali ini dimulai tanggal 9 Juni 2012 lalu. Aku dan teman-teman sengaja berkunjung ke Pulau Pari dalam rangkaian kegiatan Green Tourism Act dimana program ini bekerja sama dengan GCUI (Green Community Universitas Indonesia) dan Green Peace. Perjalanan dari Pulau Pari ini dimulai sejak pukul 06.00 pagi dari kampus Universitas Indonesia hingga akhirnya kami tiba di Muara Angke pada pukul 08.10. Satu hal yang harus diketahui oleh para petualang yang hendak berkunjung ke lokasi wisata kepulauan seribu adalah kita harus mengetahui budget yang kita miliki dan waktu yang dimiliki ketika berwisata. Jika anda ingin pelayanan dan service yang mewah, anda bisa menyeberang dari Pelabuhan Marina Ancol dengan menggunakan feri mewah. Namun, jika anda ingin berlama-lama menikmati terombang-ambing di laut dengan kapal kayu bermesin, anda cukup menyeberang lewat Pelabuhan Muara Angke. Tentu saja dari harga yang ditawarkan kedua fasilitas ini memiliki perbedaan pada harga, ketepatan waktu dan tingkat kenyamanannya.
Di hari pertama kedatanganku di Pulau ini kami disambut oleh beberapa warga yang sangat ramah. Perjalananku dimulai dari pelabuhan pulau ini ke villa yang akan kami tempati. Untuk masalah tempat tinggal, pulau ini menyediakan banyak rumah warga yang bersedia ditempati. Selain itu juga ada lokasi LIPI yang biasanya digunakan sebagai tempat penelitian di pulau ini dan para wisatawan juga dapat menginap di gedung LIPI tersebut. Pastinya dengan seizin pihak daerah Pari ini sendiri. Hehehe… Nah, siang itu kami makan di lokasi LIPI kemudian setelah itu segera menuju ke lokasi penanaman bakau. Satu hal yang harus dibawa ke pulau ini adalah sandal jepit. Kenapa? Ya, dengan sandal jepit kita bisa masuk laut tanpa harus terpijak sepihan karang yang tajam. Dengan sandal jepit kita juga bisa makan di warung atau restoran. Maka tak heran jika alas kaki yang paling populer bagi para backpacker adalah sandal jepit. So pasti kita juga harus milih-milih dong sandal jepitnya. Jangan sampai terlalu jelek juga.
Setelah puas menanam bakau di pesisir pantai pulau ini kami menuju pelabuhan pari untuk menemui bapak-bapak yang sampannya sudah kami sewa untuk mengantarkan kami ke tempat snorkeling. Di Pulau ini kita sangat mudah dalam hal menemukan tempat penyewaan alat-alat snorkeling karena sebagian besar masyarakatnya menjadikan jasa penyewaan alat-alat snorkeling sebagai profesi mereka. Snorkeling di pulau pari ini sangat menyenangkan. Saat itu aku kebagian snorkeling di daerah antara pulau Pari dan pulau Tikus dimana lokasi snorkeling ini sangat dijaga kebersihan dan tingkat pencemarannya. Nah, dalam ber-snorkeling inilah aku kewalahan melaksanakannya karena kegiatan ini adalah hal yang baru bagiku. Untuk snorkeling digunakan beberapa peralatan seperti snorkel (pipa untuk bernapas), kacamata air, pelampung dan fin (kaki katak). Pertama kali si bapak membagikan peralatan snorkeling awalnya aku hanya diam saja dan urung mengikuti beberapa temanku yang sudah kegirangan akan snorkeling. Phobia-ku terhadap laut (takut tenggelam karena tak bisa berenang) menjadikan kami (aku dan temanku vivi) semakin menjauhi alat-alat snorkeling ini. Namun, melihat kegirangan orang-orang di dalam laut itu aku pun tergerak untuk mengambil alat-alat snorkeling dan mulai menggunakannya. Pertama kali menggunakan snorkel, aku rasanya mau muntah karena di dalam snorkel itu masih ada sisa-sisa air laut yang asin dan aku membayangkan alat snorkel itu adalah bekas mulut orang lain sebelumnya. Setelah menggunakan alat snorkel, aku pun berlatih bernafas sebentar dan mulai menggunakan kacamata air. Dasarnya orang udik, aku tidak sengaja bernafas di dalam kacamata tersebut sehingga muncullah embun di kacamataku ini.
Namun, aku seolah-olah sudah sangat mahir dan mulai menceburkan diri ke dalam laut dengan terlebih dahulu menggunakan pelampung. Nah, ketika menceburkan diri mulai timbul rasa takut di dalam diriku. Entah kenapa rasanya ombak di tempat itu menjadi arus yang sangat mengerikan bagiku dan akhirnya aku cuma nempel di tangga sampan kami. Penasaran dengan terumbu karang, sesekali aku mencelupkan wajahku untuk melihat karang-karang yang indah di lokasi ini. Namun, hingga akhirnya kegiatan snorkeling selesai aku hanya bisa nempel di tangga dan sesekali mencelupkan muka. Kalau diingat-ingat, rasanya aku pengen belajar berenang deh supaya nggak rugi lagi.
Setelah snorkeling usai, kami pun pulang karena perjalanan sudah magrib. Perjalanan pulau dari lokasi ini sungguh menyenangkan. Hal ini disebabkan karena sunset di tengah laut yang dapat kalian nikmati secara jelas seakan memberi tahu kalian batas cakrawala dari pantai pulau ini. Hingga akhirnya, malam pun tiba dan kami melanjutkan beberapa acara seperti talkshow dan hiburan malam bersama di pulau ini.
Keesokan harinya, aku dan vivi mulai mencari sampel air yang akan kami teliti nantinya sepulang dari acara ini. Maklum, kami dikirim kesini dalam misi riset yang mana hal ini juga membuka peluang jalan-jalan gratis bagi kami. Kami pun mulai mencari sampel air di sekitar dermaga LIPI yang lumayan banyak sampahnya. Ya, itung-itung melihat sisi lain dari pulau ini. Hehehe… Setelah itu kami pun menuju Pantai Pasir Perawan yang sangat populer di pulau ini.
Berbicara tentang Pasir Perawan, sepertinya nama ini sangat cocok buat pantai yang satu ini. Disini kalian dapat melihat pantai pasir putih dengan beberapa tumbuhan laut seperti bakau dan pandan laut yang sangat mempesona. Tidak jarang juga terdapat karang-karang di pantai ini karena ketika kami kesana sepertinya pantai sedang dalam posisi surut. Satu hal yang sangat mengesankan tentang pantai ini adalah pasir putihnya yang sangat halus dan terlihat masih perawan (maksudnya belum banyak diinjek orang). Pantai ini terbilang cukup sepi dan sangat cocok untuk dijadikan lokasi ‘Me Time’. Di Pulau Pari juga terdapat Pohon Abadi yang merupakan pohon tua yang sudah ada sejak zaman dulu kala. Pohon ini sangat rindang dan dapat dijadikan lokasi nongkrong yang sangat bagus di siang bolong yang panas. Tentunya dengan ditemani es kelapa muda yang dapat ditemukan di warung-warung pulau ini.

Entri Populer