Kota Jakarta memiliki kesamaan dengan
kota-kota lainnya yang memerlukan akses air bersih yang memadai, apalagi dengan
jumlah populasinya yang semakin membengkak. Beban populasi Jakarta ternyata
juga memiliki imbas positif dalam hal perkembangan ekonomi daerah ini. Dari
hasil keputusan yang perkumpulan negara-negara se-Asia Tenggara, Singapura,
Jakarta dan Kuala Lumpur ditetapkan sebagai prominent hub di wilayah ASEAN. ASEAN
Community yang akan diimplementasikan pada tahun 2015 mendatang menuntut
Jakarta untuk setara dengan European Community baik dalam hal ekonomi dan
pembangunan yang berkelanjutan. Pada tahun 2015 mendatang diharapkan Jakarta
dapat menjadi prominent hub dari ASEAN Community bersama Singapura dan Kuala
Lumpur. Dalam hal perkembangannya Jakarta dituntut untuk terus melangkah lebih
cepat dibandingkan dengan ibukota negara-negara di ASEAN lainnya agar posisinya
tidak tergantikan dengan negara lain. Seiring perkembangannya, hingga saat ini
Jakarta tengah mengalami tiga masalah terbesar yang tengah dihadapi yakni
implementasi pertumbuhan kota yang berbeda dengan rancangan tata kota, populasi
yang terus berkembang dan masalah air bersih. Oleh sebab itu, permasalahan
terkait air bersih di Jakarta yang nantinya akan menjadi daerah prominent hub
sangat penting diselesaikan secara saksama. Permasalahan air bersih mulai
menjadi perhatian pemerintah sejak tahun 1997 dengan adanya permbentukan
kerjasama antara PD PAM dengan Lyonnaise des Eaux (sekarang Suez Environment)
dari Perancis dan Thames Water International dari Inggris. Namun, kerjasama
yang dilakukan tidak mendapat hasil yang maksimal karena saat ini masih
terdapat beberapa permasalahan terkait sumber air bersih Jakarta.
Berbicara mengenai air bersih sama
halnya dengan berbicara tentang kehidupan di masa yang akan datang. Air bersih
merupakan kebutuhan yang sangat vital dalam kehidupan. Ketersediaan air bersih
disetarakan dengan pemenuhan kebutuhan hak asasi setiap manusia. Hal ini
terlihat juga dalam UUD 1945 pasal 33 yang menyatakan bahwa segala sumber daya
yang memenuhi hajat hidup orang banyak dikelola oleh negara. Oleh sebab itu
penting bagi pemerintah untuk melaksanakan program pembangunan yang
berkelanjutan, dimana nanti pelaksanaannya juga bergantung pada aspirasi
masyarakat dan pihak ketiga yang berkepentingan. Berdasarkan hasil perkiraan
para ahli, dari sejumlah besar kebutuhan air bersih yang dibutuhkan Jakarta
saat ini baru 33%-nya yang dapat dipenuhi oleh PAM Jaya. Hal ini dapat terjadi
karena semakin hari semakin banyak permintaan (demand) air bersih baik dari
segi kuantitas (akibat pertumbuhan populasi dan ekonomi) dan kualitas (semakin
kritisnya konsumen dan aktivitas kota yang semakin kompleks).
Belum terpenuhinya kebutuhan air Jakarta
pada umumnya disebabkan oleh kinerja pelayanan air bersih yang tidak memadai,
keterbatasan sumberdaya finansial, cakupan pelayanan yang sangat rendah, serta
tingkat kehilangan air yang sangat tinggi. Berdasarkan hasil survey, pada tahun
1996 cakupan area pelayanan air bersih di Jakarta hanya mencapai 41%, dimana
tingkat Non Revenue Water (NRW) yang mencapai 57% selain itu kondisi pasokan
air untuk memenuhi kebutuhan air Jakarta masih dianggap lemah. Dalam hal
penyediaan air bersih, pelanggan yang tersambung dengan akses air PAM ternyata
belum tentu mendapatkan pasokan air yang memadai. Sebagian besar masyarakat
Jakarta yang tidak tersambung dengan akses air bersih cenderung menggunakan air
tanah untuk memenuhi kebutuhan air hariannya. Tidak hanya itu, ternyata langkah
ini juga diikuti oleh sebagian besar industri dan komersial (seperti hotel,
apartemen, restoran dan lain sebagainya), sehingga penggunaan air tanah secara
berlebihan menyebabkan penurunan muka tanah di Jakarta. Fakta yang mengejutkan (Hasanuddin Z. Abidin, 2005)
mendapati bahwa penurunan muka tanah di Jakarta dapat mencapai level 12 cm per
tahun (dimana keadaan ini terjadi di Jakarta Timur bagian utara dan Jakarta
Barat bagian Utara). Sehingga dari fenomena ini dapat disimpulkan bahwa penting
adanya suatu sistem terintegrasi yang dapat mengatur siklus air dan
mengoptimalkan suplay air bersih yang ada di Jakarta.
Selain faktor suplay air yang belum
maksimal di Jakarta, kualitas air bersih yang ada di Jakarta juga masih tergolong
jauh dari jenis air yang ada di negara-negara maju (hal ini ditandai dengan air
keran yang dapat langsung diminum). Hal ini tentu saja akan menimbulkan efek
domino lain berupa peningkatan kebutuhan energi dalam hal pematangan air untuk
siap diminum. Selain itu, tarif rata-rata PAM Jakarta yang lebih tinggi di
banding dengan kota-kota besar di Asia Tenggara (seperti Bangkok, Manila, Kuala
Lumpur, Johor Baru dan Singapura) karena belum tercapainya efisiensi proses
provision, produksi dan delivery air bersih. Selain itu, kondisi air baku yang
semakin rusak akibat adanya perubahan lingkungan secara signifikan menyebabkan
air bersih di Jakarta semakin langka meskipun sumber mata airnya melimpah.
No comments:
Post a Comment